Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Kanker Lambung
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Kanker
lambung terus berkembang di Amerika Serikat. Namun, ini masih menjadi masalah
serius dengan jumlah 14.700 kematian setiap tahunnya. Kebanyakan pada individu
usia lebih dari 40 tahun, dan kadang-kadang pada individu yang lebih muda.
Kebanyakan kanker lambung terjadi pada kurvatura kecil atau antrium lambung dan
adenokarsinoma. Insiden kanker lambung lebih banyak di jepang, yang telah
menyebabkan dilakukannya skrining massa untuk diagnosis awal di Negara ini. Dan
tampaknya menjadi faktor signifikan. Diet tinggi makanan asap dan buah-buahan
dan sayur-sayuran dapat meningkatkan risiko terhadap kanker lambung. Faktor lain yang berhubungan dengan
insiden kanker lambung mencakup inflamasi lambung, anemia pernisiosa, ulkus
lambung bakteri H.Pylori, dan keturunan. Prognosisnya kebanyakan pasien telah
mengalami metastase pada waktu didiagnosis.
BAB
II
ISI
A.
Pengertian
Kanker lambung adalah suatu
keganasan yang terjadi di lambung, sebagian besar adalalah dari jenis
adenokarsinoma. Jenis kanker lambung lainnya adalah lelomiosarkoma ( kanker
otot polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia lanjut.
Kurang dari 25% kanker tertentu terjadi pada orang di bawah usia 50 tahun (
Osteen, 2003). Kanker lambung pada pria merupakan keganasan terbanyak ketiga
setelah kanker paru dan kanker kolorektal, sedangkan pada wanita merupakan
peringkat keempat setelah kanker payudara, kanker serviks, dan kenker
kolorektal ( Christin, 1999).
Secara umum kanker lambung lebih
sering terjadi pada laki-laki dengan perbandingan 2:1 pada kanker kardia
lambung, insidensi pada laki-laki tujuh kali lebih banyak dari wanita. Kanker
lambung lebih sering terjadi pada usia 50-70 tahun sekitar 5% oasien kanker
lambung berusia kurang dari 30 tahun dan 1% kurang dari 30 tahun (Neugut,
1996).
B.
Prognosis
dan Stadium
Prognosis kanker lambung disesuaikan
dengan stadiumnya. Penilaian untuk menentukan stadium kanker lambung dilakukan
dengan menggunakan sistem TNM yang telah disepakati (Hassan,2009). Tabel 6.2
menggambarkan stadium patologis dari kanker lambung dengan menggunakan
penilaian sistem TNM.
Stadium kanker lambung dengan mengunakan sistem TNM.
Tumor
Primer
(T)
|
Kelenjar
Getah Bening (KGB)
Regional
(N)
|
Metastasis
Jauh
(M)
|
|||
Tis
|
Carcinoma in situ
tumor intraepitel
|
N0
|
Kelenjar getah bening
regional tidak terlibat.
|
M0
|
Tidak ada metastasis
jauh.
|
T1
|
Ekstensi tumor ke submukosa
|
N1
|
Metastasis pada 1-6
nodus limfe regional.
|
M1
|
Ada metastasis jauh.
|
T2
|
Ekstensi tumor ke
propia muscular dan serosa.
|
N2
|
Metastasis pada lobus
7-15 nodus limfe regional.
|
||
T3
|
Penetrasi ke serosa
|
N3
|
Metastasis pada
>15 nodus limfe regional.
|
||
T4
|
Invasi ke struktur
sekitar.
|
Pengelompokan stadium dan prediksi bertahan hidup.
Stadium
|
TNM
|
Bertahan hidup
setelah 5 tahun
|
||
Stadium 1
|
T1
|
N0
|
M0
|
85%
|
Stadium II
|
T1
|
N2
|
M0
|
65%
|
T2
|
N1
|
M0
|
||
T3
|
N0
|
M0
|
||
Stadium IIIa
|
T2
|
N2
|
M0
|
35%
|
T3
|
N1
|
M0
|
||
T4
|
N0
|
M0
|
||
Stadium IIIb
|
T3
|
N2
|
M0
|
35%
|
Stadium IV
|
T4
|
N 1-3
|
M0
|
5%
|
Setiap T
|
N3
|
M0
|
||
Setiap T
|
Setiap N
|
M1
|
C.
