Skip to main content

Askep Kanker Esofagus

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ca Esofagus


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Penyakit kanker  esophagus yaitu suatu keganasan yang terjadi pada esofagus. Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan pada tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek, pada tahun1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di America Serikat berhasil melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi dengan rekonstruksi ( fisichella, 2009 ).
Epidemiologi pada tahun 2000 kanker terbanyak no. 8 412,000 kasus baru per tahun,  penyebab kematian nomor 6 dari kematian akibat kanker, 338.000 kematian per tahun. Pada tahun2002, 462.000 kasus baru, dan 386.000 kematian (Parkin DM, lancet oncol 2001 dan Ca Cancer J.Clin,2005)
Satu diantara 10 kanker tersering dan kanker ke-6 yang menyebabkan kematian pada skala seluruh dunia adalah kanker esofagus. Kanker ini merupakan keganasan ke-3 pada gastrointestinal setelah kanker gasterkolorektal dan kanker hepatoseluler.  Kanker esophagus menunjukkan gambaran epidemiologi yang unik berbeda dengan keganasan lain. kanker esophagus memiliki variasi angka kejadian secara geografis  berkisar dari 3 per 100.000 penduduk di Negara barat samapai 140 kejadian per 100.000 penduduk di asia tengah. Kanker esofagus adalah salah satu tumor dengan tingkat keganasan tinggi, prognosisnya buruk, walaupun sudah dilakuakan diagnosis dini dan penatalaksanaan. Kanker esophagus juga merupakan salah satu kanker dengan tingkat kesembuhan terendah, dengan 5 year survival  rata-rata kira-kira 10 %, survival rates ini terburuk setelah kanker hepatobilier dan kanker pankreas (Alidina,2004)

B.     Tujuan
a.       Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan dengan kanker esofagus.
b.      Tujuan Khusus
1.      Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dari kanker esofagus
2.      Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi kanker esofagus
3.      Mahasiswa mampu menjelaskan stadium kanker esofagus
4.      Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis kanker esofagus
5.      Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi kanker esofagus
6.      Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resiko kanker esofagus
7.      Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan medis kanker esofagus
8.      Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan kanker esofagus
9.      Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan kanker esofagus



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Kanker Esofagus
Kanker  esophagus yaitu suatu keganasan yang terjadi pada esofagus. Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan pada tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek, pada tahun1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di America Serikat berhasil melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi dengan rekonstruksi ( Fisichella, 2009 ).
B.     Etiologi
Penyebab pasti kanker esofagus tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang dapat menjadi presdisposisi yang diperkirakan berperan dalam patogenesis kanker. Presdisposisi penyebab kanker esofagus biasanya berhubungan dengan terpajannnya mukosa esofagus dari agen berbahaya atau stimulus toksik, yang kemudian menghasilkan terbentuknya displasia yang bisa menjadi karsinoma
Beberapa faktor juga dapat memberikan kontribusi terbentuknya karsinoma sel skuamosa, seperti berikut ini :
1.      Defisiensi vitamin dan mineral. Menurut beberapa studi, kekurangan riboflavin pada ras China memberikan kontribusi besar terbentuknya kanker esofagus (Doyle C,2006)
2.      Pada faktor merokok sigaret dan penggunaan alkohol secara kronik merupakan faktor penting yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kanker esofagus (Edmondso,2008)
3.      Infeksi papilomavirus pada manusia dan Helicobacter pylory disepakati menjadi faktor yang memberi kontribusi peningkatan resiko kanker esofagus (Fisichella,2009)
Penyakit refluk gastroesofageal menjadi faktor predisposisi utama terjadinya adenokarsinoma pada esofagus. Faktor iritasi dari bahan refluks asam dan garam empedu didapatkan menjadi penyebab. Sekitar 10-15 % pasien yang melakukan pemeriksaan endoskopik mengalami displasia yang menuju ke kondisi adenokarsinoma. Pasien dengan iritasi refluks gastroesofageal sering berhubungan dengan penyakit Barret esofagus yang beresiko menjadi keganasan (Thornton,2009)

