Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Ileus
BAB
I
A. LATAR BELAKANG
Ileus adalah suatu
kondisi hipomotilitas (kelumpuhan )saluran gastrointestinaltanpa disertai
adanya obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik sering disebut
dengan ileus paralitik. Perawat sangat perlu melakukan pemantauan pada pasien
pasca bedah abdominal dari kondisi ileus.
Menurut beberapa
hipotesis, ileus pascabedah dimediasi melalui penghambatan aktivasi reflex
spinal. Secara anatomis ,reflek yang terlibat pada ilus adalah pada pleksus
ganglia prevertebral (Mattei,2006).
Obstruksi Usus Halus
Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang
cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang
timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal
dan tidak terdapat flatus.
Komplikasi Dapat
menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin – toksin
bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi, perforasi tukak peptik yang
ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas ke
seluruh peritoneum akibat peritonitis generalisata.
B. TUJUAN
1. Tujuan
Umum
a. Mahasiswa
mampu menjelaskan Ileus
2. Tujuan
Khusus
a. Mahasiswa
mampu mendeskripsikan pengertian Ileus
b. Mahasiswa
mampu mendeskripsikan etiologi Ileus
c. Mahasiswa
mampu mendeskripsikan patofisiologi Ileus
d. Mahasiswa
mampu mendeskripsikan manifestasi klinis Ileus
e. Mahasiswa
mampu melakukan asuhan keperawatan pada Ileus
BAB II
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Ileus adalah
suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan )saluran gastrointestinaltanpa disertai
adanya obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik
sering disebut dengan ileus paralitik. Perawat sangat perlu melakukan
pemantauan pada pasien pascabedah abdominal dari kondisi ileus. Setelah 2-3hari
pasca-pembedahan abdomen
,ileus merupakan suatu kondisi fisiologis yang normal sekunder dari anastesia
dan efek intervensi bedah.namun ,istilah ileus kondisi kelumpuhan intestinal
dapat bertahan lebih dari 3 hari pascabedah.sebagian bresar kasus ileus terjadi
setelah operasi intra-abdomen . kembali normalnya aktivitas usus setelah
pembedahan abdominal mengikuti pola yang dapat diprediksi , usus kecil biasanya
mendapatkan kembalifungsi dalam beberapa jam .aktifitas regais lambung dalam
1-2 hari dan usus besar aktivitas regais
3-5 hari (person,2006).
2. Etiologi
Walaupun
predisiposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen ,tetapi ada
factor predisposisi lain yang mendukung
meningkatkan resiko terjadinya ileus ,di antaranya (Behm,2003) sebagai
berikut.
a.
Sepsis
b. Obat-obatan
(misalnya: opioid,antacid,coumarin,amitriptyline,eclorpromazine).
c. Gangguan
elektrolit dan metabolic (misalnya hipokalemia,hipomagnesemia,hipernatremia,anemia,hiposmollalitas).
d.
Infrak miokard
e.
Pneumonia
f.
Trauma (misalnya : patah tulang iga ,cidera
spina ).
g.
Bilier dan ginjal kolik
h.
Cidera kepala dan prosedur bedah saraf
i.
Inflamasi intraabdomen dan peritonitis
j.
Hematoma retroperitoneal.
3. Patofisiologi
Menurut beberapa
hipotesis, ileus
pascabedah dimediasi melalui penghambatan aktivasi reflex spinal. Secara anatomis ,reflek
yang terlibat pada ilus adalah pada pleksus ganglia prevertebral (Mattei,2006).
Respons dari
stres bedah mengarah pada generasi sistemik dari endrokrin dan mediator
inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus . model tikus telah
menunjukkan bahwa laparotomi,penetrasi,dan kompresi usus menyebabkan
peningkatan jumlah makrofag,monosit, sel dendritik,sel T ,sel-sel pembunuh
alami,dan sel mast ,seperti yang ditunjukkan oleh imunohistokimia .
kalsitonin-peptida ,nitrit oksid ,peptide vaksoaktif .
