Skip to main content

Askep Diabetes Insipidus

BAB I
A.  LATAR BELAKANG
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan. Penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohy-pophyseal- renal reflek sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air.
Diabetis insipidus berhubungan dengan insufisiensi ADH yang menimbulkan poliuria dan polidipsia. Ada tiga bentuk diabetes insipidus, yaitu: neurogenik, nefrogenik, dan psikogenik. Diabetes insipidus neurogenik atau sentral merupakan respons ADH yang tidak adekuat terhadap osmolaritas plasma dan terjadi ketika terdapat lesi organik pada hipotalamus, pedikulus infudibularis, atau hipofisis posterior yang secara parsial atau total menyekat sintesis, transportasi, atau pelepasan ADH
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak, dapat mencapai 5-10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1 001- 1 005 atau 50-200 m0smol/kg berat badan.

B.  TUJUAN
1.    Tujuan Umum
a.       Mahasiswa mampu menjelaskan Diabetes insipidus
2.    Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengertian Diabetes insipidus
b.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan etiologi Diabetes insipidus
c.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan patofisiologi Diabetes insipidus
d.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan tanda dan gejala Diabetes insipidus
e.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan gejala klinis Diabetes insipidus
f.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan patogenesis Diabetes insipidus
g.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan komplikasi Diabetes insipidus
h.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan diagnosis Diabetes insipidus
i.        Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada Diabetes insipidus

BAB II

A.      TINJAUAN PUSTAKA
1.        Pengertian
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan. Penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohy-pophyseal- renal reflek sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus- kasus yangpernah ditemui merupakan kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin

2.        Etiologi
Penyebab diabetes insipidus meliputi:
a)      Gangguan yang didapat (akuisita), familial, idiopatik, neurogenik, atau nefrogenik
b)      Berkaitan dengan stroke, tumor hipotalamus atau hipofisis, dan trauma atau pembedahan kranial (diabetes insipidus neurogenik)
c)      Galur terkait-X resesif atau gagal ginjal stadium terminal
d)     Obat-obat tertentu, seperti litium (Duralith), fenitoin (Dilantin), atau alkohol.

3.        Patofisiologi
Diabetis insipidus berhubungan dengan insufisiensi ADH yang menimbulkan poliuria dan polidipsia. Ada tiga bentuk diabetes insipidus, yaitu: neurogenik, nefrogenik, dan psikogenik. Diabetes insipidus neurogenik atau sentral merupakan respons ADH yang tidak adekuat terhadap osmolaritas plasma dan terjadi ketika terdapat lesi organik pada hipotalamus, pedikulus infudibularis, atau hipofisis posterior yang secara parsial atau total menyekat sintesis, transportasi, atau pelepasan ADH. Ada banyak lesi organik yang dapat menyebabkan diabetes insipidus dan lesi tersebut meliputi tumor otak, hifofisektomi, aneurisma, trombosis, fraktur kranium, infeksi, serta gangguan imunologi. Diabetes insipidus neugenik memiliki awitan yang akut. Pada keadaan ini dapat terjadi sindrom tiga-fase, yang meliputi:
a)      Kehilangan progesif jaringan saraf dan peningkatan diuresis
b)      Diuresis normal
c)      Poliuria dan polidipsia yang merupakan manifestasi gangguan permanen pada kemampuan menyekresi ADH dengan jumlah yang memadai.
Diabetes insipidus nefrogenik disebabkan oleh respons renal yang tidak adekuat terhadapat ADH. Permeabilitas duktus pengumpulan terhadap air sebagai respons terhadap ADH tidak meningkat. Diabetes insipidus nefrogenik umumya berhubungan dengan gangguan dan obat-obatan yang merusak tubulus renal atau yang menghambat pembentukan cAMP (cyclic adenosine monophosphate) dalam tubulus tersebut sehingga aktivasi second messenger tidak terjadi. Gangguan yang menyebabkan diabetes insipidus nefrogenik meliputi pielonefritis, amiloidosis, uropati destruktif, penyakit polikistik, dan penyakit ginjal intrinsik. Obat-obat yang menyebabkan kondisi ini meliputi litium (Eskalith), obat anestesi umum, seperti metoksifluran dan demeklosiklin (Declomycin). Di samping itu, hipokalemia atau hiperkalasemia akan menggangu respons ginjal terhadap ADH. Bentuk genetik diabetes insipidus nefregenik adalah galur resesif yang berhubungan dengan kromosom X (X-linked recessive trail).
Diabetes insipidus psikogenik disebabkan oleh asupan cairan yang ektrem dan mungkin bersifat idiopatik atau berhubungan dengan psikosis ataupun sarkoidosis. Polidipsia dan poliuria yang diakibatkan akan mengeluarkan ADH lebih cepat daripada ADH yang dapat digantikan. Poliuria kronis dapat memengaruhi gradien konsentrasi pada medula renal sehingga pasien kehilangan kemampuan secara total atau parsial untuk memekatkan urine.
Terlepas penyebabnya, jumlah ADH yang tidak mencukupi akan segera menimbulkan ekskresi urine yang encer dengan jumlah besar dan akibatnya terjadi hiperosmolalitas plasma. Pada pasien yang sadar, akan terjadi stimulasi mekanisme rasa haus biasanya terhadap air yang dingin. Pada defisiensi ADH yang berat, haluaran urine dapat melebihi 12 L/hari dengan berat jenis yang rendah. Dehidrasi terjadi dengan cepat jika cairan yang hilang tidak diganti.

