Skip to main content

Askep Diare (Gastroenteritis)

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gastroenteritis


BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
  Penyakit gastroenteritis atau diare merupakan salah satu penyakit penting karena sering dialami masyarakat dan menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian, terutama pada anak – anak di neara miskin. Hal ini tercermin dari banyaknya pasien gastroenteritis yang keluar masuk rumah sakit.
Sampai saat ini, penyakit diare(gastroenteritis) masih menjadi masalah kesehatan di indonesia terutama pada anak – anak. Pada masa anak-anak diare sangat rentan terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor terutama dari sanitasi, melemahnya imunitas, dan faktor sosial ekonomi. Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak balita (anak dibawah 5tahun) di negara berkembang. Penyebab utama kematian karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya.(Sodikin, 2011)
Dari daftar urutan penyebab kunjungan puskesmas balai pengobatan, Diare hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama ke puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar 200 – 400 kejadian diare antara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70 – 80%) dari penderita ini adalah anak dibawah umur 5 tahun (± 40 juta kejadian). Kelompok ini setiap tahunnya mengalami lebih dari satu kali kejadian diare. Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh ke dalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal.(Sudaryat, 2007)
Oleh sebab itu, pemerintah harus meningkatkan mutu dan kualitas sarana serta pelayanan kesehatan yang baik dan memadai. Tenaga - tenaga kesehatan juga harus memberikan pendidikan kesehatan kepada semua warga masyarakat tentang bahaya penyakit gastroenteroenteris ini. Peran keluarga dan warga sekitarnya juga sangat berpengaruh untuk menekan munculnya penyakit ini, karena dari lingkungan keluargalah pola hidup seseorang terbentuk. Dengan pola hidup sehat dan bersih, maka kita dapat terhindar dari penyakit gastroenteritis.



B.  TUJUAN
1.      Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien gastroenteritis

2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan tentang  pengertian dari gastroenteritis
b.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan tentang  etiologi dari  gastroenteritis
c.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan tentang  manifestasi dari gastroenteritis
d.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan tentang  Patogenesis dari gastroenteritis
e.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan tentang  macam – macam  gastroenteritis
f.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan tentang patofisiologi dari gastroenteritis
g.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan tentang pathway dari gastroenteritis
h.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan tentang  pemeriksaan penunjang dari gastroenteritis
i.        Mahasiswa mampu mendeskripsikan tentang  pentalaksanaan dari gastroenteritis
j.        Mahasiswa mampu menjelaskan tentang komplikasi dari gastroenteritis
k.      Mahasiswa mampu menjelaskan tentang asuhan keperawatan dari gastroenteritis















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.  Definisi Gastroenteritis
Menurut Muhamad Ardiansyah , dalam  buku  medikal bedah (2012) gastroenteritis adalah radang pada lambung dan  usus yang memberikan gejaladiare, dengan atau tanpa disertai muntah, dan sering kali disertai peningkatan suhu  tubuh. Diare  yang dimaksudkan di sini adalah buang air besar berkali – kali ( lebih dari empat kali), bentuk feses cair, dan dapat disertai dengan darah atau lendir. Selain itu, dalam buku medikal bedah pengertian gastroenteritis yang lain adalah:
1.    Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung  dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah  (Sowden et al ,1996)
2.    Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bermacam – macam bakteri, virus, dan parasit yang patogen (Whaley dan wong, 1995)
3.    Gastroenteritis adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya, berbentuk cairan atau setengah cair, dan dapat disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer et al, 1999)
4.    Gastroenteritis adalah buang air besar yang encer atau cair lebih dari tiga kali sehari ( WHO, 1980)
B.  Etiologi  Diare
Penyebab diare menurut Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1985) adalah:
a.       Faktor infeksi
                                            i.            Infeksi enteral
Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. Hystolytica, G. Lamblia, T. Hominis) dan jamur ( C. Albicans)
                                          ii.            Infeksi parenteral
Merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti : otitis media akut, tonsilitas, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
b.      Infeksi oleh virus
c.       Faktor Malabsorbsi
i.                    Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa), monosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan sering ialah intoleransi laktosa
ii.                  Malabsorbsi lemak
iii.                Malabsorbsi protein
d.      Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
e.       Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang, dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

