Skip to main content

Askep Diabetik Nefropati

BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Nefropati Diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang merupakan penyebab utama gagal ginjal di Eropa dan USA.Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek  insulin (eksogen  pada  IDDM  dan  endogen  pada  NIDDM)  yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih sensitive terhadap pengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen,dan mungkin inilah yang dapat menerangkan mengapa pada diabetes yang tidak terkendali tekanan intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.
Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat dibedakan dalam 5 tahap:
1.      Stadium I (Hyperfiltration-Hypertropy Stage)
2.      Stadium II (Silent Stage)
3.      Stadium III (Incipient Nephropathy Stage)
4.      Stadium IV (OvertNephroathyStage)
5.      Stadium V (End Stage Renal Failure) 

B.  TUJUAN
1.    Tujuan Umum
a.       Mahasiswa mampu menjelaskan diabetik nefropati
2.    Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengertian diabetik nefropati
b.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan patofisiologi diabetik nefropati
c.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan manifestasi klinis diabetik nefropati
d.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan evaluasi diagnostik diabetik nefropati
e.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan penatalaksanaan medis diabetik nefropati
f.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan terapi radiasi diabetik nefropati
g.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan operasi:laringektomi diabetik nefropati
h.      Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada diabetik nefropati


BAB II

A.      TINJAUAN PUSTAKA
1.        DEFINISI Diabetik Nefropati
Nefropati Diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang merupakan penyebab utama gagal ginjal di Eropa dan USA. Ada 5 fase Nefropati Diabetika. Fase I, adalah hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR, AER (albumin ekretion rate) dan hipertropi ginjal. Fase II ekresi albumin relative normal (<30mg/24j) pada beberapa penderita mungkin masih terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih tinggi dalam berkembang menjadi Nefropati Diabetik. Fase III, terdapat mikro albuminuria (30-300mg/24j). Fase IV, Difstick positif proteinuria, ekresi albumin >300mg/24j, pada fase ini terjadi penurunan GFR dan hipertensi biasanya terdapat. Fase V merupakan End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa biasanya dimulai ketika GFRnya sudah turun sampai 15ml/mnt.

2.        ETIOLOGI Diabetik Nefropati
Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari penyakit  DM  dipercaya  paling  banyak  menyebabkan  secara  langsung terjadinya  Nefropati  Diabetika.  Hipertensi  yang  tak  terkontrol  dapat meningkatkan progresifitas untuk mencapai fase Nefropati Diabetika yang lebih tinggi (Fase V Nefropati Diabetika).

3.        FAKTOR RESIKO Diabetik Nefropati
Tidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan Nefropati Diabetika. Dari studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor resiko antara lain:
a.     Hipertensi dan prediposisi genetika
b.    Kepekaan (susceptibility) Nefropati Diabetika
1).  Antigen HLA (human leukosit antigen) Beberapa  penelitian  menemukan  hubungan  Faktor genetika  tipe  antigen  HLA  dengan  kejadian  Nefropati Diabetik. Kelompok penderita diabetes dengan nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-B9.
2). Glukose trasporter (GLUT) Setiap  penderita  DM  yang  mempunyai  GLUT    1-5mempunyai potensi untuk mendapat Nefropati Diabetik.
c.     Hiperglikemia
d.    Konsumsi protein hewani

4.        PATOFISIOLOGI Diabetik Nefropati
Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek  insulin (eksogen  pada  IDDM  dan  endogen  pada  NIDDM)  yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih sensitive terhadap pengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen,dan mungkin inilah yang dapat menerangkan mengapa pada diabetes yang tidak terkendali tekanan intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.

