Skip to main content

Askep Sindrom Nefrotik

BAB I

A.  LATAR BELAKANG
Proteinuria yang nyata, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema menandai sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik terjadi karena defek pada permeabilitas pembuluh darah glomelurus. Sekitar 75% kasus terjadi karena glomerulonefritis primer (idiopatik). Prognosis sindrom nefrotik sangat bervariasi dan bergantung pada penyebab yang melatari (Kowalak, 2012).
Pada nefrosis lipid, glomerulus tampak normal dengan pemeriksaan mikroskop cahaya dan sebagian tubulus renal mengandung endapan lipid yang meningkat jumlahnya. Glomerulonefritis membranosa ditandai oleh kompleks imun yang terlihat sebagi endapan padat dalam membran basalis glomerulus dan penebalan yang seragam pada membran basalis tersebut. Bentuk glomerulonefritis ini pada akhirnya berlanjut menjadi gagal ginjal.
Proteinuria yang ekstensif (lebih dari 3,5 g/hari) dan kadar albumin serum yang rendah serta terjadi sekunder karena kehilangan albumin lewat ginjal menyebabkan tekanan osmotik koloid serum yang rendah dan edema. Kadar albumin serum yang rendah juga menimbulkan hipovolemia dan retensi garam serta air sebagai kompensasi. Hipertensi yang diakibatkan dapat memicu gagal jantung pada pasien yang fungsi jantungnya sudah terganggu.

B.  TUJUAN
1.    Tujuan Umum
a.       Mahasiswa mampu menjelaskan Sindrom Nefrotik
2.    Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengertian Sindrom Nefrotik
b.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan etiologi Sindrom Nefrotik
c.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan patofisiologi Sindrom Nefrotik
d.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan manifestasi klinis Sindrom Nefrotik
e.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan komplikasi Sindrom Nefrotik
f.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan evaluasi diagnosis Sindrom Nefrotik
g.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengelolaan Sindrom Nefrotik
h.      Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada Sindrom Nefrotik


BAB II

A.      TINJAUAN PUSTAKA
1.         PENGERTIAN
Proteinuria yang nyata, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema menandai sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik terjadi karena defek pada permeabilitas pembuluh darah glomelurus. Sekitar 75% kasus terjadi karena glomerulonefritis primer (idiopatik). Prognosis sindrom nefrotik sangat bervariasi dan bergantung pada penyebab yang melatari (Kowalak, 2012).
Sindrom nefrotik adalah gangguan klinis yang ditandai dengan peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein kedalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus (Nursalam, 2009).
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi hal – hal sebagai berikut :
1.              Proteinuria masif > 3, 5gr/Hr
2.              Hioalbuminemia
3.              Edema
4.              Hiperlipidemia
Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus.

2.         ETIOLOGI
Penyebab sindrom nefrotik meliputi:
a.         Nefrosis lipid
b.        Glomerulonefritis membranosa
c.         Glomerulonefritis membranoproliferatif
d.        Glomerulosklerosis lokal
e.         Penyakit metabolik seperti diabetes melitus
f.         Gangguan kolagen-vaskuler, seperti sistemik lupus eritematosus dan periarteritis nodosa
g.        Penyakit sirkulasi, seperti gagal jantung, anemia sel sabit, dan trombosis vena renalis.
h.        Nefrotoksin seperti merkuri, emas, dan bismuth
i.          Infeksi, seperti tuberkulosis dan enteritis
j.          Reaksi alergi
k.        Kehamilan
l.          Nefritis herediter
m.      Penyakit keganasan, seperti multipel mieloma.