C.     Stadium Tumor
The American Joint Committee on Cancer Stanging membagi stadium tumor berdasarkan TNM sistem. Metastasis dari karsinoma epidermal bermula dari mukosa esofagus dan tumbuh intraluminal sebagai satu tumor dimana sering terdapat ulserasi pada permukaannya (Glenn,2011)
Stadium kanker esofagus dengan menggunakan sistem TNM menurut Raymond Thornton Tahun 2009 :
Tumor Primer (T)
Kelenjar Getah Bening (KGB)
Regional (N)
Metastasis Jauh (M)
TX
Tumor primer tidak dapat dinilai
NX
Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai
MX
Adanya metastasis jauh tidak dapat dinilai
TO
Tumor primer tidak terbukti
NO
Tidak ada metastasis jauh
M0
Tidak ada metastasis jauh
Tis
Carsinoma
N1
Ada metastasis ke KGB regional
M1
Ada metastasis jauh
T1
Invasi ke lamina propia/submukosa

T2
Invasi ke tunika muskularis propia
T3
Invasi ke tunika adventisia
T4
Invasi ke struktur sekitar


Pengelompokan stadium dan prediksi bertahan hidup menurut Raymond Thornton Tahun 2009 :
Stadium
TNM
Bertahan Hidup setelah 5 Tahun
Stadium 0
Tis
NO
MO
75%
Stadium I
T1
NO
MO
50%
Stadium II a
T2
NO
MO
40%
T3
NO
MO
Stadium II b
T1
N1
MO
20%
T1
N1
MO
Stadium III
T3
N1
MO
15%
T4
No
MO
Stadium IV a
Setiap T
Setiap N
M1a
<1%
Stadium IV b
Setiap T
Setiap N
M1b
<1%

