Skip to main content

Askep Ileus

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Ileus


BAB I
A.  LATAR BELAKANG
Ileus adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan )saluran gastrointestinaltanpa disertai adanya obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik sering disebut dengan ileus paralitik. Perawat sangat perlu melakukan pemantauan pada pasien pasca bedah abdominal dari kondisi ileus.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pascabedah dimediasi melalui penghambatan aktivasi reflex spinal. Secara anatomis ,reflek yang terlibat pada ilus adalah pada pleksus ganglia prevertebral (Mattei,2006).
Obstruksi Usus Halus Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
Komplikasi Dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin – toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi, perforasi tukak peptik yang ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas ke seluruh peritoneum akibat peritonitis generalisata.

B.  TUJUAN
1.    Tujuan Umum
a.       Mahasiswa mampu menjelaskan Ileus
2.    Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengertian Ileus
b.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan etiologi Ileus
c.       Mahasiswa mampu mendeskripsikan patofisiologi Ileus
d.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan manifestasi klinis Ileus
e.       Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada Ileus



BAB II
A.  TINJAUAN PUSTAKA
1.    Pengertian
Ileus adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan )saluran gastrointestinaltanpa disertai adanya obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik sering disebut dengan ileus paralitik. Perawat sangat perlu melakukan pemantauan pada pasien pascabedah abdominal dari kondisi ileus. Setelah 2-3hari pasca-pembedahan abdomen ,ileus merupakan suatu kondisi fisiologis yang normal sekunder dari anastesia dan efek intervensi bedah.namun ,istilah ileus kondisi kelumpuhan intestinal dapat bertahan lebih dari 3 hari pascabedah.sebagian bresar kasus ileus terjadi setelah operasi intra-abdomen . kembali normalnya aktivitas usus setelah pembedahan abdominal mengikuti pola yang dapat diprediksi , usus kecil biasanya mendapatkan kembalifungsi dalam beberapa jam .aktifitas regais lambung dalam 1-2 hari  dan usus besar aktivitas regais 3-5 hari (person,2006).

2.    Etiologi
Walaupun predisiposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen ,tetapi ada factor predisposisi  lain yang mendukung meningkatkan resiko terjadinya ileus ,di antaranya (Behm,2003) sebagai berikut.
a.       Sepsis
b.      Obat-obatan (misalnya: opioid,antacid,coumarin,amitriptyline,eclorpromazine).
c.       Gangguan elektrolit dan metabolic (misalnya hipokalemia,hipomagnesemia,hipernatremia,anemia,hiposmollalitas).
d.      Infrak miokard
e.       Pneumonia
f.       Trauma (misalnya : patah tulang iga ,cidera spina ).
g.      Bilier dan ginjal kolik
h.      Cidera kepala dan prosedur bedah saraf
i.        Inflamasi intraabdomen dan peritonitis
j.        Hematoma retroperitoneal.

3.    Patofisiologi
Menurut beberapa hipotesis, ileus pascabedah dimediasi melalui penghambatan aktivasi reflex spinal. Secara anatomis ,reflek yang terlibat pada ilus adalah pada pleksus ganglia prevertebral (Mattei,2006).
Respons dari stres bedah mengarah pada generasi sistemik dari endrokrin dan mediator inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus . model tikus telah menunjukkan bahwa laparotomi,penetrasi,dan kompresi usus menyebabkan peningkatan jumlah makrofag,monosit, sel dendritik,sel T ,sel-sel pembunuh alami,dan sel mast ,seperti yang ditunjukkan oleh imunohistokimia . kalsitonin-peptida ,nitrit oksid ,peptide vaksoaktif .
Intestina , dan substansi P berfungsi sebagai inhibitor neutrotransmiter pada system saraf usus (Bauer ,2004).
Diferensiasi yang umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi  dan obstruksi usus mekanik . seperti ileus pada pseudo-obstruksi ,terjadi dengan tidak adanya  patologi mekanis . beberapa tesk dan artikel cenderung menggunakan  ileus disamaartikan dengan pseudo-obstruksi atau merujuk kepada  “ileus kolon” . namun kondisi ini jelas merupakan dua entitas yang berbeda .p seudo-obtruksi jelas terbatas pada usus besar , sedangkan ileus melibatkan baik usus kecil dan usus besar . usus besar yang terlibat dalam pseudo-obstruksi klasik,yang biasanya terjadi pada lanjut usia dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau trauma. Agen farmakologi ,sepsis , dan ketidakseimbangan elektrolit dapat juga berkontribusi terhadap kondisi ini .obstruksi usus mekanik dapat disebabkan olehadhesi, volvulus,hernia ,intususepsi,benda asing,atau neoplasma.klinis obtruksi hadir dengan kolik abdominal yang hebat atau tanda-tanda obstruksi perforasi yang jelas (loftus,2002).