Etiologi
dan Patogenesis
Penyebab pasti dari kanker lambung
belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor predisposisi yang bisa meningkatkan
perkembangan kanker lambung, meliputi hal-hal sebagai berikut.
1.
Konsumsi makanan yang diasinkan, diasap,
atau yang diawetkan. Beberapa studi menjelaskan intake diet dari makanan yang
diasinkan menjadi faktor utama peningkatan kanker lambung. Kandungan garam yang
masuk ke dalam lambung akn memperlambat pengosongan lambung sehingga
memfasilitasi konversi golongan nitrat menjadi carcinogenic nitrosamines di
dalam lambung. Gabungan kondisi terlambatnya pengosongan asam lambung dan
peningkatan komposisi nitrosamines di dalam lambung memberikan konstribusi
terbentuknya kanker lambung (Yarbro,2005).
2.
Infeksi H.pylori adalah bakteri penyebab lebih dari 90% ulkus doudenum dan 80%
tukak lambung (Fuccio,2007). Bakteri ini menempel di permukaan dalam tukak
lambung melalui interaksi antara membran bakteri lektin dan oligosakarida
spesifik dari glikoprotein membran sel-sel epitel lambung (Fuccio, 2009).
Mekanisme utama bakteri ini dalam menginisiasi pembentukan luka adalah melalui
produksi racun VacA. Racun VacA bekerja dalam menghancurkan keutuhan sel-sel
tepi lambung melalui berbagai cara; di antaranya melalui pengubahan fungsi
endolisosom, peningkatan permeabilitas sel, pembentukan pori dalam membran
plasma, atau apoptosis (pengaktifan bunuh diri sel). Pada beberapa individu, H.
pyLori juga menginfeksi bagian badan lambug. Bila kondisi ini sering terjadi,
maka akan menghasilkan peradangan yang lebih luas yang tidak hanya mempengaruhi
ulkus di daerah badan lambung, tetapi juga meningkatkan risiko kanker lambung.
Peradangan di lendir lambung juga merupakan faktor risiko tipe khusus tumor
limfa (lymphatic neoplasm) di lambung, atau disebut dengan limfoma MALT (Mucosa
Associated Lymphoid Tissue). Infeksi H. pylori berperan penting dalam menjaga
kelangsungan tumor dengan menyebabkan dinding atrofi dan perubahan metaplastik
pada dinding lambung (Santacroce,2008).
3.
Sosioekonomi. Kondisi sosioekonomi yang rendah dilaporkan meningkatkan risiko
kanker lambung, namun tidak spesifik. Menurut hadil penelitian di Amerika
Serikat, kondisi sosioekonomi yang rendah dihubungkan dengan faktor-faktor
asupan diet, kondisi lingkungan miskin dengan sanitasi buruk. Berbagai kondisi
tersebut memfasilitasi transmisi infeksi H. pylori yang menjadi predisposisi
penting peningkatan terjadinya kanker lambug (Yarbro, 2005).
4.
Menginsumsi rokok dan alkohol. Pasien dengan konsumsi rokok lebih dari 30
batang sehari dan dikimbinasi dengan konsumsi alkohol kronik akan meningkat
risiko kanker lambung (Gonzalez, 2003).
5.
NSAIDs. Inflamasi polip lambung bisa terjadi pada pasien yang mengonsumsi
NSAIDs dalam jangka waktu yang lama dan hal ini ( polip lambung) dapat menjadi
prekursor kanker lambung. Kondisi polip lambung berulang akan meningkatkan
risiko kanker lambung ( Houghton, 2006).
6.