D.    Manifestasi klinis
Tanda dan gejala kanker esofagus menurut Syamsul Jamail Tahun 2010 antara lain :
a.       Sulit menelan
b.      Hilang berat badan secara tiba-tiba
c.       Nyeri pada dada
d.      Lelah
e.       Ulsertiva esofagus tahap lanjut
f.       Disfagia, awalnya dengan makanan padat dan akhirnya dengan cairan
g.      Merasakan benjolan pada tenggorokan dan rasa nyeri saat menelan
h.      Nyeri atau begah substernal, regurgitasi makanan yang tak tercerna dengan bau nafas dan akhirnya cegukan
i.        Mungkin terjadi hemoragi, dan kehilangan berat badan dan kekuatan secara progresif akibat kelaparan.
E.     Patofisiologi
Secara fisiologis jaringan esofagus distratafikasi oleh epitel non keratin skuamosa. Karsinoma sel skuamosa yang meningkat dari epitel terjadi akibat stimulus iritasi kronik agen iritan, alkohol, tembakau, dan beberapa komponen nitrogen diidentifikasi sebagai karsinogenik iritan (Fischella,2009)
                        Penggunaan alkohol dan tembakau secara prinsip menjadi faktor resiko utama terbentuknya karsinoma sel skuamosa. Nitrosamina dan komponen lain netrosil didalam acar (asinan), daging bakar, atau makanan ikan yang diasinkan memberikan kontribusi peningkatan karsinoma sel skuamosa pada esofagus (Thornton,2009)
Pendapat lain menyebutkan adanya hubungan antara peningkatan kejadian karsinoma sel skuamosa pada esofagus dengan konsumsi kronik air hangat (Smeltzer,2002), konsumsi sirih, asbestos, polusi udara, dan diet tinggi bumbu rempah. Akan tetapi, pendapat lain menyebutkan hal sebaliknya, dimana konsumsi diet tinggi buah dan sayur – sayuran justru menjadi faktor protektif untuk terjadinya karsinoma sel skuamosa (Fisichella,2009).
Beberapa kondisi medis yang dipercaya meningkatkan karsinoma sel skuamosa, seperti akalasia, striktur, tumor kepala dan leher, peyakit plummer-Vinson syndrome, serta terpajan dari radiasi. Karsinoma sel skuamosa meningkat pada akalasia setelah periode 20 tahun kemudian. Hal ini dipercaya akibat iritasi yang lama dari material lambung. Pada pasien striktur, akibat kondisi kontak dengan cairan alkali akan meningkatkan sekitar 3% karsinoma sel skuamosa setelah 20 - 40 tahun. Tumor kepala dan leher dihubungkan dengan karsinoma sel skuamosa yang disebabkan oleh faktor penggunaan alkohol dan tembakau. Penyakit plummer-Vinson syndrome akan mengalami disfagia, anemia defisiensi besi, dan web esofagus. Kondisi ini akan meningkatkan insiden kejadian karsinoma sel skuamosa postkrikoid (Enzinger,2003).
Adenokarsinoma esofagus sering terjadi pada bagian tengah dan bagian bawah esofagus. Peningkatan abnormal mukosa esofageal sering dihubungkan dengan refluks gastroesofageal kronik. Metaplasia pada stratifikasi normal epitelium skuamosa bagian distal akan terjadi dan menghasilkan epitelium glandular yang berisi sel-sel goblet yang disebut epitel Barret. Perubahan genetik pada epitelium meningkatkan kondisi displasia dan secara progresif membentuk adenokarsinoma pada esofagus (Papineni,2009).
Penyakit refluks gastroesofageal merupakan faktor penting terbentuknya epitel Barret. Pada pasien dengan penyakit refluks gastroesofageal, sekitar 10% menghadirkan epitel Barret dan pada pasien dengan adanya epitel Barret sekitar 1% akan terbentuk adenokarsinoma esofagus. Oleh karena itu diperlukan untuk dilakukan biospi endoskopik untuk menurunkan resiko keganasan pada esofagus (Fisichella,2002).
Adanya kanker esofagus bisa menghasilkan metastasis ke jaringan sekitar akibat invasi jaringan dan efek kompresi oleh tumor. Selain itu, komplikasi dapat timbul karena terapi terhadap tumor. Invasi oleh tumor sering terjadi ke struktur di sekitar mediastinum. Invasi ke aorta mengakibatkan pendarahan masif, invasi ke perikardium terjadi tamponade jantung atau sindrom vena kava superior;invasi ke serabut saraf menyebabkan suara serak atau diasfagia, invasi ke saluran nafas mengakibatkan fistula trakeosofageal dan esofagopulmonal, yang merupakan komplikasi serius dan progresif mempercepat kematian. Sering terjadi adalah pneumonia aspirasi yang pada gilirannya yang akan menyebabkan abses paru dan epiema. Selain itu, juga dapat terjadi gagal nafas yang disebabkan oleh obstruksi mekanik atau pendarahan. Pendarahan yang terjadi pada tumornya sendiri dapat menyebabkan anemia defisiensi besi sampai pendarahan akut masif. Pasien sering tampak malnutrisi, lemah, emasiasi, dan gangguan sistem imun yang kemudian akan menyulitkan terapi (Wang,2008).
F.      Faktor resiko
                        Penyebab-penyebab yang tepat dari kanker esophagus tidak diketahui secara pasti. Bagaimanapun, studi-studi menunjukan bahwa apa saja dari faktor-faktor berikut dapat meningkatkan risiko mengembangkan kanker esophagus :
a.       Umur
Kanker esophagus lebih mungkin terjadi ketika orang-orang menjadi tua; kebanyakan orang-orang yang mengembangkan kanker esophagus adalah berumur diatas 60 tahun.
b.      Kelamin
Kanker esophagus adalah lebih umum pada pria-pria daripada pada wanita-wanita.
c.       Penggunaan Tembakau
Merokok sigaret-sigaret atau menggunakan tembakau yang tidak berasap adalah satu dari faktor-faktor risiko utama untuk kanker esophagus.
d.      Penggunaan Alkohol
Penggunaan alkohol yang kronis dan/atau berat adalah faktor risiko utama yang lain untuk kanker esophagus. Orang-orang yang menggunakan keduanya alkohol dan tembakau mempunyai suatu risiko yang terutama tinggi dari kanker esophagus. Ilmuwan-ilmuwan percaya bahwa senyawa-senyawa ini meningkatkan efek-efek yang berbahaya lain dari setiapnya.
e.       Barrett's Esophagus
Iritasi jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker esophagus. Jaringan-jaringan pada dasar dari kerongkongan dapat menjadi teiritasi jika asam lambung secara sering balik masuk kedalam esophagus, persoalan yang disebut gastric reflux. Melalui waktu, sel-sel dibagian yang teriritasi dari esophagus mungkin berubah dan mulai menyerupai sel-sel yang melapisi lambung. Kondisi ini, dikenal sebagai Barrett esophagus, adalah kondisi sebelum ganas (premalignant) yang mungkin berkembang kedalam adenocarcinoma dari esophagus.
f.       Tipe-Tipe Iritasi Lain
Penyebab-penyebab lain dari iritasi atau kerusakan yang signifikan pada lapisan esophagus, seperti menelan cairan alkali atau senyawa-senyawa caustic (tajam) lain, dapat meningkatkan risiko mengembangkan kanker esophagus.
g.      Sejarah Medis
Pasien-pasien yang telah mempunyai kanker-kanker kepala dan leher lainya mempuyai kesempatan yang meningkat dari pengembangan suatu kanker kedua pada area kepala dan leher, termasuk kanker esophagus.