C.  Manifestasi Klinis
Menurut  Muhamad Ardiansyah (2012) manifestasi klinis pada penderita gastroenteritis  adalah sebagai berikut:
1.    Perut mulas dan gelisah, suhu tubuh meningkat
2.    Muntah – muntah
3.    Demam
4.    Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai mual dan muntah
5.    Warna tinja berubah menjadi kehijau – hijauan karena bercampur dengan empedu.
6.    Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya defekasi
7.    Terdapat tanda dan gejala dehidrasi
8.    Diuresis berkurang
9.        Turgor kulit jelek
10.    Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda – tanda denyut nadi cepat ( > 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur
11.    Aritmia jantung karena kerusakan kalium
12.    Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria / anuria. Bila keadaan tidak segera diatasi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

D.  Patogenesis Gastroenteritis
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1985) mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya Gastroenteritis adalah:
1.    Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2.    Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolik ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3.    Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tunbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

E.  Macam – macam Gastroenteritis
Macam – macam Gastroenteritis  menurut Muhammad Ardiansyah (2012) adalah:
1.      Penggolongan diare menurut tingkat dehidrasinya:
a.       Dehidrasi ringan
Dehidrasi ringan terjadi jika tubuh kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan, dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, dan pasien belum menalami shock
b.      Dehidrasi sedang
Dehidrasi sedang terjadi jika tubuh kehilangan cairan 5-8% dari berat badan, dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, denyut nadi cepat, dan pasien masuk tahap preshock
c.       Dehidrasi berat
Dehidrasi berat terjadi jika tubuh kehilangan cairan 8-10% dari berat badan, dengan gambaran klinik seperti tanda – tanda dehidrasi sedang, ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot – otot kaku sampai sianosis (warna kebiru – biruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi).
2.      Penggolongan Gastroenteritis sesuai tingkat keparahannya:
a.       Diare akut
Diare akut adalah diare yang serangannya tiba – tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut ini biasanya diakibatkan oleh infeksi dan dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi dua yaitu:
i.     Diare noninflamasi
Diare ini disebabkan oleh enterotoksin dan menyebabkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun tidak merusak mukosa. Toksin ini meninkatkan kadar siklik AMP didalam sel, menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti air, ionkarbonat, kation natrium, dan kalium. Keluhan pada abdomen jarang terjadi atau bahkan tidak ada sama sekali. Dehidrasi cepat terjadi apabila pasien tidak segera mendapat cairan penggantian. Tidak ditemukan leukosit pada pemeriksaan feses rutin.
ii.   Diare inflamasi
Diare inflamasi adalah diare yang disebabkan infeksi bakteri dan pengeluaran sitotoksin dikolon. Gejala klinis yang muncul diantaranya mulas sampai nyeri, seperti kolik, mual, muntah, demam,tenesmus (keinginan untuk terus buang air besar), serta gejala dan tanda – tanda dehidrasi. Secara makroskopi, terdapat lendir dan darah pada feses harian dan secara mikroskopis terdapat sel leukosit polimorfonuklear.
b.      Diare kronis
Diare kronis adalah diare yang berlansung lebih 14 hari.Mekanisme terjadinya diare akut maupun kronis dapat dibagi menjadi empat yaitu:
i.     Diare sekresi
Diare sekresi adalah diare dengan volume feses yang banyak. Diare jenis ini biasanya disebabkan oleh gangguan transport elektrolik akibat peningkatan produksi dan sekresi air serta elektrolit, namun kemampuan absorbsi mukosa usus ke dalam lumen usus menurun. Penyebabnya adalah toksin bakteri (seperti toksin kolera), pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, laksatif nonosmotik, dan hormon intestinal
