Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ca Esofagus
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penyakit kanker esophagus yaitu suatu keganasan yang terjadi
pada esofagus. Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan pada
tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek, pada tahun1930-an,
Oshawa di Jepang dan Marshall di America Serikat berhasil melakukan pembedahan pertama
dengan metode transtoraks esofagotomi dengan rekonstruksi ( fisichella, 2009 ).
Epidemiologi
pada tahun 2000 kanker terbanyak no. 8 412,000 kasus baru per tahun, penyebab kematian nomor 6 dari kematian akibat
kanker, 338.000 kematian per tahun. Pada tahun2002, 462.000 kasus baru, dan
386.000 kematian (Parkin DM, lancet oncol 2001 dan Ca Cancer J.Clin,2005)
Satu
diantara 10 kanker tersering dan kanker ke-6 yang menyebabkan kematian pada
skala seluruh dunia adalah kanker esofagus. Kanker ini merupakan keganasan ke-3
pada gastrointestinal setelah kanker gasterkolorektal dan kanker
hepatoseluler. Kanker esophagus menunjukkan gambaran epidemiologi yang
unik berbeda dengan keganasan lain. kanker esophagus memiliki variasi angka
kejadian secara geografis berkisar dari 3 per 100.000 penduduk di Negara
barat samapai 140 kejadian per 100.000 penduduk di asia tengah. Kanker esofagus
adalah salah satu tumor dengan tingkat keganasan tinggi, prognosisnya buruk,
walaupun sudah dilakuakan diagnosis dini dan penatalaksanaan. Kanker esophagus
juga merupakan salah satu kanker dengan tingkat kesembuhan terendah, dengan 5 year survival rata-rata
kira-kira 10 %, survival rates ini
terburuk setelah kanker hepatobilier dan kanker pankreas (Alidina,2004)
B. Tujuan
a. Tujuan
Umum
Mahasiswa
mampu melakukan asuhan keperawatan dengan kanker esofagus.
b. Tujuan
Khusus
1. Mahasiswa
mampu menjelaskan pengertian dari kanker esofagus
2. Mahasiswa
mampu menjelaskan etiologi kanker esofagus
3. Mahasiswa
mampu menjelaskan stadium kanker esofagus
4. Mahasiswa
mampu menjelaskan manifestasi klinis kanker esofagus
5. Mahasiswa
mampu menjelaskan patofisiologi kanker esofagus
6. Mahasiswa
mampu menjelaskan faktor resiko kanker esofagus
7. Mahasiswa
mampu menjelaskan penatalaksanaan medis kanker esofagus
8. Mahasiswa
mampu menjelaskan pencegahan kanker esofagus
9. Mahasiswa
mampu menjelaskan asuhan keperawatan kanker esofagus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kanker Esofagus
Kanker esophagus yaitu suatu keganasan yang terjadi
pada esofagus. Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan pada
tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek, pada
tahun1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di America Serikat berhasil
melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi dengan
rekonstruksi ( Fisichella, 2009 ).
B. Etiologi
Penyebab pasti kanker esofagus tidak
diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang dapat menjadi presdisposisi yang
diperkirakan berperan dalam patogenesis kanker. Presdisposisi penyebab kanker
esofagus biasanya berhubungan dengan terpajannnya mukosa esofagus dari agen
berbahaya atau stimulus toksik, yang kemudian menghasilkan terbentuknya
displasia yang bisa menjadi karsinoma
Beberapa faktor juga dapat memberikan
kontribusi terbentuknya karsinoma sel skuamosa, seperti berikut ini :
1. Defisiensi
vitamin dan mineral. Menurut beberapa studi, kekurangan riboflavin pada ras
China memberikan kontribusi besar terbentuknya kanker esofagus (Doyle C,2006)
2. Pada
faktor merokok sigaret dan penggunaan alkohol secara kronik merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kanker esofagus
(Edmondso,2008)
3. Infeksi
papilomavirus pada manusia dan Helicobacter pylory disepakati menjadi faktor
yang memberi kontribusi peningkatan resiko kanker esofagus (Fisichella,2009)
Penyakit
refluk gastroesofageal menjadi faktor predisposisi utama terjadinya
adenokarsinoma pada esofagus. Faktor iritasi dari bahan refluks asam dan garam
empedu didapatkan menjadi penyebab. Sekitar 10-15 % pasien yang melakukan
pemeriksaan endoskopik mengalami displasia yang menuju ke kondisi
adenokarsinoma. Pasien dengan iritasi refluks gastroesofageal sering
berhubungan dengan penyakit Barret esofagus yang beresiko menjadi keganasan
(Thornton,2009)
C.