4.        Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala diabetes insipidus meliputi:
a)      Polidipsia (tanda utama)- asupan cairan 5 hingga 20L/hari
b)      Poliuria (tanda utama)- haluaran urine yang encer sebanyak 2 hingga 20 L dalam periode 24 jam
c)      Nokturia yang menimbulkan gangguan tidur dan rasa lelah
d)     Berat jenis urine yang rendah- kurang dari 1,006
e)      Demam
f)       Perubahan tingkat kesadaran
g)      Hipotensi
h)      Takikardi
i)        Sakit kepala dan gangguan penglihatan akibat gangguan elektrolit dan dehidrasi
j)        Rasa penuh pada abdomen, anoreksia, dan penurunan berat badan akibat konsumsi cairan yang hampir terus-menerus

5.        Gejala klinis
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak, dapat mencapai 5-10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1 001- 1 005 atau 50-200 m0smol/kg berat badan. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala- gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan pada mekanisme neuropy-pophyseal- renal reflex tersebut.
Selama pusat rasa haus pasien tetap utuh, konsentrasi zat- zat yang terlarut dalam cairan tubuh akan mendekati nilai normal. Bahaya baru timbul jika intake air tidak dapat mengimbangi pengeluaran urin yang ada dengan akibat pasien akan mengalami dehidrasi dan peningkatan konsentrasi zat- zat terlarut.

6.        Patogenesis
Secara patogenesis diabetes insipidus dibagi menjadi 2 jenis, yaitu diabetes insipidus sentral dan diabetes insipidus nefrogenik.
a)      Diabetes insipidus sentral
Diabetes insipidus sentral (DIS) disebabkan oleh kegagalan penglepasan hormon abti- diuretik ADH yang secara fisiologi dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Secara anatomis kelainan ini terjadi akibat kerusakan nukleus supraoptik, paraventrikular dan filiformis hipotalamus yang menyintesis ADH. Selain itu DIS juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan untuk sewaktu- waktu dilepaskan kedalam sirkulasi jika dibutuhkan.
Secara biokimiawi, DIS terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi merupakan ADH yang tidak dapat berfungsi sebagaimana ADH yang normal. Sintesis neurofisin suatu binding protein yang abnormal, juga dapat menggangu penglepasan ADH. Selain itu diduga terdapat pula DIS akibat adanya antibodi terhadap ADH. Karena pada pengukuran kadar ADH dalam serum secara radio immunoassay, yang menjadi marker bagi ADH adalah neurofisin yang secara fisiologis tidak berfungsi, maka ADH yang normal atau meningkat belum dapat memastikan bahwa fungsi ADH itu adalah normal atau diabetes insipidus yang di akibatkan oleh kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada hipptalamus anterior dan disebut verney’s osmoreceptor cells yang berada diluar sawar darah otak.
b)      Diabetes insipidus nefrogenik
Istilah diabetes insipidus nefrogenik (DIN) dipakai pada diabetes insipidus yang tidak responsif terhadap ADH eksogen. Secara fisiologis DIN dapat disebabkan oleh:
1)        Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradiens osmotik dalam medula renalis
2)        Kegagalan utilisasi gradient pada keadaan dimana ADH berada dalam jumlah yang cukup dan berfungsi normal

7.        Komplikasi
Komplikasi diabetes insipidus yang mungkin terjadi meliputi:
a)      Pelebaran traktus urinarius
b)      Dehidrasi berat
c)      Syok dan gagal ginjal jika dehidrasi berat

8.        Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada:
a)      Hasil urinalisis yang memperlihatkan urine yang hampir tidak berwarna dengan osmolaritas rendah (50 hingga 200 mOsm/kg yang lebih kecil daripada osmolaritas plasma) dan berat jenis yang rendah (kurang dari 1.005)
b)      Tes eliminasi air untuk mengidentifikasi defisiensi vasopresin yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal dalam memekatkan urine.