3.         PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK
Pada nefrosis lipid, glomerulus tampak normal dengan pemeriksaan mikroskop cahaya dan sebagian tubulus renal mengandung endapan lipid yang meningkat jumlahnya. Glomerulonefritis membranosa ditandai oleh kompleks imun yang terlihat sebagi endapan padat dalam membran basalis glomerulus dan penebalan yang seragam pada membran basalis tersebut. Bentuk glomerulonefritis ini pada akhirnya berlanjut menjadi gagal ginjal.
Glomerulosklerosis lokal dapat terjadi spontan pada segala usia, dapat terjadi sesudah transplantasi ginjal, atau dapat disebabkan oleh penyuntikan heroin. Sepuluh persen anak dan hampir 20% dewasa yang menderita sindrom nefrotik akan mengalami keadaan ini. Lesi pada mulanya mengenai sebagian glomerulus yang letaknya lebih dalam dengan menimbulkan sklerosis hialin. Glomerulus superfisial terkenan belakangan. Lesi ini biasanya menyebabkan kemunduran fungsi ginjal yang berjalan progresif lambat kendati pada anak-anak dapat terjadi remisi.
Glomerulonefritis membranoproliferatif menyebabkan lesi progesif lambat di daerah subendotel membran basalis. Gangguan ini dapat terjadi sesudah infeksi, khususnya unfeksi streptokokus, dan terutama ditemukan pada anak-anak serta dewasa muda.
Terlepas dari penyebabnya, membran filtrasi glomerulus yang mengalami cedera akan menyebabkan hilangnya protein plasma, khususnya albumin dan imunoglobulin. Di samping itu, gangguan metabolik, biokimia, ataupun fisiokimia dalam membran basalis glomerulus mengakibatkan hilangnya muatan negatif dan peningkatan permeabilitas terhadap protein. Hipoalbuminemia bukan hanya terjadi karena kehilangan albumin lewat urine, tetapi juga karena berkurangnya sintesis albumin pengganti di dalam hati. Peningkatan kepekatan plasma dan berat molekul yang rendah memperberat kehilangan albumin. Hipoalbunemia menstimulasi hati untuk mensintesis lipoprotein dengan terjadinya hiperlipidemia sebagai konsekuensi dan faktor pembekuan. Penurunan asupan protein dari makanan bersama dengan anoreksia, malnutrisi, atau penyakit lain yang menyertai turut menimbulkan penurunan kadar albumin plasma. Kehilangan imunoglobulin juga meningkatkan kerentanan pasien terhadap infeksi.
Proteinuria yang ekstensif (lebih dari 3,5 g/hari) dan kadar albumin serum yang rendah serta terjadi sekunder karena kehilangan albumin lewat ginjal menyebabkan tekanan osmotik koloid serum yang rendah dan edema. Kadar albumin serum yang rendah juga menimbulkan hipovolemia dan retensi garam serta air sebagai kompensasi. Hipertensi yang diakibatkan dapat memicu gagal jantung pada pasien yang fungsi jantungnya sudah terganggu.

4.         MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang mungkin dijumpai pada sindrom nefrotik meliputi:
a.         Edema periorbital akibat kelebihan muatan cairan
b.        Edema dependen yang ringan hingga berat pada pergelangan kaki atau sakrum
c.         Hipotensi ortostatik akibat gangguan keseimbangan cairan
d.        Asites akibat ketidakseimbangan cairan
e.         Genitalia eksterna yang bengkak akibat edema pada daerah yang tergantung
f.         Kesulitan pernapasan akibat efusi pleura
g.        Anoreksia akibat edema mukosa intestinal
h.        Kulit yang pucat dang mengkilap dengan pembuluh vena yang menonjol
i.          Diare akibat edema mukosa intestinal
j.          Urine berbuih pada anak-anak
k.        Perubahan kuelitas rambut yang berhubungan dengan defisiensi protein
l.          Pneumonia akibat kerentanan terhadap infeksi

5.         KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
a.         Malnutrisi
b.        Infeksi
c.         Gangguan pembekuan
d.        Oklusi vaskuler akibat tromboemboli
e.         Aterosklerosis yang dipercepat
f.         Anemia hipokromik akibat ekskresi transferin yang berlebihan ke dalam urine
g.        Gagal ginjal akut.

6.         EVALUASI DIAGNOSIS
Evaluasi diagnosis pada sindrom nefropati diantaranya yaitu :
a.         Urinalisis: proteinuria, secara mikroskopik ditemukan hematuria, endapan pada urine, dan berbusa
b.        Urine 24 jam protein meningkat dan kreatinin klirens menurun
c.         Biopsi dengan memasukkan jarum kedalam ginjal: pemeriksaan histologi jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis
d.        Kimia serum: protein total dan albumin menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida meningkat, dan gangguan gambaran lipid

7.         PENGELOLAAN
Pengelolaan pada sindrom nefrotik yaitu :
a.         Mengobati penyebab penyakit glomerulus
b.        Kortikosteroid atau imunosupresant untuk menurunkan proteinuria
c.         Penatalaksanaan edema secara umum
1)        Pembatasan sodium dan cairan
2)        Diuretik jika insufiensi ginjal tidak parah
3)        Infus garam yang mengandung sedikit albumin
4)        Diet suplemen protein