ii.   Diare osmotik
Diare osmotik terjadi bila terdapat partikel yang tidak dapat diabsorbsi, sehingga osmolaritas lumen meningkat dan air tertarik dari plasma ke lumen usus. Akibatnya, terjadilah diare.
iii.  Diare eksudat
Peradanan inflamasi akan menakibatkan kerusakan mukosa, baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudat ini dapat terjadi akibat infeksi bakteri maupun noninfeksi.
iv.  Diare kelompok lain
Diare kelompok lain biasanya lain biasanya akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit makanan atau minuman di usus menjadi lebih cepat. Saat pasien mengalami tirotoksikosis (hiperfungsi kelenjar tiroid), sindrom iritasi usus, atau diabetes melitus, juga dapat memicu terjadinya diare.
F.   Patofisiologi Diare
   Spesies bakteri tertentu menghasilkan eksotoksin yang mengganggu absorbsi usus dan dapat menimbulkan sekresi berlebihan dari air dan elektrolit. Ini termasuk baik enterotoksin kolera dan E. Coli. Spesies E. Coli lain, beberapa Shigella dan salmonella melakukan penetrasi mukosa usus kecil atau kolon dan menimbulkan ulserasi mikroskopis. Muntah dan diare dapat menyusul keracunan makanan non bakteri. Diare dan muntah merupakan gambaran penting yang mengarah pada dehidrasi, akibat kehilangan cairan ekstrvaskuler dan ketidakseimbangan elektrolit. Keseimbangan asam basa terpengaruh mengarah pada asidosis akibat kehilangan natrium dan kalium dan ini tercermin dengan pernafasan yang cepat( Sacharin, R.M, 1996).
   Patogen usus menyebabkan sakit dengan menginfeksi mukosa usus, memproduksi enterotoksin, memproduksi sitotoksin dan menyebabkan perlengketan mukosa yang disertai dengan kerusakan di menbran mikrovili. Organisme yang menginfeksi sel epitel dan lamina propria menimbulkan suatu reaksi radang local yang hebat. Enterotoksin menyebabkan sekresi elektrolit dan air dengan merangsang adenosine monofosfat siklik di sel mukosa usus halus. Sitotoksin memicu peradangan dari sel yang cedera serta meluaskan zat mediator radang. Perlengketan mukosa menyebabkan cedera mikrivili dan peradangan sel bulat di lamina propria.  Bakteri yang tumbuh berlebihan di usus halus juga mengganggu mukosa usus. Bakteri menghasilkan enzim dan hasil metabolisme untuk menghancurkan enzim glikoprotein pada tepi bersilia dan menggangggu pengangkutan monosakarida dan elektrolit. Cedera vili menyebabkan lesi mukosa di sana sini yang disertai dengan segmen atrofi vili subtotal dan respon radang subepitel yang mencolok(Wahab, A Samih, 2000).
   Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan factor di antaranya pertama factor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan system transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat (A. Aziz, 2006).
   Factor malabsorpsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi diare.Factor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik.Sehingga terjadi peningkatan peristaltic usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makan yang kemudian menyebabkan diare. Fakor psikologis dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltic usus yang akhirnya mempengeruhi proses penyerapan makanan (A. Aziz, 2006).

G. Pathway
Pathway terlampir

H.  Pemeriksaan penunjang
1.        Pemeriksaan feses:
a.     Makroskopik dan mikroskopik
b.    Biakan kuman
c.    Tes resitensi terhadap berbagai antibiotika
d.   Ph dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa
2.    Pemeriksaan darah:
d.      Darah lengkap
e.       Pemeriksaan elektrolit, pH dan cadangan alkali (jika dengan pemberian RL i.v. masih terdapat asidosis)
f.       Kadar ureum (untuk mengetahui adanya gangguan faal ginjal)
3. Intubasi duodenal : pada diare kronik untuk mencari kuman penyebab.
(Sumber : Sudaryat Suraatmaja, 2007)