Adanya kondisi ileus membarikan berbagai manifestasi masalah keperawatan yang dilakukan dengan asuhan keperawatan yang komprehensif . masalah keperawatan yang muncul pada pasien ileus secara patologis.

4.    Manifestasi Klinis
a.       Obstruksi Usus Halus Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
b.      Obstruksi Usus Besar Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.
c.       Komplikasi Dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin – toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi, perforasi tukak peptik yang ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas ke seluruh peritoneum akibat peritonitis generalisata. Perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam kurang lebih dua minggu disertai nyeri kepala, batuk, dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot.dan berakhir pada kematian.
  
B.  ASUHAN KEPERAWATAN ILEUS
1.    PENGKAJIAN
Pangkajian ileus terdiri atas pengkajian anamnesis ,pemeriksaan fisik ,dan evaluasi diagnostic . pada anamnesis keluhan utama yang lazim didapatkan adalah keluhan kembung dan tidak bisa kentut (flatus).keluhan adanya kembung dan tidak bisa flatus bersifat akut  disertai mual ,muntah ,anoreksia,dan nyeri ringan pada abdomen .
            Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang ,perawat mengkaji riwayat pembedahan abdominal , jenis pembedahan ,penyebab adanya intervensi bedah, kondisi klinik preoperatif,pengetahuan mobilisasi dini pasien praoperatif , dan adanya penyakit sistemik yang memperberat ,seperti adanya sepsis ,gangguan metabolik ,penyakit jantung ,pneumonia pascabedah ,prosedur bedah saraf , dan trauma abdominal berat .
            Pengkajian psikosoial akan didapatkan peningkatan kecemasan karena perut kembung dan belum bisa melakukan flatus ,serta perlunya memenuhi informasi.
            Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik . pada survey umum pasien terlihat lemah .TTV biasa didapatkan adanya perubhan .pada pemeriksaan fisik focus  akan didapatkan  :
Inspeksi : secara umum akan terlihat kembung dan didapatkan adanya distensi  abdominal .
Auskultasi : bising usus atau tidak ada .
Palpasi : nyeri tekal local pada abdominal .
Perkusi : timpani akibat abdominal mengalami kembung .
            Pengkajian diagnostik yang dapat membantu ,meliputi pemeriksaan laboraturium untuk mendeteksi adanya gangguan elektolit atau metanolik ,foto polos abdomen untuk mendeteksi adanya dilatasi gas berlebihan dari usus kecil dan usus besar .