G.    Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis disesuaikan dengan penentuan stadium (staging) dan pengelompokan stadium tumor. Penatalaksanaan yang lazim dilakukan adalah intervensi non operasi dan intervensi operasi.
1.      Intervensi non operasi
a.       Radiasi
Karsinoma esofagus bersifat radiosensitif. Pada kebanyakan pasien, radiasi eksternal memberikan efek penyusutan tumor. Komplikasi akibat radiasi sering berupa striktura, fistula dan perdarahan, selain itu terkadang juga dijumpai komplikasi kardiopulmunal (Enzinger,2003)
b.      Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai pelengkap terapi operasi dan terapi radiasi. Biasanya digunakan kemoterapi kombinasi Sisplatin bersama Paclitaxel dan 5 fluorouracil (Le Prise,1994)
c.       Terapi Laser
Pemberian intervensi terapi laser dapat membantu menurunkan secara sementara kondisi disfagia pada 70%  pasien kanker esofagus. Pelaksanaan secara multipel yang dibagi pada beberapa sesi dapat meningkatkan kepatenan lumen esofagus (Wang,2008)
d.      Photodynamic therapy (PDT)
PDT dapat dilakukan pada pasien dengan keganasan jaringan displatik. Fotosintesis mentransfer energi ke substrat kimia jaringan abnormal. Beberapa studi PDT atau terapi laser dengan kombinasi penghambat asam jangka panjang, menghasilkan terapi endoskopik yang efektif pada displasia mukosa Barret dan mengeliminasi mukosa Barret (Fisichella,2009)
2.      Intervensi Bedah
Esofagotomi dilakukan memulai insisi abdominal dan sevikal melewati hiatus esofagus/ THE  (transhiatal esophagectomy) atau dengan cara insisi abdominal dan toraks kanan/ TTE (transhorakcic esophagectomy). Pada THE rongga dada tidak dibuka. Ahli bedah melakukan manuver transhiatal dengan mengangkat esofagus secara manual dari rongga thoraks. Pada TTE bagian tengah dan bawah esofagus diangkat melalui rongga toraks yang dibuka. Pembukaan abdomen dilakukan agar dapat memobilisasi lambung untuk memudahkan reseksi (Mackenzezie, 2004)
H.    Pencegahan
Tembakau dan alkohol adalah faktor risiko utama dalam pengembangan sel skuamosa kanker esophagus, penghentian tembakau dan alkohol secara signifikan dapat mengurangi resiko terjadinya kanker ini. Buah buahan dan sayur sayuran yang segar dibandingkan dengan asupan makanan tinggi nitrosamine atau yang terkontaminasi dengan racun bakteri atau jamur dapat menurunkan risiko sekitar 50%.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian Keperawatan
Menurut Arif Muttaqin (2011), pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien kanker esofagus adalah :
Pada pengkajian akan didapatkan sesuai stadium kanker esofagus. Keluhan disfagia terdapat pada hampir semua pasien yang mengalami kanker esofagus. Pada keluhan disfagia berat, apabila didapatkan pasien tidak bisa meneguk air minum, maka memberikan indikasi pembesaran tumor telah menyumbat lumen esofagus.
Pada pengkajian riwayat penyakit penting untuk diketahui adanya penyakit yang pernah diderita seperti refluks gastroesofageal, akalasia, striktur esofagus, dan tumor pada kepala atau leher.
Pada pengkajian psikososial biasanya didapatkan adanya kecemasan berat setelah mendapat pemberitahuan tentang kondisi kanker esofagus. 
Pada pengkajian diagnostik untuk kanker esofagus yang diperlukan adalah pemeriksaan radiografi, endoskopi biopsi, sitologi, dan laboratorium klinik.
1.      Pemeriksaan Radiografi
a.       Dengan bubur barium akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian besar kasus dimana akan terlihat tumor dengan permukaan erosif dan kasar pada bagian esofagus yang terkena. Bila terdapat penyempitan pada bagian distal oleh penyebaran tumor ini dari daerah kardia lambung, hal ini harus dapat dibedakan dengan akalasia.
b.      CT scan untuk melihat derajat pembesaran tumor pada rongga toraks dan diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat metastasis pada hati.
2.      Endoskopi dan Biopsi
Pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis karsinoma esofagus, terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan adenokarsinoma. Pada pemeriksaan tersebut diperlukan beberapa biopsi karena terjadi penyebaran ke submukosa dan adanya kecenderungan tertutupnya karsinoma epidermal oleh sel epitel skuamosa yang normal.
3.      Sitologi
Pemeriksaan sitologik didapatkan dengan cara bilasan pada daerah tumor tersebut. Sel tumor juga diperoleh pada ujung esofagoskop ketika alat ini keluar setelah pemeriksaan endoskopik.
4.      Pemeriksaan tes faal hati dan ultrasonografi diperlukan untuk mengetahui apakah ada metastasis pada hati.  
B.     Diagnosis Keperawatan
1.      Pemenuhan informasi b.d. adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan esofagus.
2.      Risiko injuri b.d. pascaoperasi bedah reseksi esofagus.
3.      Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan bentuk menurun
4.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat.
5.      Nyeri b.d. iritasi mukosa esofagus, respons pembedahan.
6.      Kecemasan b.d. prognosis penyakit, misinterpretasi informasi, rencana pembedahan.
C.     Rencana Keperawatan
Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan esofagus.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria Hasil:
-     Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
-     Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.
Intervensi
Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang prosedur diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan esofagus.
Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi individu pasien. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif.
Cari sumber yang meningkatkan penerimaan informasi.
Keluarga terdekat dengan pasien perlu dilibatkan dalam pemenuhan informasi untuk menurunkan risiko misinterpretasi terhadap informasi yang diberikan.
Jelaskan dan lakukan intervensi prosedur diagnostik radiografi dengan barium
Pemeriksaan radiografi dengan barium tidak menyebabkan rasa sakit. Perawat mempersiapkan informed consent setelah pasien mendapatkan penjelasan. Persiapan dan penjelasan yang rasional sesuai tingkat individu akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemeriksaan diagnostik.
Jelaskan dan lakukan intervensi pada pasien yang akan dilakukan pemeriksaan diagnostik dan terapi secara endoskopik
Pasien sangat penting untuk mengetahui bahwa pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis karsinoma esofagus, terutama untuk membedakan antara kasinoma epidermal dan adenokarsinoma. Pengetahuan ini dapat memberikan pengetahuan pasien dan akan meningkatkan tingkat kooperatif dari pasien.
Jelaskan terapi dengan kemoterapi
Pasien perlu mengetahui bahwa kemoterapi diberikan sebagai perlengkapan terapi operasi dan terapi radiasi