I.     Penatalaksanaan
1.      Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat yaitu:
a.         Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan Ringger Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah cairannya rendah bila dibandingkan kadar kalium tinja.
b.         Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai jumlah cairan yang keluar dari badan.
Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:
1)      Rasa haus atau muntah = 1
2)      BP sitolik 60-90 mmHg = 1
3)      BP sistolik <60 mmHg = 2
4)      Frekuensi nadi >120 x/menit = 1
5)      Kesadaran apatis = 1
6)      Kesadaran somnolen, sopor atau koma = 2
7)      Frekuensi nafas >30 x/menit = 1
8)      Facies clolerica = 2
9)      Vox cholerica = 2
10)  Turgon kulit menurun =1
11)  Washer womwn’s hand = 1
12)  Ekremitas dingin = 1
13)  Sianosis = 2
14)  Usia 50-60 tahun = 1
15)  Usia >60 tahun = 2
Kebutuhan cairan = Skor/15 x 10% x kgBB x 1 ltr
c.       Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena.
d.      Jadwal rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin.

2.      Tata kerja terarah untuk mengindentifikasi penyebab infeksi
Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan keadaan klinis diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja disertai dengan pemeriksaan urine lenkap dan tinja lengkap.
Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
a.       Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.
b.      Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental kadang darah.

3.      Memberikan terapi simptomatik
                 Terapi simptomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan          keuntungannya. Antimotilitas usus seperti loperamid akan memperburuk diare yang diakibatkan oleh bakteri entero – invasif karena memperpanjang waktu kontak bakteri dengan epitel usus yang seyogyanya cepat dieliminasi.
Menurut Suharyono (1994) terapi simptomatik meliputi :
a.              Obat – obat diare : obat yang khasiat menghentikan diare secara cepat  seperti antispasmodik atau  spasmolitik atau opium (papeverin, Extractum Beladona, loperamid, kodein, dan sebagainya) justru akan memperburuk keadaan karena akan menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya perlipatgandaan (overgrowth) bakteri, gangguan digesti dan absorpsi.
Obat-obat ini hanya berkhasiat untuk menghentikan peristaltik saja, tetapi justru akibatnya sangat berbahaya karena baik si pemberi obat maupun penderita akan terkelabui. Diarenya terlihat tidak ada lagi tetapi perut akan bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat yang akhirnya dapat berakibat fatal untuk penderita.
b.             Adsorbents : Obat-obat adsorbents seperti kaolin, pektin, charcoal (norit, tabonal), bismuth subbikarbonat dan sebagainya, telah dibuktikan tidak ada manfaatnya.
c.              Stimulans : Obat-obat stimulans seperti adrenalin, nikotinamide dan sebagainya tidak akan memperbaiki renjatan atau dehidrasi karena penyebab dehidrasi ini adalah kehilangan cairan (hipovolemik syok) sehingga pengobatan yang paling tepat adalah pemberian cairan secepatnya.
d.             Antiemetik : Obat antiemetik seperti chlorpromazine (largactil) terbukti selain mencegah muntah juga dapat mengurangi sekresi dan kehilangan cairan bersama tinja. Pemberian dalam dosis adekuat (sampai dengan 1 mg/kgbb/hari) kiranya cukup bermanfaat.
e.              Antipiretik : Obat antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin) dalam dosis rendah (25 mg/tahun/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan panas yang terjadi sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi penyerta, juga mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja.
4.      Memberikan terapi definitif
Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
a.       Kolera-eltor: Tetrasiklin atau Kontrimoksasol atau Kloramfenikol
b.      V. Parahaemolyticus, E. Coli, tidak memerlukan terapi spesifik
c.       Aureus: Kloramfenikol
d.      Salmonellosis: Ampisilin atau Kontrimoksasol atau golongan Quinolon
e.       Shigellosis: Ampisilin atau Kloramfenikol
f.       Helicobacter: Eritromisin
g.      Amebiasis: Metronidazol atau Trinidazol atau Secnidazol
h.      Giardiasis: Quinacrine tau Chloroquineitiform atau metronidazol
i.        Balantidiasis: Tetrasikln
j.        Candidiasis: Mycostatin
k.      Virus: simtomatik dan suportif