2.    PENGKAJIAN PENATALAKSANAAN MEDIS
a.        Konservatif
     Sebagai besar kasus ileus pascabedah mendapat intervensi konservatif. Pasien harus menerima hidrasi  intravena .untuk pasien dengan muntah dan distensi ,gangguan selang nasogastrik diberikan untuk menurunkan gejala ,namun belum ada penelitian dalam literatur yang mendukung penggunaan selang nasogastrik untuk memfasilitasi resolusi ileus . panjang selang ke saluran gastrointestinal tidak memiliki manfaat atas perbaikan ileus . panjang selang kesaluran gastrointestinal tidak memiliki manfaat atas perbaikan ileus . untuk pasien dengan ileus berlarut-larut ,obstruksi mekanis harus diperiksa dengan studi kontras ,sepsis dan gangguan elektolit yang mendasari , terutama hipokalemia ,hiponatremia , dan hipomagnesemia ,dapat memperburuk ileus . kondisi ini didiagnosis dan diperbaiki (mukherjee, 2008).
     Cara lainya adalah menghentikan obat yang memproduksi ileus  (misalnya : opiate) . dalam suatu studi ,jumlah morfin yang diberikan secara langsung akan berhubungan dengan terjadinya ileus (cali,2000).
     Pengunaan narkotika pascaoperasi dapat dikurangi dengan suplemen dengan obat anti –inflamasi non-steoid (OAINS). OAINS dapat menurunkan ileus dengan menurunkan peradangan local dan dengan mengurangi jumlah narkotika yang digunakan . studi mioelektrik dari elektroda ditempatkan pada usus besar ,dimana studi ini telah mengungkapkan resolusi lebih cepat dari yang diberikan pada pasien ileus versus yang diberikan ketorolac morfin, namun kelemahan OAINS  digunakan mencangkup disfungsi trombosit dan ulserasi lambung. Kondisi ini dapat dipertimbangkan dengan penggunaan cylooxygenase-2,untuk menurunkan efek samping ini (ferraz ,1995).  
     Sampaisaat ini belum ada suatu variable yang secara akurat memprediksi resolusi ileus.pemeriksaan kondisi klinis masih menjadi parameter penting untuk mengevaluasi asupan oral dan fungsi usus yang baik .laporan dari pasien bahwa sudah terjadi flatus,harus dinilai ulang dengan sesame secara pemeriksaan fisik dan diagnostic yang akurat ,serta tidak boleh hanya mengandalkan dari laporan pasien (mukherjee,2008).

b.      Terapi diet
     Umumnya,menunda intake makan sampai tanda klinis ileus berakhir .namun, kondisi ileus tidak menghalangi pemberian nutrisi enteral .pemberian enteral secara hati-hati dan dilakukan secara bertahap (Ng WQ,2003). Pada suatu studi pemberian permen karet menunjukkan bahwa mengunyah permen karet sebagai bentuk pemberian makanan palsu pada fase pemulihan awal dari ileus pascabedah setelah laparoskopi colectomy .sembilan belas pasien yang ditetapkan ke grup permen karet dan Sembilan untuk kelompok control .kelompok permen karet ysng digunakan tiga kali sehari dari pascaoperasipertama pagi sampai intake oral . terjadinya flatus lebih cepat dalam kelompok permen karet dari pada dikelompok control buang air besar pertama tercatat ppada 3.1 hari dalam kelompok permen karet versus 5,8 hari pada kelompok control (asao,2002).

c.       Terapi aktivitas
     Kebijakan konvensional pada praktik klinik memberikan pemahaman bahwa ambulasi dini merangsang fungsi usus dan meningkatkan ileus pascabedah, meskipin hal ini belum ditunjukkan dalam literature.
     Dalam sebuah studi nonrandomized mengevalusi 34 pasien ,elektoda bipolar seromuscular ditempatkan di segmen  saluran gastrointestinal setelah laparotomi.sepuluh pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pascaoperasi hari pertama,dan yang lainnya 24 pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pascabedah hari keempat .hasil yang didapat ,ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan dari hasil mioelektrik dalam pemulihan lambung ,jejunum ,atau usus antara 2 kelompok tersebut (waldhausen, 1990). Walupun begitu, ambulasi tetap bermanfaat dalam mencegah pembentukan atelektasis,  obstruksi vena profundal ,dan pneumonia tetapi tidak memiliki peran dalam mengobati ileus .