Risiko injuri b.d. pascaprosedur reseksi esofagus
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam pascaintervensi reseksi esofagus, pasien tidak menjalami injuri.
Kriteria Hasil:
-     TTV dalam batas normal.
-     Kondisi kepatenan selang dada optimal.
-     Tidak terjadi infeksi pada insisi.
Intervensi
Rasional
Lakukan perawatan di ruang intensif.
Untuk menurunkan risiko injuri dan agar memudahkan intervensi pasien salama 48 jam dirawat di ruang intensif.
Kaji faktor-faktor yang meningkatkan risiko injuri.
Pada saat pascaoperasi, pada pasien akan terdapat banyak drain pada tubuh pasien. Keterampilan keperawatan kritis diperlukan agar pengkajian vital dapat sistematis dilakukan.
Pantau kondisi status cairan sebelum memberikan cairan kristaloid atau komponen darah.
Pada periode immediate pascaoperasi pemberian cairan kristaloid atau komponen darah dilakukan setelah pasien tidak mengalami kelebihan cairan. Hal ini perlu diperhatikan perawat karena pada intervensi esofagotomi juga dibersihkan jaringan limfatik mediastinum. Hilangnya limfatik pada mediastinum memberikan predisiposisi terjadinya edema pulmonal karena berkurangnya drainase limfatik pada sistem respirasi (Gregoire, 1998). Kondisi malnutrisi dan kurang protein juga akan menambah berat kondisi edema pulmonal.
Pantau pengeluaran urine rutin.