Intestina , dan
substansi P berfungsi sebagai inhibitor neutrotransmiter pada system saraf usus
(Bauer ,2004).
Diferensiasi
yang umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi
dan obstruksi usus mekanik . seperti ileus pada pseudo-obstruksi
,terjadi dengan tidak adanya patologi
mekanis . beberapa tesk dan artikel cenderung menggunakan ileus disamaartikan dengan pseudo-obstruksi
atau merujuk kepada “ileus kolon” .
namun kondisi ini jelas merupakan dua entitas yang berbeda .p seudo-obtruksi
jelas terbatas pada usus besar , sedangkan ileus melibatkan baik usus kecil dan
usus besar . usus besar yang terlibat dalam pseudo-obstruksi klasik,yang
biasanya terjadi pada lanjut usia dengan gambaran penyakit ekstraintestinal
serius atau trauma. Agen farmakologi ,sepsis , dan ketidakseimbangan elektrolit
dapat juga berkontribusi terhadap kondisi ini .obstruksi usus mekanik dapat
disebabkan olehadhesi, volvulus,hernia ,intususepsi,benda asing,atau neoplasma.klinis
obtruksi hadir dengan kolik abdominal yang hebat atau tanda-tanda obstruksi
perforasi yang jelas (loftus,2002).
Adanya kondisi
ileus membarikan berbagai manifestasi masalah keperawatan yang dilakukan dengan
asuhan keperawatan yang komprehensif . masalah keperawatan yang muncul pada
pasien ileus secara patologis.
4. Manifestasi
Klinis
a. Obstruksi
Usus Halus Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram
yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat
hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi
fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik
pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus
terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal
dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi,
semakin jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi
maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.
b. Obstruksi
Usus Besar Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan
obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul
terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi
disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama
beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar
menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita
kram akibat nyeri abdomen bawah.
c. Komplikasi
Dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia akibat
distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi
toksin – toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi, perforasi
tukak peptik yang ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di
epigastrium dan meluas ke seluruh peritoneum akibat peritonitis generalisata.
Perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam kurang
lebih dua minggu disertai nyeri kepala, batuk, dan malaise yang disusul oleh
nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot.dan
berakhir pada kematian.
B. ASUHAN KEPERAWATAN ILEUS
1. PENGKAJIAN
Pangkajian ileus
terdiri atas pengkajian anamnesis ,pemeriksaan fisik ,dan evaluasi diagnostic .
pada anamnesis keluhan utama yang lazim didapatkan adalah keluhan kembung dan
tidak bisa kentut (flatus).keluhan adanya kembung dan tidak bisa flatus
bersifat akut disertai mual ,muntah
,anoreksia,dan nyeri ringan pada abdomen .
Pada
pengkajian riwayat penyakit sekarang ,perawat mengkaji riwayat pembedahan
abdominal , jenis pembedahan ,penyebab adanya intervensi bedah, kondisi klinik
preoperatif,pengetahuan mobilisasi dini pasien praoperatif , dan adanya penyakit
sistemik yang memperberat ,seperti adanya sepsis ,gangguan metabolik ,penyakit
jantung ,pneumonia pascabedah ,prosedur bedah saraf , dan trauma abdominal
berat .
Pengkajian
psikosoial akan didapatkan peningkatan kecemasan karena perut kembung dan belum
bisa melakukan flatus ,serta perlunya memenuhi informasi.
Pemeriksaan
fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik . pada survey umum
pasien terlihat lemah .TTV biasa didapatkan adanya perubhan .pada pemeriksaan
fisik focus akan didapatkan :
Inspeksi : secara umum akan
terlihat kembung dan didapatkan adanya distensi
abdominal .
Auskultasi : bising usus atau tidak
ada .
Palpasi : nyeri tekal local pada
abdominal .