d.      Terapi farmakologis
     Sampai saat inibelum terdapat studi yang menilai manfaat supositoria dan enema untuk mengobati ileus. Eritromisin ,suatu agonis reseptor motilin ,setelah digunakan untuk paresis pasca-operasi lambung namun belum terbukti bermanfaat bagi ileus .
     Metoklopramid. Sebuah antagonis dipaminergik, sebagai obat antimuntah dan prokinetik .data telah menunjukkan bahwa pemberian obat ini dapat benar-benar memperburuk ileus (mukherjee,2008 )
     Terapi farmakologis yang dianjurkan adalah golongan opioid antagonis selektif,misalnya alvimopan .alvimopan ini ditunjukkan untuk membantu mencegah ileus postoperative reseksi usus (maron,2008).

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
a.       Konstipasi berhubungan dengan hipomotilitas kelumpuhan intestinal
b.      Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d keluar cairan tubuh dari muntah ,ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal
c.       Actual atau resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhn tubuh berhubungan dengan kurangnya intake makanan yang kurang adekuat

3. RENCANA KEPERAWATAN
            Rencana intervensi disusun sesuai dengan tingkat toleran individu .pada pasien ileus ,intervensi pada masalah keperawatan actual/risiko tinggi syok hopovolemik dapat disesuaikan dengan masalah yang sama pada asuhan keperawatan pasien gastroenteritis . untuk intervensi masalah nyeri ,kecemasan ,dan pemenuhan informasi dapat disesuaikan pada intervensi masalah pasien diverticulitis.

a.       Konstipasi berhubungan dengan hipomotilitas kelumpuhan intestinal
Tujuan : Dalam waktu 5x24 jam terjadi perbaikan konstipasi
KH      : Bising usus terdengar normal, frekuensi 5-25x/menit
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji faktor predisposisi terjadinya ileus
Walaupun predisiposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen, tetapi ada faktor predisposisi lain yang mendukung peningkatan risiko terjadinya ileus
2
Pasang selang nasogastrik
Pemasangan selang nasogastrik  dilakukan untuk menurunkan keluhan kembung dan distensi abdomen.
3
Lakukan teknik ambulasi
Pelaksanaan ambulasi tetap bermanfaat dalam mencegah pembentukan atelektasis, obstruksi vena profunda, dan pneumonia
4
Kolaborasi dengan dokter pemberian opioid antagonis selektif
Alvimopan ini ditunjukkan untuk membantu mencegah ileus postoperatif reseksi usus (Maron, 2008)

b.      Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d keluar cairan tubuh dari muntah ,ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal
Tujuan      : Dalam waktu 5x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
KH      : CRT <3 detik, urine >600 ml/hari
No
Intervensi
Rasional
1
Monitor status cairan
Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada produksi urine <600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemi
2
Dokumentasi intake dan ouput cairan
Sebagai data dasar dalam pemberian terapi cairan dan pemenuhan hidrasi tubuh secara umum
3
Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan secara intravena
Jalur paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dlaam melakukan kontrol intake dan output cairan.
4
Evaluasi kadar elektrolit
Sebagai deteksi awal menghindari gangguan elektrolit sekunder dari muntah pada pasien peritonitis

c.       Actual atau resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhn tubuh berhubungan dengan kurangnya intake makanan yang kurang adekuat
Tujuan : Setelah 7x24 jam asupan nutrisi dapat optimal dilaksanakan
KH      : Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat
No
Intervensi
Rasional
1
Berikan nutrisi parenteral
Pemberian enteral diberikan secara hati-hati dan dilakukan secara bertahap sesuai tingkat toleransi dari pasien
2
Hindari intake apa pun secara oral
Umumnya, menunda intake makan oral sampai tanda klinis ileus berakhir. Namun, kondisi ileus tidak menghalangi pemberian nutrisi enteral
3
Lakukan perawatan mulut
Intervensi ini untuk menurunkan resiko infeksi oral
4
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai jenis nutrisi yang akan digunakan pasien
Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan individu



BAB III

A.  KESIMPULAN
1.    Ileus adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan )saluran gastrointestinaltanpa disertai adanya obstruksi mekanik pada intestinal.
2.    Etiologi dari ileus diantaranya yaitu: Sepsis, obatan-obatan, dan gangguan elektrolit dan metabolik.
3.    Menurut beberapa hipotesis, ileus pascabedah dimediasi melalui penghambatan aktivasi reflex spinal. Secara anatomis ,reflek yang terlibat pada ilus adalah pada pleksus ganglia prevertebral (Mattei,2006).
4.    Obstruksi Usus Halus Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul.