Pasien pascaoperasi esofagektomi akan mengalami transudasi cairan ke internal. Perawat memantau produksi urine dalam kisaran 30 ml/jam sebagai batas dalam pemberian rehidrasi optimal (Gregoire, 1998)
Evaluasi secara hati-hati dan dokumentasikan intake dan output cairan.
Perawat mendokumentasikan jumlah urine dan jam pada saat pencatatan. Perawat memeriksa kapatenan jalan urine pada tempatnya.

Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kamampuan batuk menurun, nyeri pascaoperasi.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam pascabedah esofagektomi, bersihan jalan napas pasien tetap optimal.
Kriteria evaluasi:
-     Jalan napas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan napas.
-     Suara napas normal, tidak ada bunyi napas tambahan seperti stridor.
-     Tidak ada penggunaan otot bantu napas.
RR dalam batas normal 12-20 x /menit.
Intervensi
Rasional
Kaji dan monitor jalan napas.
Deteksi awal untuk interpretasi intervensi selanjutnya. Salah satu cara untuk mengetahui apakah pasien bernapas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak tangan di atas hidung dan mulut pasien untuk merasakan hembusan napas. Gerakan toraks dan diafragma tidak selalu menandakan pasien bernapas.
Beri oksigen 3 liter/menit
Pemberian oksigen dilakukan pada fase awal pascaoperasi. Pemenuhan oksigen dapat membantu meningkatkan Pa  dicairan otak yang akan memengaruhi pengaturan pernapasan.
Bersihkan sekresi pada jalan napas dan lakukan suctioning apabila kemampuan mengevakuasi sekret tidak efektif
Kesulitan pernapasan dapat terjadi akibat sekresi lendir yang berlebihan. Membalikkan pasien dari satu sisi ke sisi lainnya memungkinkan cairan yang terkumpul untuk keluar dari sisi mulut. Mukus yang menyumbat faring atau trakea diisap dengan ujung pengisap faringeal atau kateter nasal yang dimasukkan kedalam nasofaring atau orofaring.
Instruksikan pasien untuk pernapasan dalam dan melakukan batuk efektif
Pada pasien pascaoperasi dengan tingkat toleransi yang baik, maka pernapasan diafragma dapat meningkatkan ekspansi paru. Batuk juga didorong untuk melonggarkan sumbatan mukus. Bantu pasien mengatasi ketakutannya bahwa ekskresi dari batuk dapat menyebabkan insisi bedah akan terbuka.
Lakukan fioterapi dada
Tujuan dari fisioterapi dada adalah memfasilitasi pembersihan jalan napas dari sekresi yang tidak dapat dilakukan dengan batuk efektif, meningkatkan pertukaran udara yang adekuat, menurunkan frekuensi pernapasan, dan meningkatkan ventilasi dan pertukaran udara.