Faktor genetik. Sekitar 10% pasien yang mengalami kanker lambung memiliki
hubunga genetik. Walaupun masih belum sepenuhnya dipahami, tetepi adanya mutasi
dari gen E-cadherin terdeteksi pada 50% tipe kanker lambung. Adaya riwayat
keluarga amenia pernisosa dan polip adenomatus juga dihunbungkan dengan kondisi
genetik pada kanker lambung ( Bresciani, 2003).
7.
Anemia Pernisiosa. Kindisi ini nerupakan penyakit kronis dengan kegagalan
absorpsi kobalamin ( vitamin B12), disebabkan oleh kurangnya faktor instrinsik
sekresi lambung. Kombinasi anemia pernisiosa dengan infeksi H.pylori memberikan
konstribusi penting terbentuknya tumorigenesis pada dinding lambung
(Santacroce, 2008).
D.
Patofisiologi
Sekitar 95% kanker lambung adalah
jenis adenokarsinoma, dan 5%- nya bisa berupa limfoma, leimiosarkoma,
karsinoid, atau sarkoma. Menurut Fuccio. 2009, adenokarsinoma lambung terdiri
atas dua tipe, yaitu tipe intestinal ( tipe struktur glandular) dan tipe difus
( tipe infiltratif pada dinding lambung).
Dengan adanya kanker lambung, lesi
tersebut akan menginvasi muskulatis propia dan akan melakukan metastasis pada
kelenjar getah bening regiaonal. Lesi pada kanker lambung memberikan berbagai
macam keluhan yang timbul, gangguan dapat diradakan pada pasien biasanya jika
sudah pada fase orogesif, dimana berbagai kondisi akan muncul seperti dispepsia,
anoreksis, penurunnan BB , nyeri abdomen, konstipasi, anemia, mual serta
muntah. Kondisi ini akan memberikan berbagai masalah keperawatan.
E.
Gambaran
Klinis Kanker Lambung
Gejalanya
samar dan telah ada selama beberapa bulan.
Meliputi
:
1. Tidak
dapat mencerna
2. Ketidaknyamanan
epigastrik
3. Ras
penuh setelah makan
4. Nyeri
punggung
5. Muntah
setelah makan
6. Cepat
kenyang
7. Malaise
8. Kehilangan
nafsu makan
9. Disfagia
10. Hematemesis
F.
Peneriksaan
Radiografi
Dengan bubur barium, akan terdapat
gambaran yang khas pada sebagian besar kasus, dimana akan terlihat tumor dengan
permukaan yang erosive dan kasar pada bagian lambung.
CT Scan. Pemeriksaan ini dilakukan
sebagai evaluasi praoperatif dan untuk melihat stadium dengan system TNM dan
penyebaran ekstra lambung, yang penting untuk penentuan intervensi bedah
radikal dan pemberian informasi prabedah pada pada pasien.
Endoskopi dan Biopsi
Pemeriksaan
Endoskopi dan Biopsi sangat penting untuk mendiagnosa karsinoma lambung
terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan karsinoma lambung.
G.
Pengkajian
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis disesuaikan
dengan penentuan stadium (staging) dan pengelompokan stadium tumor. Intervensi
yang lazim dilakukan adalah tindakan endoskopi, kemoterapi, radioterapi, dan
intervensi bedah.
Pada polip lambung jinak, diangkat
dengan menggunakan endoskopi. Bila karsinoma ditemukan di lambung, pembedahan
biasanya dilakukan untuk mencoba menyembuhkannya. Sebagian besar atau semua
lambung di angkat (gastrektomi) dan kelenjar getah bening di dekatnya juga ikut
diangkat. Bila karsinoma telah menyebar diluar lambung, tujuan pengobatan yang
dilakukan adalah untuk mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup
pasien. Kemoterapi dan terapi penyinaran bisa meringankan gejala. Didapatkan
hasil kemoterapi dan terapi penyinaran pada limfoma lebih baik pada karsinoma.