B.       ASUHAN KEPERAWATAN
1.    PENGKAJIAN
Keluhan utama yang sering dikeluhkan wajah atau kaki pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang peraawat menanyakan hal berikut :
1.    Kaji berapa lama keluhan adanya urin out put
2.    Kaji omset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
3.    Kaji adanya anoreksia pada klien
4.    Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah klien pernah menerita penyakit edema apakah ada riwayat diriwayat penyakit diabetes militus dan penyakit hipertensi pada mesa sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat pemakaian obat obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
Pada pengkajian psokososiokultural, adanya kelemahan fisik wajah dan kaki yang bengkak akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya komposmentis. Pada TTV tidak didapatkan adanya perubahan.
BI (brathing). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas walaupun secara frekuensi mengalami peningkatan pada fase akut. Pada fase lanjut sering dikatan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
B2 (blood). Sering ditemukan curah jantung respon sekunder dari peningkatan beban volume.
B3 (brain).  Didapatkan edema wajah terutama periorbital sklera tidak ikterik. Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
B4 (bladder) . perubahan urin out put seperti warna urin berwarna kola.
B5 (bowel­). Didapatkan mual muntah anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
B6 (bone). Didapatkan kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tunkai dari keletihan fisik secara umum.
Pengkajian diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
Pengkajian penata laksanaan medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan resiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan tersebut meliputi hal – hal sebagai berikut :

1.    Tirah baring
2.    Diuretik
3.    Adenokortikosteroid, golongan pretnison
4.    Diet rendah natrium tinggi protein
5.    Terapi cairan. Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan out put diukur secara cernat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.

2.         DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada sindrom nefrotik yaitu :
a.         Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan proses penyakit.
b.        Risiko infeksi yang berhubungan dengan pengobatan imunosupressant
c.       Resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urin, retensi cairan dan natrium.

3.         INTERVENSI
a.         Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan      : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dapat meningkatkan volume sirkulasi dan menurunkan edema
KH         : Tidak terjadi syok
No
Intervensi
Rasional
1
Monitor berat badan setiap hari, asupan dan pengeluaran, dan BJ urin
Mengetahui keadaan klien
2
Monitor CVP (jika diindikasikan), tanda vital, tekanan darah ortosy=tatik, dan irama jantung untuk mendeteksi hipovolemia
Mengetahui keadaaan klien
3
Berikan diuretik atau imunosupresant sesuai dengan resep dan evaluasi respon pasien
Agar tidak terjadi penurunan volume cairan
4
Infus albumin sesuai anjuran
Menambah asupan albumin pada klien
5
Menganjurkan pasien untuk bedrest selama beberapa hari
Membantu mobilisasi edema
6
Tekan secara perlahan untuk menyalurkan sodium dan cairan jika terjadi edema berat atau diet tinggi protein
Menghilangkan edema

b.        Risiko infeksi yang berhubungan dengan pengobatan imunosupressant
Tujuan   : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam tidak terjadi infeksi pada pasien
KH         : Tidak ada tanda infeksi
No
Intervensi
Rasional
1
Monitor tanda dan gejala infeksi
 Mengetahui ada tidaknya infeksi
2
Monitor suhu tubuh dan hasil laboratorium untuk mengetahui neutropenia
Mengetahui keadaan klien
3
Gunakan teknik aseptik pada setiap prosedur invasif dan saat menyentuh pasien serta semua kontak cuci tangan.
Agar tidak terjadi infeksi

c.       Resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urin, retensi cairan dan natrium.
Tujuan        : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan
KH           : Tidak terjadi edema
Intervensi
Rasional
Kaji adanya edema ekstermitas
Kecurigaan gagal kongestif / kelebihan volume cairan
Tirah baring klien pada saat edema masih terjadi
Menjaga klien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari, untuk meningkatkan deuresis guna mengurangi edema
Kaji tekanan darah
Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah
Ukur intake dan out put urin
Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium / air, dan penurunan urin output.
Timbang BB
Perubahan tiba tiba dari berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan
Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul / masker sesuai dengan indikasi
Meningkatkan sediaan O2 untuk kebutuhan mokaard untuk melawan efek hipoksia / iskemia
Kolaborasi :
1.  Diet tanpa garam


2.  Berikan diet tinggi protein tinggi kalori





3.  Berikan diuretik, contoh : vurosemide




4.  Adenokortikosteroid, golongan pretnison


5.  Pantau data laboratorium elektrolit kalium

Natrium meninkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma.