Ketidakseimbangan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat
Tujuan : setelah 3 x 24 jam pada pasien nonoperasi dan setelah 7 x 24 jam pascabedah, intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan.
Kriteria evaluasi:
-     Pasien dapat menunjukkan metode menelan yang tepat.
-     Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia berkurang, pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20 menit xmenit
-     Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg.
Intervensi
Rasional
Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan seksama.

Makanan dapat lewat dengan mudah ke lambung.

Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi makanan.



Beberapa pasien mungkin mengalami alergi terhadap beberapa komponen makanan tertentu dan beberapa penyalit lain, seperti diabetes melitus, hipertensi, gout, dan lainnya sehingga memberikan manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan yang akan diberikan.
Sajikan makanan dengan cara yang menarik.
Membantu merangsang nafsu makan.

Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa yang disukai pasien (sesuai indikasi).
Memeperhitungkan keinginan individu dapat memeperbaiki intake nutrisi.

Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan peroral.
Menurunkan rasa tidak enak kaena sisa makanan juga bau obat yang dapat merangsang pusat muntah.



Nyeri b.d. iritasi mukosa esofagus, respons pembedahan

Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam pasca bedah, nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
-     Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi.
-     Skala nyeri 0-1 (0-4)
-     TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.

Intervensi
Rasional

Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.

Lakukan manajemen nyeri keperawatan
Manajemen nyeri merupakan kunci dari penatalaksanaan pasien pascaoperasi. Keadekuatan kontrol nyeri pascaoperasi esofagektomi merupakan unsur yang paling penting dalam menurunkan mortalitas dan morbiditas ( Makenzie, 2004 ). Tsui ( 1997 ) melaporkan dengan keadekuatan kontrol nyeri akan menurunkan risiko gangguan kardiovaskuler, mempercepat hari rawat, dan menurunkan tingkat kematian pasca-esofagektomi transtorakal.

Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST


Pendekatan PQRST dapat secara komprehensif menggali kondisi nyeri pasien. Apabila pasien mengalami skala nyeri 3 (0-4), hal ini merupakan peringatan yang perlu perawat waspadai karena memberikan manifertasi klinik yang bervariasi dari komplikasi pascaoperasi esofagektomi.

Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.

Istirahat secara fisiologi akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal.

Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri muncul.
Meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia intestinal.


Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
Distraksi ( pengalihan perhatian ) dapat menurunkan stimulus internal.





Kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterprestai informasi
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam pasien secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria :
-     Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
-     Pasien dapat mendemonstrasikan ketrampilan pemecahan masalahnya dan  perubahan koping yang digunakan sesuai yang dihadapi.
-     Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar, pasien dapat rilek dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi
Rasional
Monitor respon fisik, seperti kelemahan, perubahan tanda vital, dan gerakan yang berulang-ulang. Catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama komunikasi.
Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya
Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan.
Catat reaksi dari pasien/keluarga. Berikan kesempatan untuk mendiskusikan perasaannya/konsentrasinya, dan harapan masa depan.
Anggota keluarga dengan responnya pada apa yang terjadi dan kesembuhannya dapat disampaikan kepada pasien.