J.    Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
    a. Dehidrasi ringan:
                             i.     hilang cairan 2-5% BB (2 liter)
                           ii.     turgor kurang
                         iii.     suara sesak
   b. Dehidrasi sedang:
                             i.     hilang cairan 5-8% BB (4 liter)
                           ii.     turgor jelek
                         iii.     suara sesak
                         iv.     nadi cepat
                           v.     tensi turunn
                         vi.     respirasi cepat dan dalam
   c. Dehidrasi berat
                             i.     hilang cairan 8-10% ( 6 liter)
                           ii.     kesadaran menurun yaitu apatis atau koma
                         iii.     otot-otot jadi tegang
                         iv.     tensi turun sampai 10 mmHg
          d. Dehidrasi hipertonik yaitu hilangnya air lebih banyak dari natrium. Ditandai dengan tingginya kadar natrium serum(lebih dari 145 mmol/liter) dan peningkataosmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/liter).
   e. Dehidrasi isotonik yaitu hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama.Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol/liter).
   f. Dehidrasi hipotonik yaitu hilangnya natrium yang lebih banyak dari pada air.Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/liter).
     2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram)
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
                        6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
     7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.
(Sumber : Arita Murwani, 2011)


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.  Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisis data, dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, dan pemeriksaan fisik. Sementara pengkajian data menurut Cyndi Smith Greenberg dalam buku Medikal Bedah Untuk Mahasiswa karya Muhammad Ardiansyah (2012) adalah:
1.      Identitas pasien, meliputi nama lengkap, tempat tinggal, umur, asal suku, bangsa, dan pekerjaan orang tua.
2.      Riwayat keperawatan.
3.      Awal serangan, misalnya awalnya anak cengeng, geelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia, dan kemudian timbul diare
4.      Keluhan utama, feses semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolik terjadi gejala dehidrasi, serta berat badan menurun. Pada bayi ubun – ubun menjadi besar dan cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekuensi bab lebih dari 4 kali sehari dengan konsistensi yang encer.
5.      Riwayat penyakit sekarang
a.           Suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan timbul diare
b.          Feses cair, mungkin disertai lendir atau darah
c.           Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet, karena sering defekasi
d.          Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare
e.           Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak
f.           Deuresis, yaitu terjadinya oliguria ( kurang 1 ml/kgBB/jam) bila terjadi dehidrasi
6.      Riwayat kesehatan masa lalu
a.           Riwayat penyakit yang diderita
b.          Riwayat pemberian imunisasi
c.           Alergi terhadap makanan/obat – obatan (antibiotik)
7.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
8.      Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
9.      Kebutuhan dasar
a.           Pola eliminasi akan mengalami perubahan, yaitu pasien buang air besar lebih dari 4 kali sehari, sementara aktivitas buang air kecil sedikit atau jarang.
b.          Pola nutrisi diawali dengan mual, muntah, dan anopreksia, sehingga menyebabkan penurunan berat badan pasien,
c.           Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d.          Pola higienitas, diare sangat dipengaruhi kebiasaan mandi setiap harinya
e.           Aktivitas pasien akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen
10.  Pemeriksaan fisik
a.           Pemeriksaan psikologis
i.          Keadaan umum tampak lemah
ii.        Kebutuhan composmetris sampai koma
iii.      Suhu tubuh tinggi
iv.      Nadi cepat dan lemah
v.        Pernapasan agak cepat
b.          Pemeriksaan sistemik
i.          Inspeksi: mata cekung, ubun – ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, dan anus kemerahan.
ii.        Perkusi : adanya distensi abdomen
iii.      Palpasi : turgor kulit kurang elastis
iv.      Auskultasi : terdengarnya bising usus
c.           Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang
Anak yang sedang diare akan mengalami gangguan, karena anak dehidrasi  sehingga berat badan menurun.
d.          Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tinja, pemeriksaan darah lengkap, dan duodenum intubation, yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatif dan kualitatif.
B.  Diagnosa Keperawatan
   Dalam NANDA 2009 kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul untuk diare adalah:
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan output
2.      Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output yang berlebih
3.      Resiko kerusakan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekuensi BAB (diare).