B.       ASUHAN KEPERAWATAN
1.        Pengkajian
a)        Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
                        
b) Riwayat Sakit dan Kesehatan
1.Keluhan utama
       Biasanya pasien merasa haus, pengeluaran air kemih yang berlebihan, sering keram dan lemas jika minum tidak banyak.
2.Riwayat penyakit saat ini
Pasien mengalami poliuria, polidipsia, nocturia, kelelahan, konstipasi
3.Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami Cidera otak, tumor, tuberculosis, aneurisma/penghambatan arteri menuju otak, hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormone antidiuretik, kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik kedalam aliran darah, kerusakan hipotalamus/kelenjar hipofisa akibat pembedahan dan beberapa bentuk ensefalitis, meningitis.
4.Riwayat penyakit keluarga
       Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan diabetes insipidus.
5.Pengkajian psiko-sosio-spiritual
       Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.

b) Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan diabetes insipidus meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (breath)
RR = 20 x/mnt, tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak memiliki riwayat asma dan suara nafas normal.
2.Kardiovaskular B2 (blood)
TD = 130/80 mmHg, nadi = 84 x/mnt, suhu = 36,5 oC, suara jantung vesikuler. Perfusi perifer baik, turgor kulit buruk, intake= <2500 cc/hr, output= 3000 cc/hr, IWL = 500 cc/hr, klien tampak gelisah.
3.Persyarafan B3 (brain)
Kadang pasien merasa pusing, bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6, pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik.
4.Perkemihan B4 (bladder)
Poliuria sangat encer ( 4- 30 liter ) dengan berat jenis 1.010
osmolalitas urin 50-150 mosmol/L


5.Pencernaan B5 (bowel)
Nafsu makan baik, tidak ada mual/muntah, BAB 2 x/hr pagi dan sore. Klien tidak ada sakit maag.
6.Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Mandi 2 x/hr pagi dan sore, kulit bersih, turgor kulit buruk, tidak ada nyeri otot dan persendian.

d)Data Laboratorium                                 
- osmolalitas urin 50-150 mosmol/L (n= 300-450 mosmol/L)
- osmolalitas plasma >295 mosmol/L (n= <290 mosmol/L)
- Urea N: <3 mg/dl.(normal= 3 - 7,5 mmol/L)
- Kreatinin serum: 75 IU/L. (n= <70 IU/L)
- Bilirubin direk: 0,08 mg/dl. (n= 0,1 - 0,3 mg/dl)
- Bilirubin total: 0,01 mg/dl. (n= 0,3 – 1 mg/dl)
- SGOT: 38 U/L. (n= 0 - 25 IU/L)
- SGPT: 18 U/L. (n= 0 - 25 IU/L)

2.        Diagnosa Keperawatan
a)      Kurangnya volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan ekskresi yang meningkat dan intake cairan yang tidak adekuat.
b)      Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan ketidakmampuan tubulus ginjal mengkonsentrasikan urine karena tidak terdapat ADH.
c)      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit, pengobatan dan perawatan diri.

3.        Intervensi
a)      Kurangnya volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan ekskresi yang meningkat dan intake cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam menyeimbangan masukan dan pengeluaran cairan
KH           : Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi ( turgor baik, mata tidak cowong)
TTV dalam batas normal (n =120/80mmHg).
No
Intervensi
Rasional
1
Pantau tanda-tanda dehidrasi
Untuk mengetahui tingkat dehidrasi
2
Pantau TTV
Memantau keadaan pasien
3
Berikan terapi cairan dengan mengganti vasopressin atau dengan penyuntikan intramuskuler ADH.
Menghindari dehidrasi
4
Anjurkan pasien untuk minum banyak (2000-2500 cc/hari)
Menghindari dehidrasi

b)      Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan ketidakmampuan tubulus ginjal mengkonsentrasikan urine karena tidak terdapat ADH.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam eliminasi urine pasien kembali normal
KH      : Eliminasi urine kembali normal (0,5-1 cc/kg BB/jam)
No
Intervensi
Rasional
1
Pantau eliminasi urine yang meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna dengan tepat.
Untuk mengetahui perubahan kondisi pasien