D.    Evaluasi :
Evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :
1.      Terpenuhinya informasi pemeriksaan diagnosa intervensi kemotrapi, radiasi dan prabedah.
2.      Tidak mengalami injuri dan komplikasi pascabedah.
3.      Pasien tidak mengalami penurunan berat badan.
4.      Terjadi penurunan respons nyeri.
5.      Tidak terjadi infeksi pascabedah.
6.      Kecemasan pasien berkurang


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Pengertian
Kanker  esophagus yaitu suatu keganasan yang terjadi pada esofagus. Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan pada tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek, pada tahun1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di America Serikat berhasil melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi dengan rekonstruksi ( fisichella, 2009 ).
2.      Manifestasi klinis
Tanda dan gejala kanker esofagus menurut Syamsul Jamail Tahun 2010 antara lain :
a.       Sulit menelan
b.      Hilang berat badan secara tiba-tiba
c.       Nyeri pada dada
d.      Lelah
e.       Ulsertiva esofagus tahap lanjut
f.       Disfagia, awalnya dengan makanan padat dan akhirnya dengan cairan
g.      Merasakan benjolan pada tenggorokan dan rasa nyeri saat menelan
3.      Faktor resiko
a.       Umur
b.      Kelamin
c.       Penggunaan Tembakau
d.      Penggunaan Alkohol
e.       Barrett's Esophagus
f.       Sejarah Medis
4.      Penatalaksanaan Medis
a.       Intervensi non operasi (Radiasi, Kemoterapi, Terapi Laser, Photodynamic therapy)
b.      Intervensi Bedah


DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif.2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Fisichela, Piero M.2009.Esophageal Cancer.eMedicine Specialties. Oncology. Carcinomas of the  Gastrointestinal.
Smeltzer and Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarata: EGC
http://hennykartika.files.wordpress.com/2008/03/data-survival-dan-faktor-prognosis-pasien-kanker-esofagus-di-pakistan.doc. Diakses tanggal 19 September 2013
http://daengbantang.blogspot.com/2010/05/karsinoma-esofagus.html. Diakses tanggal 19 September 2013

Comments

Popular posts from this blog

Dialog dengan Pasien Isolasi Sosial (Menarik Diri)

Contoh dialog sesuai Satuan Pelaksana pada pasien gangguan jiwa dengan isolasi diri atau menarik diri : Menarik  D iri   (Isolasi Sosial) Prolog Disebuah ruang arjuna terdapat terdapat pasien gangguan jiwa bernama Ny. S. Pasien masuk rumah sakit jiwa karena pasien asyik dengan pikirannya sendiri, tidak memiliki teman dekat, tidak adanya kontak mata, tampak sedih, efek tumpul serta melakukan tindakan berulang yang tidak bermakna sama sekali. Pasien juga merasa ditolak oleh keluarganya sendiri sehingga membuatnya kesepian. Diagnosa keperawatan untuk pasien yaitu isolasi sosial. SP 1 : Pasien membina hubungan saling percaya,membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan hubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan. Perawat           : “ Assallamualaikum wr,wb ” Pasien              : (pasien hanya diam) Perawat           : “ Saya H saya senang dipanggil ibu Her… Saya perawat diruang maw

Dialog dengan Pasien Gangguan Jiwa Susaide SP 1

STRATEGI PELAKSANAAN SUSAIDE SP 1 A.       Kondisi klien Data Subjektif: 1.       Mengungkapkan keinginan bunuh diri 2.       Mengungkapkan keinginan untuk mati 3.       Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan 4.       Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga 5.       Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan 6.       Mengungkapkan adanya konflik interpersonal 7.       Mengungkapkan telah terjadi korban perilaku kekerasan saat kecil Data Objektif: 1.       Impulsif 2.       Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( biasanya menjadi sangat patuh) 3.       Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan penyalahgunaan alkohol) 4.       Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal) 5.       Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier) 6.       Status perkawinan yang tidak harmonis B.        Diagnosa keperawatan Risiko bunuh diri

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) A.   LATAR BELAKANG Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007). Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas orientasi realita , dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2006). Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau kehidup