4.      Diare berhubungan dengan peningkatan frekuensi BAB cair.

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhammad. 2012.Medikal Bedah Untuk Mahasiswa.Jogyakarta : Diva Press
Donna L. Wong et al, 2009. Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2006. Pengantar ilmu keperawatan anak 2. Jakarta : Salemba Medika
Mansjoer, Arief et al. 2000. Fakultas Kedokteran UI Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3 Jillid 2  Jakarta : Media Aesculapius
Murwani, Arita. 2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Yogyakarta: Gosyen Publishing
NANDA International.2009. Diagnosa Keperawatan NANDA 2009-2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nursalam et al, 2005 Asuhan keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Rosa M. Sacharin. 1996. Principles of Paediatric Nursing. (terjemahan). Jakarta:Penerbit buku Kedokteran EGC.
Samih Wahab. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta.: Peneribit buku Kedokteran EGC.
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan anak Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier.Jakarta : Salemba Medika
Soegijanto, Soegeng. 2002. Ilmu Penyakit Anak. Jakarta : Salemba Medika 
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1,     Infomedika, Jakarta.
Suharyono.1994. Gastroenterologi Anak Praktis.Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Suraatmaja, Sudaryat. 2007. Kapita  Selekta Gastroenterologi anak. Denpasar : Sagung Seto



Comments

Popular posts from this blog

Dialog dengan Pasien Isolasi Sosial (Menarik Diri)

Contoh dialog sesuai Satuan Pelaksana pada pasien gangguan jiwa dengan isolasi diri atau menarik diri : Menarik  D iri   (Isolasi Sosial) Prolog Disebuah ruang arjuna terdapat terdapat pasien gangguan jiwa bernama Ny. S. Pasien masuk rumah sakit jiwa karena pasien asyik dengan pikirannya sendiri, tidak memiliki teman dekat, tidak adanya kontak mata, tampak sedih, efek tumpul serta melakukan tindakan berulang yang tidak bermakna sama sekali. Pasien juga merasa ditolak oleh keluarganya sendiri sehingga membuatnya kesepian. Diagnosa keperawatan untuk pasien yaitu isolasi sosial. SP 1 : Pasien membina hubungan saling percaya,membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan hubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan. Perawat           : “ Assallamualaikum wr,wb ” Pasien              : (pasien hanya diam) Perawat           : “ Saya H saya senang dipanggil ibu Her… Saya perawat diruang maw

Dialog dengan Pasien Gangguan Jiwa Susaide SP 1

STRATEGI PELAKSANAAN SUSAIDE SP 1 A.       Kondisi klien Data Subjektif: 1.       Mengungkapkan keinginan bunuh diri 2.       Mengungkapkan keinginan untuk mati 3.       Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan 4.       Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga 5.       Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan 6.       Mengungkapkan adanya konflik interpersonal 7.       Mengungkapkan telah terjadi korban perilaku kekerasan saat kecil Data Objektif: 1.       Impulsif 2.       Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( biasanya menjadi sangat patuh) 3.       Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan penyalahgunaan alkohol) 4.       Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal) 5.       Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier) 6.       Status perkawinan yang tidak harmonis B.        Diagnosa keperawatan Risiko bunuh diri

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) A.   LATAR BELAKANG Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007). Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas orientasi realita , dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2006). Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau kehidup