Perkusi : timpani akibat abdominal
mengalami kembung .
Pengkajian
diagnostik yang dapat membantu ,meliputi pemeriksaan laboraturium untuk
mendeteksi adanya gangguan elektolit atau metanolik ,foto polos abdomen untuk
mendeteksi adanya dilatasi gas berlebihan dari usus kecil dan usus besar .
2. PENGKAJIAN
PENATALAKSANAAN MEDIS
a.
Konservatif
Sebagai
besar kasus ileus pascabedah mendapat intervensi konservatif. Pasien harus
menerima hidrasi intravena .untuk pasien
dengan muntah dan distensi ,gangguan selang nasogastrik diberikan untuk
menurunkan gejala ,namun belum ada penelitian dalam literatur yang mendukung
penggunaan selang nasogastrik untuk memfasilitasi resolusi ileus . panjang
selang ke saluran gastrointestinal tidak memiliki manfaat atas perbaikan ileus
. panjang selang kesaluran gastrointestinal tidak memiliki manfaat atas
perbaikan ileus . untuk pasien dengan ileus berlarut-larut ,obstruksi mekanis
harus diperiksa dengan studi kontras ,sepsis dan gangguan elektolit yang
mendasari , terutama hipokalemia ,hiponatremia , dan hipomagnesemia ,dapat
memperburuk ileus . kondisi ini didiagnosis dan diperbaiki (mukherjee, 2008).
Cara
lainya adalah menghentikan obat yang memproduksi ileus (misalnya : opiate) . dalam suatu studi
,jumlah morfin yang diberikan secara langsung akan berhubungan dengan
terjadinya ileus (cali,2000).
Pengunaan
narkotika pascaoperasi dapat dikurangi dengan suplemen dengan obat anti
–inflamasi non-steoid (OAINS). OAINS dapat menurunkan ileus dengan menurunkan
peradangan local dan dengan mengurangi jumlah narkotika yang digunakan . studi
mioelektrik dari elektroda ditempatkan pada usus besar ,dimana studi ini telah
mengungkapkan resolusi lebih cepat dari yang diberikan pada pasien ileus versus
yang diberikan ketorolac morfin, namun kelemahan OAINS digunakan mencangkup disfungsi trombosit dan
ulserasi lambung. Kondisi ini dapat dipertimbangkan dengan penggunaan
cylooxygenase-2,untuk menurunkan efek samping ini (ferraz ,1995).
Sampaisaat
ini belum ada suatu variable yang secara akurat memprediksi resolusi
ileus.pemeriksaan kondisi klinis masih menjadi parameter penting untuk
mengevaluasi asupan oral dan fungsi usus yang baik .laporan dari pasien bahwa
sudah terjadi flatus,harus dinilai ulang dengan sesame secara pemeriksaan fisik
dan diagnostic yang akurat ,serta tidak boleh hanya mengandalkan dari laporan
pasien (mukherjee,2008).
b.
Terapi diet
Umumnya,menunda
intake makan sampai tanda klinis ileus berakhir .namun, kondisi ileus tidak
menghalangi pemberian nutrisi enteral .pemberian enteral secara hati-hati dan
dilakukan secara bertahap (Ng WQ,2003). Pada suatu studi pemberian permen karet
menunjukkan bahwa mengunyah permen karet sebagai bentuk pemberian makanan palsu
pada fase pemulihan awal dari ileus pascabedah setelah laparoskopi colectomy
.sembilan belas pasien yang ditetapkan ke grup permen karet dan Sembilan untuk
kelompok control .kelompok permen karet ysng digunakan tiga kali sehari dari
pascaoperasipertama pagi sampai intake oral . terjadinya flatus lebih cepat
dalam kelompok permen karet dari pada dikelompok control buang air besar
pertama tercatat ppada 3.1 hari dalam kelompok permen karet versus 5,8 hari
pada kelompok control (asao,2002).
c.