Beberapa pasien dengan tingkat toleransi yang lebih baik akan bertahan hidup
lebih lama bahkan bisa sembuh total.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Pengkaian akan didapatkan sesuai
stadium kanker lambung. Keluhan anoreksia terjadi pada hampir semua pasien yang
mengalami kanker lambung. Keluhan gastrilointestinal yang lazim biasanya adalah
nyeri epigastrium, berat badan menurun dengan cepat, melena,dan anemia; pada
kondisi ini biasanya sudah ada metastasis dalam kelenjar getah bening,
regional, paru, otak, tulang,dan ovarium.
Pada pengkajian riwayat penyakit,
penting diketahui adanya penyakit yang pernah diderita seperti ulkus peeptikum
atau gastritis kronis yang disebabkan oleh infeksi. H.pylori. pengkajian pengkajian perilaku/ kebiasaan yang mendukung
peningkatan risiko penyakit ini, seperti konsumsi alkohol dan tembakau kronis,
konsumsi makanan yang diasinkan ( seperti daging bakar atau ikan asin). Perawat
juga mengkaji terdapatnya penurunan berat badan selama ada riwayat penyakit
tersebut.
Pengkajian psikososial biasanya
didapatkan adanya kecemasan berat setelah pasen mendapat informasi mengenai
kondisi kanker lambung. Perawat juga mengkaji pengetahuan pasien tentang
program pengobatan kanker; meliputi radiasi, kemoterapi,dan pembedahan
gastrektomi. Pengkajian tersebut memberikan inofomasi untuk merencanakan
tindakan yang sesuai dengan kondisi pasien.
Walaupun pemeriksaan fisik tidak
banyak membantu untuk menegakkan diagnosis, tetapi pada pemeriksaan
gastointestinal akan didapatka adanya anoreksia, penurunan berat badan,pasien
terlihat kurus.
Pengkajian diagnostik yang
diperlukan untuk kanker lambung adalah pemeriksaan radiografi, endoskopi
biopsi, sitologi, dan laboratorium klinik.
B.
Diagnosa
Keperawatan
1. Aktual/
risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kemampuan batuk
menurun, nyeri pasca bedah.
Aktual/risiko
ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk menuru, nyeri
pasca bedah.
Tujuan : dalam waktu
2x24 jam pembedahan gastrektomi, kebersihan jalan napas pasien tetap optimal.
Kriteria evaluasi :
1. Jalan
napas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan napas.
2. Suara
napas normal, tidak ada bunyi napas tambahan seperti stridor.
3. Tidak
ada penggunaan otot bantu pernapasan.
4. RR
dalam batas optimal 12-20 x/menit.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji dan monitor
jalan napas.
|
Deteksi awal untuk
interpretasi intervensi selanjutnya. Salah satu cara untuk mengetahui apakan
pasien bernapas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak tangan di atas
hidung dan mulut pasien, untuk marasan hembusan napas. Gerak toraks dan
diafragma tidak selalu menandakan pasien bernapas.
|
Beri oksigen 3 liter/
menit.
|
Pemberian oksigen
dilakukan pada fase awal pascabedah. Pemenuhan oksigen dapat membantu meningkatksn PaO2 di
cairan otak, yang akan memengaruhi pengaturan pernapasa.
|
Instruksikan pasien
untuk napas dan melakukan batuk efektif.
|
Pada pasien
pascabedah dengan tingkat toleransi yang baik, pernapasan diafrgma dapat
meningkatkan ekspansi paru. Berbagai tindakan dilskuksn untuk memperbesar
ekspansi dada dan pertukaran gas.
Sebagai contoh, minta
pasien untuk menguap atau melakukan inspirasi maksimal.
Batuk juga didorong
untuk melonggarkan sumbatan mucus. Bantu pasien mengatasi ketakutannya bahwa
ekskresi dari batuk dapat menyebabkan
insisi bedah akan terbuka.
|
Bersihkan secret pada
jalan napas dan lakukan suctioning apabilan
kemampuan mengevakuasi tidak efektif.
|
Kesulitan bernapas
dapat terjadi akibat secret lender yang berlebihan. Mengganti posisi pasien
dari satu sisi ke sisi lainnya memungkinkan cairan yang terkumpul untuk
keluar adri sisi mulut. Jika gigi pasien menutup, mulut dapat dibuka
hati-hati secara manual dengan spatel lidah yang di bungkus kassa.