B.  SARAN
1.      Perawat harus memberikan rasa nyaman pada pasien agar pasien tidak mengalami nyeri.
2.      Perawat harus membantu pasien dalam memenuhi aktifitas kebutuhan sehari-hari
3.      Perawat harus memotivasi pasien agar pasien cepat sembuh dan tidak terpuruk dengan penyakitnya
4.      Perawat harus memjelaskan terkait dengan penyakit yang diderita oleh pasien pada pasien/keluarga






DAFTAR PUSTAKA

Asao, T. Et al. “Gum Chewing Enhances Early Recovery from Postoperative Ileus after Laparoscopic Colectomy”. J Am Coll Surg. 195(1):30-2/Juli 2012
Bauer, A.J. dan Boeckxstaens G.E. “Mechanisms of Postoperative Ileus”. Neurogastroenterol Motil. 16 Suppl 2:54-60/Oktober 2004
Behm, B. Dan Stollman N. “Postoperative Ileus: Etiologies and Interventions”. Clin Gastroenterol Hepatol. 1(2):71-80/Maret 2003
Cali, R.L. et al. “Effect of Morphine and Incision Length on Bowel Function after Colectomy”. Dis Colon Rectum. 43(2):163-8/Februari 2000.
Ferraz, A.A. et al. “Nonopioid Analgesics Shorten The Duration of Postoperative Ileus.” Am Surg. 61(12):1079-83/Desember 1995
Muttaqin dan Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Comments

Popular posts from this blog

Dialog dengan Pasien Isolasi Sosial (Menarik Diri)

Contoh dialog sesuai Satuan Pelaksana pada pasien gangguan jiwa dengan isolasi diri atau menarik diri : Menarik  D iri   (Isolasi Sosial) Prolog Disebuah ruang arjuna terdapat terdapat pasien gangguan jiwa bernama Ny. S. Pasien masuk rumah sakit jiwa karena pasien asyik dengan pikirannya sendiri, tidak memiliki teman dekat, tidak adanya kontak mata, tampak sedih, efek tumpul serta melakukan tindakan berulang yang tidak bermakna sama sekali. Pasien juga merasa ditolak oleh keluarganya sendiri sehingga membuatnya kesepian. Diagnosa keperawatan untuk pasien yaitu isolasi sosial. SP 1 : Pasien membina hubungan saling percaya,membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan hubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan. Perawat           : “ Assallamualaikum wr,wb ” Pasien              : (pasien hanya diam) Perawat           : “ Saya H saya senang dipanggil ibu Her… Saya perawat diruang maw

Dialog dengan Pasien Gangguan Jiwa Susaide SP 1

STRATEGI PELAKSANAAN SUSAIDE SP 1 A.       Kondisi klien Data Subjektif: 1.       Mengungkapkan keinginan bunuh diri 2.       Mengungkapkan keinginan untuk mati 3.       Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan 4.       Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga 5.       Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan 6.       Mengungkapkan adanya konflik interpersonal 7.       Mengungkapkan telah terjadi korban perilaku kekerasan saat kecil Data Objektif: 1.       Impulsif 2.       Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( biasanya menjadi sangat patuh) 3.       Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan penyalahgunaan alkohol) 4.       Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal) 5.       Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier) 6.       Status perkawinan yang tidak harmonis B.        Diagnosa keperawatan Risiko bunuh diri

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) A.   LATAR BELAKANG Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007). Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas orientasi realita , dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2006). Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau kehidup