Terapi aktivitas
Kebijakan
konvensional pada praktik klinik memberikan pemahaman bahwa ambulasi dini
merangsang fungsi usus dan meningkatkan ileus pascabedah, meskipin hal ini
belum ditunjukkan dalam literature.
Dalam
sebuah studi nonrandomized mengevalusi 34 pasien ,elektoda bipolar seromuscular
ditempatkan di segmen saluran
gastrointestinal setelah laparotomi.sepuluh pasien ditugaskan untuk ambulasi
pada pascaoperasi hari pertama,dan yang lainnya 24 pasien ditugaskan untuk
ambulasi pada pascabedah hari keempat .hasil yang didapat ,ternyata tidak ada
perbedaan yang signifikan dari hasil mioelektrik dalam pemulihan lambung
,jejunum ,atau usus antara 2 kelompok tersebut (waldhausen, 1990). Walupun
begitu, ambulasi tetap bermanfaat dalam mencegah pembentukan atelektasis, obstruksi vena profundal ,dan pneumonia
tetapi tidak memiliki peran dalam mengobati ileus .
d.
Terapi farmakologis
Sampai
saat inibelum terdapat studi yang menilai manfaat supositoria dan enema untuk
mengobati ileus. Eritromisin ,suatu agonis reseptor motilin ,setelah digunakan
untuk paresis pasca-operasi lambung namun belum terbukti bermanfaat bagi ileus
.
Metoklopramid.
Sebuah antagonis dipaminergik, sebagai obat antimuntah dan prokinetik .data
telah menunjukkan bahwa pemberian obat ini dapat benar-benar memperburuk ileus
(mukherjee,2008 )
Terapi
farmakologis yang dianjurkan adalah golongan opioid antagonis selektif,misalnya
alvimopan .alvimopan ini ditunjukkan untuk membantu mencegah ileus
postoperative reseksi usus (maron,2008).
2. DIAGNOSIS
KEPERAWATAN
a.
Konstipasi berhubungan dengan hipomotilitas
kelumpuhan intestinal
b.
Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d keluar
cairan tubuh dari muntah ,ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal
c.
Actual atau resiko tinggi ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhn tubuh berhubungan dengan kurangnya intake makanan
yang kurang adekuat
3. RENCANA
KEPERAWATAN
Rencana
intervensi disusun sesuai dengan tingkat toleran individu .pada pasien ileus
,intervensi pada masalah keperawatan actual/risiko tinggi syok hopovolemik
dapat disesuaikan dengan masalah yang sama pada asuhan keperawatan pasien
gastroenteritis . untuk intervensi masalah nyeri ,kecemasan ,dan pemenuhan
informasi dapat disesuaikan pada intervensi masalah pasien diverticulitis.
a.
Konstipasi berhubungan dengan hipomotilitas
kelumpuhan intestinal
Tujuan : Dalam waktu 5x24 jam terjadi perbaikan
konstipasi
KH : Bising usus terdengar normal, frekuensi
5-25x/menit
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji faktor
predisposisi terjadinya ileus
|
Walaupun
predisiposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen, tetapi ada
faktor predisposisi lain yang mendukung peningkatan risiko terjadinya ileus
|
2
|
Pasang selang
nasogastrik
|
Pemasangan selang
nasogastrik dilakukan untuk menurunkan
keluhan kembung dan distensi abdomen.
|
3
|
Lakukan teknik
ambulasi
|
Pelaksanaan ambulasi
tetap bermanfaat dalam mencegah pembentukan atelektasis, obstruksi vena
profunda, dan pneumonia
|
4
|
Kolaborasi dengan
dokter pemberian opioid antagonis selektif
|
Alvimopan ini
ditunjukkan untuk membantu mencegah ileus postoperatif reseksi usus (Maron,
2008)
|
b.
Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d keluar
cairan tubuh dari muntah ,ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal
Tujuan : Dalam waktu 5x24 jam tidak terjadi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
KH : CRT <3 detik, urine >600 ml/hari
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Monitor status cairan
|
Penurunan volume
cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada
produksi urine <600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok
hipovolemi
|
2
|
Dokumentasi intake
dan ouput cairan
|
Sebagai data dasar
dalam pemberian terapi cairan dan pemenuhan hidrasi tubuh secara umum
|
3
|
Kolaborasi dengan
dokter pemberian cairan secara intravena
|
Jalur paten penting
untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dlaam melakukan kontrol
intake dan output cairan.
|
4
|
Evaluasi kadar
elektrolit
|
Sebagai deteksi awal
menghindari gangguan elektrolit sekunder dari muntah pada pasien peritonitis
|
c.
Actual atau resiko tinggi ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhn tubuh berhubungan dengan kurangnya intake makanan yang
kurang adekuat
Tujuan : Setelah 7x24 jam asupan nutrisi dapat optimal
dilaksanakan
KH : Pasien dapat menunjukkan metode menelan
makanan yang tepat
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Berikan nutrisi
parenteral
|
Pemberian enteral
diberikan secara hati-hati dan dilakukan secara bertahap sesuai tingkat
toleransi dari pasien
|
2
|
Hindari intake apa
pun secara oral
|
Umumnya, menunda
intake makan oral sampai tanda klinis ileus berakhir. Namun, kondisi ileus
tidak menghalangi pemberian nutrisi enteral
|
3
|
Lakukan perawatan
mulut
|
Intervensi ini untuk
menurunkan resiko infeksi oral
|
4
|
Kolaborasi dengan
ahli gizi mengenai jenis nutrisi yang akan digunakan pasien
|
Ahli gizi harus
terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan
sesuai dengan kebutuhan individu
|
BAB
III
A. KESIMPULAN
1. Ileus
adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan )saluran gastrointestinaltanpa
disertai adanya obstruksi mekanik pada intestinal.
2. Etiologi
dari ileus diantaranya yaitu: Sepsis, obatan-obatan, dan gangguan elektrolit
dan metabolik.
3. Menurut
beberapa hipotesis, ileus pascabedah dimediasi melalui penghambatan aktivasi
reflex spinal. Secara anatomis ,reflek yang terlibat pada ilus adalah pada
pleksus ganglia prevertebral (Mattei,2006).
4. Obstruksi
Usus Halus Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram
yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat
hilang timbul.
B. SARAN
1. Perawat
harus memberikan rasa nyaman pada pasien agar pasien tidak mengalami nyeri.
2. Perawat
harus membantu pasien dalam memenuhi aktifitas kebutuhan sehari-hari
3. Perawat
harus memotivasi pasien agar pasien cepat sembuh dan tidak terpuruk dengan
penyakitnya
4. Perawat
harus memjelaskan terkait dengan penyakit yang diderita oleh pasien pada
pasien/keluarga
DAFTAR
PUSTAKA
Asao, T. Et al. “Gum Chewing
Enhances Early Recovery from Postoperative Ileus after Laparoscopic Colectomy”.
J Am Coll Surg. 195(1):30-2/Juli 2012
Bauer, A.J. dan Boeckxstaens
G.E. “Mechanisms of Postoperative Ileus”. Neurogastroenterol
Motil. 16 Suppl 2:54-60/Oktober 2004
Behm, B. Dan Stollman N.
“Postoperative Ileus: Etiologies and Interventions”. Clin Gastroenterol Hepatol. 1(2):71-80/Maret 2003
Cali, R.L. et al. “Effect of
Morphine and Incision Length on Bowel Function after Colectomy”. Dis Colon Rectum. 43(2):163-8/Februari
2000.
Ferraz, A.A. et al. “Nonopioid
Analgesics Shorten The Duration of Postoperative Ileus.” Am Surg. 61(12):1079-83/Desember 1995
Muttaqin dan Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Comments
Post a Comment