Mucus yang menyumbat
atau trakea dihisap dengan ujung pengisap faringeal atau kateter nasal yang
dimasukkan ke dalam nasofaring atau orofaring.
|
Evaluasi dan monitor
kebersihan intervensi pembersihan jalan napas.
|
Apabila tingkat
toleransi pasien tidak optimal, lakukan kolaborasi dengan tim medic untuk
segera dilakukan terapi endoskopi atau pemasangan tamponade balon.
|
2. Aktual/
risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat.
risiko tinggi
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake makanan
tidak adekuat
tujuan : setelah 3x24
jam pada pasien non bedah dan setelah 7x24 jam pascabedah asupan nutrisi
dapat optimal dilakukan.
Kriteria evaluasi :
1. Pasien
dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
2. Terjadi
penurunan gejala refluks esophagus, meliputi odinofagia berkurang, RR dalam
batas normal 12-20 x/menit.
3. Berat
badan pada hari ketujuh pascabedah meningkat 0,5 kg.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Intervensi non bedah
:
1. Anjurkan
pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan seksama.
2. Evaluasi
adanya makanan dan kontraindikasi terhadap makanan.
3. Sajikan
makanan dengan cara yang menarik.
4. Fasilitasi
pasien memperoleh diet biasa yang disukai pasien ( sesuai indikasi).
5. Pantau
intake atau output , anjurkan untuk timbang berat badan secara periodic (
sekali seminggu).
6. Lakukan
dan anjurkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan
sesudah intervensi/ pemeriksaan peroral.
|
1. Agar
makanan dapat lewat dengan mudah ke lambung.
2. Beberapa
pasien mungkin mengatasi alergi terhadap beberapa komponen makanan tertentu
dann beberapa penyakit lain, seperti diabetes mellitus, hipertensi, Gout, dan
lainnya memberikan manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan yang akan
diberikan.
3. Membantu
merangsang nafsu makan.
4. Mempertimbangkan
keinginan individu dapat memperbaiki asupan nutrisi.
5. Berguna
mengatur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
6. Menurunkan
rasa tidak enak karena adanya sisa makanan atau bau obat yang dapat
merangsang pusat muntah.
|
Intervensi pascabedah
:
1. Kaji
kondisi dan toleransi gastrointestinal pascagastrektomi.
2. Lakukan
perawatan mulit.
3. Masukkan
10-20 ml cairan sodium klorida setiap sif melalui selang nasogastrik.
4. Berikan
nurtisi cair melalui selang nasogastrik atau atas instruksi medis.
5. Kolaborasi
dengan ahli gizi mengenai jenis nutrisi yang akan digunakan pasien.
6. Hindari
makan 3 jam sebelum tidur.
|
1. Parameter
penting adalah dengan melakukan auskultasi bising usus. Apabila didapatkan
bising usus artinya fungsi gastrointestinal sudah pulih setelah anestesi
umum.
2. Intervensi
ini untuk menurunkan risiko infeksi oral.
3. Pembersihan
ini selain untuk enjaga kepatenan selang nasogastrik juga untuk meningkatkan
penyembuhan pada area pascagastrektomi.
4. Pemberian
nutrisi cair dilakukan untuk memenuhi asupan nutrisi melelui
gastrointestinal. Pemberian nutrisi melalui nasogastrik harus dikolaborasikan
dengan tim medis yang merawat pasien.
5. Ahli
gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan
diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.
6. Intervensi
untuk mencegah terjadinya refluks.
|
3. Nyeri
berhubungan dengan iritasi mukosa esophagus, respons pembedahan.
Nyeri b.d. iritasi
mukosa lambung, respons pembedahan.
Tujuan : dalam waktu
7 x 24 jam pascabedah, nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi :
1. Secara
subjektif mengatakan nyeri berkurang atau teradaptasi.