Diet tinggi protein untuk menurunkan insufiensi renal dan retensi Nitrogen yang akan meningkatkan BUN. Diet tnggi kalori untuk cadangan energi dan mengurangi katabolisme protein

Diuretik bertujuan untuk menurunkan plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunan resiko terjadinya edema paru

Adenokortokosteroid, golongan pretnison digunakan untik menurunkan proteinuria.

Pasien yang mendapat terapi deuretik mempunyai resiko terjadi hipokaemia sehingga perlu dipantau



BAB III

A.  KESIMPULAN
1.    Proteinuria yang nyata, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema menandai sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik terjadi karena defek pada permeabilitas pembuluh darah glomelurus.
2.    Etiologi dari sindrom nefrotik yaitu nefrosis lipid, glomerulonefritis membranosa, glomerulonefritis membranoproliferatif
3.    Pada nefrosis lipid, glomerulus tampak normal dengan pemeriksaan mikroskop cahaya dan sebagian tubulus renal mengandung endapan lipid yang meningkat jumlahnya.
4.    Manifestasi klinis diantaranya yaitu edema periorbital akibat kelebihan muatan cairan dan edema dependen yang ringan hingga berat pada pergelangan kaki atau sakrum.
5.    Komplikasi dari sindrom nefrotik diantaranya yaitu : anemia hipokromik akibat ekskresi transferin yang berlebihan ke dalam urine dan gagal ginjal akut.
6.    Evaluasi diagnosis pada sindrom nefropati diantaranya yaitu : urinalisis: proteinuria, secara mikroskopik ditemukan hematuria, endapan pada urine, dan berbusa
7.    Pengelolaan pada sindrom nefrotik yaitu : mengobati penyebab penyakit glomerulus dan kortikosteroid atau imunosupresant untuk menurunkan proteinuria
B.  SARAN
1.      Perawat harus memberikan rasa nyaman pada pasien agar pasien tidak mengalami nyeri.
2.      Perawat harus membantu pasien dalam memenuhi aktifitas kebutuhan sehari-hari
3.      Perawat harus memotivasi pasien agar pasien cepat sembuh dan tidak terpuruk dengan penyakitnya
4.      Perawat harus memjelaskan terkait dengan penyakit yang diderita oleh pasien pada pasien/keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Kowalak dkk. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : Media Aesculapius
NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014. Jakarta : EGC
Nursalam. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC

Comments

Popular posts from this blog

Dialog dengan Pasien Isolasi Sosial (Menarik Diri)

Contoh dialog sesuai Satuan Pelaksana pada pasien gangguan jiwa dengan isolasi diri atau menarik diri : Menarik  D iri   (Isolasi Sosial) Prolog Disebuah ruang arjuna terdapat terdapat pasien gangguan jiwa bernama Ny. S. Pasien masuk rumah sakit jiwa karena pasien asyik dengan pikirannya sendiri, tidak memiliki teman dekat, tidak adanya kontak mata, tampak sedih, efek tumpul serta melakukan tindakan berulang yang tidak bermakna sama sekali. Pasien juga merasa ditolak oleh keluarganya sendiri sehingga membuatnya kesepian. Diagnosa keperawatan untuk pasien yaitu isolasi sosial. SP 1 : Pasien membina hubungan saling percaya,membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan hubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan. Perawat           : “ Assallamualaikum wr,wb ” Pasien              : (pasien hanya diam) Perawat           : “ Saya H saya senang dipanggil ibu Her… Saya perawat diruang maw

Dialog dengan Pasien Gangguan Jiwa Susaide SP 1

STRATEGI PELAKSANAAN SUSAIDE SP 1 A.       Kondisi klien Data Subjektif: 1.       Mengungkapkan keinginan bunuh diri 2.       Mengungkapkan keinginan untuk mati 3.       Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan 4.       Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga 5.       Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan 6.       Mengungkapkan adanya konflik interpersonal 7.       Mengungkapkan telah terjadi korban perilaku kekerasan saat kecil Data Objektif: 1.       Impulsif 2.       Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( biasanya menjadi sangat patuh) 3.       Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan penyalahgunaan alkohol) 4.       Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal) 5.       Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier) 6.       Status perkawinan yang tidak harmonis B.        Diagnosa keperawatan Risiko bunuh diri

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) A.   LATAR BELAKANG Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007). Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas orientasi realita , dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2006). Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau kehidup