2
Berikan terapi vasopressin atau dengan penyuntikan intramuskuler ADH.
Untuk mengembalikan pola normal eliminasi urine.

3
Tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara menghentikan pemberian cairan selama 8-12 jam atau sampai terjadi penurunan BB.
Untuk mengetahui respon ginjal terhadap pemberian hormon ADH

c)      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit, pengobatan dan perawatan diri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pasien dapat mengetahui penyakitnya
KH      : Klien dapat mengungkapkan mengerti tentang proses penyakit dan mengikuti instrukasi yang diberikan secara akurat. Pengarahan obat-obatan, gejala untuk dilaporkan dan perlunya mendapatkan gelang waspada medis.
No
Intervensi
Rasional
1
Jelaskan konsep dasar proses penyakit.
Memberi pemahaman kepada pasien
2
Jelaskan pentingnya tindak lanjut rawat jalan yang teratur.
Agar pasien tahu pentingnya pemantauan penyakit

3
Jelaskan perlunya untuk menghindari obat yang dijual bebas.
Untuk menghindari semakin parahnya penyakit






BAB III

A.  KESIMPULAN
1.    Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan. Penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohy-pophyseal- renal reflek sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air.
2.    Penyebab diabetes insipidus meliputi: Gangguan yang didapat (akuisita), familial, idiopatik, neurogenik, atau nefrogenik, berkaitan dengan stroke, tumor hipotalamus atau hipofisis, dan trauma atau pembedahan kranial.
3.    Diabetis insipidus berhubungan dengan insufisiensi ADH yang menimbulkan poliuria dan polidipsia. Ada tiga bentuk diabetes insipidus, yaitu: neurogenik, nefrogenik, dan psikogenik.
4.    Tanda dan gejala diabetes insipidus meliputi: Polidipsia (tanda utama)- asupan cairan 5 hingga 20L/hari, poliuria (tanda utama)- haluaran urine yang encer sebanyak 2 hingga 20 L dalam periode 24 jam.
5.    Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak, dapat mencapai 5-10 liter sehari.
6.    Diabetes insipidus sentral (DIS) disebabkan oleh kegagalan penglepasan hormon abti- diuretik ADH yang secara fisiologi dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan.
7.    Komplikasi diabetes insipidus yang mungkin terjadi meliputi: pelebaran traktus urinariusdan dehidrasi berat
8.    Hasil urinalisis yang memperlihatkan urine yang hampir tidak berwarna dengan osmolaritas rendah (50 hingga 200 mOsm/kg yang lebih kecil daripada osmolaritas plasma) dan berat jenis yang rendah (kurang dari 1.005)




B.  SARAN
1.      Perawat harus memberikan rasa nyaman pada pasien agar pasien tidak mengalami nyeri.
2.      Perawat harus membantu pasien dalam memenuhi aktifitas kebutuhan sehari-hari
3.      Perawat harus memotivasi pasien agar pasien cepat sembuh dan tidak terpuruk dengan penyakitnya
4.      Perawat harus memjelaskan terkait dengan penyakit yang diderita oleh pasien pada pasien/keluarga




DAFTAR PUSTAKA


Mayer, dkk. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit EGC

Comments

Popular posts from this blog

Dialog dengan Pasien Isolasi Sosial (Menarik Diri)

Contoh dialog sesuai Satuan Pelaksana pada pasien gangguan jiwa dengan isolasi diri atau menarik diri : Menarik  D iri   (Isolasi Sosial) Prolog Disebuah ruang arjuna terdapat terdapat pasien gangguan jiwa bernama Ny. S. Pasien masuk rumah sakit jiwa karena pasien asyik dengan pikirannya sendiri, tidak memiliki teman dekat, tidak adanya kontak mata, tampak sedih, efek tumpul serta melakukan tindakan berulang yang tidak bermakna sama sekali. Pasien juga merasa ditolak oleh keluarganya sendiri sehingga membuatnya kesepian. Diagnosa keperawatan untuk pasien yaitu isolasi sosial. SP 1 : Pasien membina hubungan saling percaya,membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan hubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan. Perawat           : “ Assallamualaikum wr,wb ” Pasien              : (pasien hanya diam) Perawat           : “ Saya H saya senang dipanggil ibu Her… Saya perawat diruang maw

Dialog dengan Pasien Gangguan Jiwa Susaide SP 1

STRATEGI PELAKSANAAN SUSAIDE SP 1 A.       Kondisi klien Data Subjektif: 1.       Mengungkapkan keinginan bunuh diri 2.       Mengungkapkan keinginan untuk mati 3.       Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan 4.       Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga 5.       Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan 6.       Mengungkapkan adanya konflik interpersonal 7.       Mengungkapkan telah terjadi korban perilaku kekerasan saat kecil Data Objektif: 1.       Impulsif 2.       Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( biasanya menjadi sangat patuh) 3.       Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan penyalahgunaan alkohol) 4.       Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal) 5.       Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier) 6.       Status perkawinan yang tidak harmonis B.        Diagnosa keperawatan Risiko bunuh diri

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) A.   LATAR BELAKANG Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007). Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas orientasi realita , dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2006). Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau kehidup