2. Skala
nyeri 0-2 ( dari skala 0-4).
3. TTV
dalam batas normal, wajah terlihat rileks.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Jelaskan dan bantu
pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasive.
|
Pendekatan dengan
mengunakan relaksasi dan terapi nonfarmakologi telah menunjukkan keefektifan
dalam mengurangi nyeri.
|
Lakukan manajemen
nyeri.
1. Kaji
nyeri dengan pendekatan PQRST.
2. Istirahatkan
pasien pada saat nyeri muncul.
3. Anjurkan
teknik relaksasi napas dalam pada saat nyeri muncul.
4. Anjurkan
teknik distraksi pada saat nyeri.
5. Rawat
pasien diruang intensif.
6. Lakukan
manajemen sentuhan.
|
1. Pendekatan
PQRST dapat secara komprehensif menggali kondisi nyeri pasien. Apabila pasien
mengalami skala nyeri 3 ( dari skala 0-4) ini merupakan peringatan yang perlu
di waspadai karena merupakan manifestasi klinik dari komplikasi pascabedah
esofagektomi.
2. Istirahat,
secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
kebutuhan metabolisme basal.
3. Meningkatkan
asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
intestinal.
4. Distraksi
( pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulasi internal.
5. Untuk
mengontrol nyeri pasien harus dirawat di ruang intensif. Lingkungan tenang
akan menurunkan stimulus nyeri eksternal. Pembatasan pengunjung membantu
meningkatkan kondisi oksigen ruangan
yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.
Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer.
6. Manajemen
sentuhan pada saat nyeri – berupa sentuhan dukungan psikologis –dapat
membantu menurunkan nyeri.
|
Tingkatkan
pengetahuan pasien mengenai sebab-sebab nyeri dan mengembangkan berapa lama
nyeri akan berlangsung
|
Pengetahuan akan
membantu mengurangi nyeri dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien
terhadap rencana terapi.
|
Tindakan kolaborasi
Analgetik intravena
|
Analgetik diberikan
untuk membantu menghambat stimulus nyeri ke pusat persepsi nyeri di korteks
serebri sehingga nyeri dapat berkurang.
|
C.
Evaluasi
Kriteria
evaluasi yang di harapkan pada pasien kanker lambung setelah mendapat
intervensi keperawatan adalah sebagai berikut
1.
Terpenuhinya informasi
mengenai pemeriksaan diagnostik, intervensi kemoterapi, radiasi, dan keadaan
pembedahan.
2. Tidak
mengalami injuri dan komplikasi pascabedah.
3. Pasien
tidak mengalami penurunan berat badan.
4. Terjadi
penurunan respons nyeri.
5. Tidak
terjadi infeksi pascabedah.
6. Kecemasan
pasien berkurang.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kanker
lambung adalah suatu keganasan yang terjadi di lambung, sebagian besar adalalah
dari jenis adenokarsinoma. Jenis kanker lambung lainnya adalah lelomiosarkoma (
kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia
lanjut. Kurang dari 25% kanker tertentu terjadi pada orang di bawah usia 50
tahun ( Osteen, 2003).
Prognosis
dan Stadium :
Prognosis
kanker lambung disesuaikan dengan stadiumnya. Penilaian untuk menentukan
stadium kanker lambung dilakukan dengan menggunakan sistem TNM yang telah
disepakati (Hassan,2009).
Etiologi
dan faktor resiko:
Konsumsi
tinggi makanan yang di asinkan dan diasap atau makanan terkontaminasi dengan
aflatoksin telah dikaitkan dengan peningkatan insiden kanker lambung. Factor
resiko pekerjaan juga dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi pada kanker
lambung. Pekerja pada tambang batu bara, pabrik, perkebunan, pemprosesan karet,
kayu, dan asbes semua telah menunjukkan insiden lebih tinngi dari normal.
Daftar Pustaka
Muttaqin dan Sari.
2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: Salemba Medika
Suzanne dan Brenda.
2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC
Shirley. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta:
EGC
Comments
Post a Comment