5.        GAMBARAN KLINIK Diabetik Nefropati
Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat dibedakan dalam 5 tahap:
a.     Stadium I (Hyperfiltration-Hypertropy Stage)
Secara klinik pada tahap ini akan dijumpai:
Hiperfiltrasi: meningkatnya laju filtrasi glomerules mencapai 20 50% diatas niali normal menurut usia. Hipertrofi ginjal, yang dapat dilihat melaui foto sinar x. Glukosuria disertai poliuria. Mikroalbuminuria lebih dari 20 dan kurang dari 200 ug/min.
b.    Stadium II (Silent Stage)
Ditandai dengan: Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (<20ug/min). Sebagian penderita menunjukan penurunan laju filtrasi glomerulus ke normal. Awal kerusakan struktur ginjal
c.     Stadium III (Incipient Nephropathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan: Awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang selanjutnya mulai menurun Mikroalbuminuria 20  sampai200ug/min  yang  setara  dengan eksresi protein 30-300mg/24j.Awal Hipertensi.
d.    Stadium IV (OvertNephroathyStage)
Stadium ini ditandai dengan: Proteinuria menetap(>0,5gr/24j). Hipertensi. Penurunan laju filtrasi glomerulus.
e.     Stadium V (End Stage Renal Failure)
Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai fibrosis ginjal.Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk sampai pada stadium IV dan 5-7tahun kemudian akan sampai stadiumV. Ada  perbedaan  gambaran  klinik  dan  patofisiologi  Nefropati Diabetika antara diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan tipe II (NIDDM). Mikroalbuminuria  seringkali  dijumpai  pada  NIDDM  saat  diagnosis ditegakkan dan keadaan ini serigkali reversibel dengan perbaikan status metaboliknya. Adanya mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan prognosis yang buruk.

6.        KOMPLIKASI Diabetik Nefropati
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
a.       Hipoglikemia (dari penurunan ekskresi insulin)
b.      Cepat maju gagal ginjal kronis
c.       Stadium akhir penyakit ginjal
d.      Hiperkalemia
e.       Parah hipertensi
f.       Komplikasi dari hemodialisis
g.      Komplikasi dari transplantasi ginjal
h.      Koeksistensi komplikasi diabetes lainnya
i.        Peritonitis (jika dialisis peritoneal digunakan)
Peningkatan infeksi

B.       ASUHAN KEPERAWATAN Diabetik Nefropati
1.         Pengkajian
a.       Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetik Nefropati dilakukan mulai dari pengumpulan data yg meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan se hari- hari

Hal yg perlu dikaji :
a.) Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, ganggaun istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas & koma.
b.) Sirkulasi: Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
c.) Eliminasi: Poliuri, nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat
d.) Nutrisi: Nausea, vomitus, BB menurun, turgor kulit jelek.
e.) Neuro sensori: Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f.) Nyeri: Pembengkakan perut, meringis.
g.) Respirasi: Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h.) Keamanan: Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i.) Seksualitas: Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan teradi  impoten pada pria.

b.         Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yaitu :
1)      Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan  diuresis osmotik.
2)      Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral.
3)      Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
4)      Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa atau insulin dan atau elektrolit.
5)      Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

c.         Intervensi
a.Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan: Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dlm batas normal.
Intervensi :
1.) Pantau TTV.
Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2.) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat.
3.) Pantau masukan dan keluaran.
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
4.) Timbang BB stp hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yg terbaik dari status cairan yg sedang  berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5.) Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional : Tipe dan jalan dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.

b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan :- Mencerna jumlah kalori atau nutrien yg tepat
- Menunjukkan tingkat energi biasanya
- BB stabil atau bertambah.
Intervensi :
1.) Tentukan program diet & pola makan pasien & bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan & penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
2.) Timbang BB stp hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya).
3.) Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki termasuk kebutuhan etnik atau kultural.
Rasional : Jika makanan yg disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
4.) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien.
5.) Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karnanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.


c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
Tujuan :
- Mengidentifikasi intervensi utk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
- Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi :
1). Observasi tanda- tanda infeksi dan peradangan.
Rasional : Pasien mgkn masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2). Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua org yg berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang.
3). Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4). Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjdnya kerusakan pada kulit atau irtasi kulit dan infeksi.
5). Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan  nafas dalam.
Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi sekret.

d.Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
Tujuan :
Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi.
Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi :
1.)Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal
2.)Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.
Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas.
3.)Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
4.)Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki.
Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.

e.Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Tujuan :
Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
1.)Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2.)Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3.)Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas.
Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
4.)Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.



BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Nefropati Diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang
merupakan penyebab utama gagal ginjal di Eropa dan USA.
Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari penyakit  DM  dipercaya  paling  banyak  menyebabkan  secara  langsung terjadinya  Nefropati  Diabetika.  Hipertensi  yang  tak  terkontrol  dapat meningkatkan progresifitas untuk mencapai fase Nefropati Diabetika yang lebih tinggi (Fase V Nefropati Diabetika).
Tidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan Nefropati Diabetika. Dari studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor resiko antara lain:
a.       Hipertensi dan prediposisi genetika
b.      Kepekaan (susceptibility) Nefropati Diabetika
c.       Hiperglikemia
d.      Konsumsi protein hewani
Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat dibedakan dalam 5 tahap:
a.       Stadium I (Hyperfiltration-Hypertropy Stage)
b.      Stadium II (Silent Stage)
c.       Stadium III (Incipient Nephropathy Stage)
d.      Stadium IV (OvertNephroathyStage)
e.       Stadium V (End Stage Renal Failure)
B.  SARAN
1.      Perawat harus memberikan rasa nyaman pada pasien agar pasien tidak mengalami nyeri.
2.      Perawat harus membantu pasien dalam memenuhi aktifitas kebutuhan sehari-hari
3.      Perawat harus memotivasi pasien agar pasien cepat sembuh dan tidak terpuruk dengan penyakitnya
4.      Perawat harus memjelaskan terkait dengan penyakit yang diderita oleh pasien pada pasien/keluarga



DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. 2004. Hypertension Managemen in adults with diabetes (position statement). Diabetes Care (Suppl 1): S65-S67.
American Diabetes Association. 1994. Standards of medical care for patients with diabetes mellitus. Diabetes Care : pp. 616-623.
Beetham W. P. 1963. Visual Prognosis of Proliferating Diabetic Retinopathy.
              Brit. J. Opth. P. 611.                                                                  
Bergstroom J. 1999. Mechanism of Uremic Supression of Apetite. Journal of
              Renal Nutrition. hal 129-132.
Daniel W. Foster. 1994. Diabetes Mellitus in Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
              Penyakit Dalam. Edisi 13, EGC. Jakarta. Hal 2212-2213.
Djokomuljanto  R.               1999.  Insulin  Resistance  and  Other  Factors  in  the        Patogenesis  of  Diabetic  Nephropathy.  Simposium  Nefropati  Diabetik. Konggres Pernefri.
Imam Parsudi A. 1993. “Nefropati Diabetik” konggres Nasional Perkemi III
               1993: 225-235.
Lestariningsih. 2004. Hipergensi pada Diabetik PIT V PERKENI                                                         2004.
               Semarang. hal 1-5.
Saweins Walaa. 2004. The Renal Unit at the Royal Informary of Edinburgh.
               Scotland, Uk, Renal @ed.ac.uk.

Sukandar E. 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in                 Nefropati Klinik. Edisi ke-2. Penerbit ITB. Bandung. Hal 274-281. 

Comments

Popular posts from this blog

Dialog dengan Pasien Isolasi Sosial (Menarik Diri)

Contoh dialog sesuai Satuan Pelaksana pada pasien gangguan jiwa dengan isolasi diri atau menarik diri : Menarik  D iri   (Isolasi Sosial) Prolog Disebuah ruang arjuna terdapat terdapat pasien gangguan jiwa bernama Ny. S. Pasien masuk rumah sakit jiwa karena pasien asyik dengan pikirannya sendiri, tidak memiliki teman dekat, tidak adanya kontak mata, tampak sedih, efek tumpul serta melakukan tindakan berulang yang tidak bermakna sama sekali. Pasien juga merasa ditolak oleh keluarganya sendiri sehingga membuatnya kesepian. Diagnosa keperawatan untuk pasien yaitu isolasi sosial. SP 1 : Pasien membina hubungan saling percaya,membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan hubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan. Perawat           : “ Assallamualaikum wr,wb ” Pasien              : (pasien hanya diam) Perawat           : “ Saya H saya senang dipanggil ibu Her… Saya perawat diruang maw

Dialog dengan Pasien Gangguan Jiwa Susaide SP 1

STRATEGI PELAKSANAAN SUSAIDE SP 1 A.       Kondisi klien Data Subjektif: 1.       Mengungkapkan keinginan bunuh diri 2.       Mengungkapkan keinginan untuk mati 3.       Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan 4.       Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga 5.       Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan 6.       Mengungkapkan adanya konflik interpersonal 7.       Mengungkapkan telah terjadi korban perilaku kekerasan saat kecil Data Objektif: 1.       Impulsif 2.       Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( biasanya menjadi sangat patuh) 3.       Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan penyalahgunaan alkohol) 4.       Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal) 5.       Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier) 6.       Status perkawinan yang tidak harmonis B.        Diagnosa keperawatan Risiko bunuh diri

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) A.   LATAR BELAKANG Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007). Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas orientasi realita , dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2006). Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau kehidup