Stadium Tumor
The American Joint Committee on
Cancer Stanging membagi stadium tumor berdasarkan TNM
sistem. Metastasis dari karsinoma epidermal bermula dari mukosa esofagus dan
tumbuh intraluminal sebagai satu tumor dimana sering terdapat ulserasi pada
permukaannya (Glenn,2011)
Stadium
kanker esofagus dengan menggunakan sistem TNM menurut Raymond Thornton Tahun
2009 :
Tumor Primer (T)
|
Kelenjar Getah Bening (KGB)
Regional (N)
|
Metastasis Jauh (M)
|
|||
TX
|
Tumor
primer tidak dapat dinilai
|
NX
|
Kelenjar
getah bening regional tidak dapat dinilai
|
MX
|
Adanya
metastasis jauh tidak dapat dinilai
|
TO
|
Tumor
primer tidak terbukti
|
NO
|
Tidak
ada metastasis jauh
|
M0
|
Tidak
ada metastasis jauh
|
Tis
|
Carsinoma
|
N1
|
Ada
metastasis ke KGB regional
|
M1
|
Ada
metastasis jauh
|
T1
|
Invasi
ke lamina propia/submukosa
|
||||
T2
|
Invasi
ke tunika muskularis propia
|
||||
T3
|
Invasi
ke tunika adventisia
|
||||
T4
|
Invasi
ke struktur sekitar
|
Pengelompokan stadium
dan prediksi bertahan hidup menurut Raymond Thornton Tahun 2009 :
Stadium
|
TNM
|
Bertahan Hidup setelah 5 Tahun
|
||
Stadium
0
|
Tis
|
NO
|
MO
|
75%
|
Stadium
I
|
T1
|
NO
|
MO
|
50%
|
Stadium
II a
|
T2
|
NO
|
MO
|
40%
|
T3
|
NO
|
MO
|
||
Stadium
II b
|
T1
|
N1
|
MO
|
20%
|
T1
|
N1
|
MO
|
||
Stadium
III
|
T3
|
N1
|
MO
|
15%
|
T4
|
No
|
MO
|
||
Stadium
IV a
|
Setiap
T
|
Setiap
N
|
M1a
|
<1%
|
Stadium
IV b
|
Setiap
T
|
Setiap
N
|
M1b
|
<1%
|
D. Manifestasi klinis
Tanda dan
gejala kanker esofagus menurut Syamsul Jamail Tahun 2010 antara lain :
a.
Sulit
menelan
b.
Hilang
berat badan secara tiba-tiba
c.
Nyeri
pada dada
d.
Lelah
e.
Ulsertiva
esofagus tahap lanjut
f.
Disfagia,
awalnya dengan makanan padat dan akhirnya dengan cairan
g.
Merasakan
benjolan pada tenggorokan dan rasa nyeri saat menelan
h.
Nyeri
atau begah substernal, regurgitasi makanan yang tak tercerna dengan bau nafas
dan akhirnya cegukan
i.
Mungkin
terjadi hemoragi, dan kehilangan berat badan dan kekuatan secara progresif
akibat kelaparan.
E. Patofisiologi
Secara fisiologis jaringan esofagus distratafikasi
oleh epitel non keratin skuamosa. Karsinoma sel skuamosa yang meningkat dari
epitel terjadi akibat stimulus iritasi kronik agen iritan, alkohol, tembakau,
dan beberapa komponen nitrogen diidentifikasi sebagai karsinogenik iritan
(Fischella,2009)
Penggunaan
alkohol dan tembakau secara prinsip menjadi faktor resiko utama terbentuknya
karsinoma sel skuamosa. Nitrosamina dan komponen lain netrosil didalam acar
(asinan), daging bakar, atau makanan ikan yang diasinkan memberikan kontribusi
peningkatan karsinoma sel skuamosa pada esofagus (Thornton,2009)
Pendapat lain menyebutkan adanya
hubungan antara peningkatan kejadian karsinoma sel skuamosa pada esofagus dengan
konsumsi kronik air hangat (Smeltzer,2002), konsumsi sirih, asbestos, polusi
udara, dan diet tinggi bumbu rempah. Akan tetapi, pendapat lain menyebutkan hal
sebaliknya, dimana konsumsi diet tinggi buah dan sayur – sayuran justru menjadi
faktor protektif untuk terjadinya karsinoma sel skuamosa (Fisichella,2009).
Beberapa kondisi medis yang dipercaya
meningkatkan karsinoma sel skuamosa, seperti akalasia, striktur, tumor kepala
dan leher, peyakit plummer-Vinson syndrome, serta terpajan dari radiasi. Karsinoma
sel skuamosa meningkat pada akalasia setelah periode 20 tahun kemudian. Hal ini
dipercaya akibat iritasi yang lama dari material lambung. Pada pasien striktur,
akibat kondisi kontak dengan cairan alkali akan meningkatkan sekitar 3%
karsinoma sel skuamosa setelah 20 - 40 tahun. Tumor kepala dan leher dihubungkan
dengan karsinoma sel skuamosa yang disebabkan oleh faktor penggunaan alkohol
dan tembakau. Penyakit plummer-Vinson syndrome akan mengalami disfagia, anemia
defisiensi besi, dan web esofagus. Kondisi ini akan meningkatkan insiden
kejadian karsinoma sel skuamosa postkrikoid (Enzinger,2003).
Adenokarsinoma esofagus sering terjadi
pada bagian tengah dan bagian bawah esofagus. Peningkatan abnormal mukosa
esofageal sering dihubungkan dengan refluks gastroesofageal kronik. Metaplasia
pada stratifikasi normal epitelium skuamosa bagian distal akan terjadi dan
menghasilkan epitelium glandular yang berisi sel-sel goblet yang disebut epitel
Barret. Perubahan genetik pada epitelium meningkatkan kondisi displasia dan
secara progresif membentuk adenokarsinoma pada esofagus (Papineni,2009).
Penyakit refluks gastroesofageal
merupakan faktor penting terbentuknya epitel Barret. Pada pasien dengan
penyakit refluks gastroesofageal, sekitar 10% menghadirkan epitel Barret dan
pada pasien dengan adanya epitel Barret sekitar 1% akan terbentuk
adenokarsinoma esofagus. Oleh karena itu diperlukan untuk dilakukan biospi
endoskopik untuk menurunkan resiko keganasan pada esofagus (Fisichella,2002).
Adanya kanker esofagus bisa menghasilkan
metastasis ke jaringan sekitar akibat invasi jaringan dan efek kompresi oleh
tumor. Selain itu, komplikasi dapat timbul karena terapi terhadap tumor. Invasi
oleh tumor sering terjadi ke struktur di sekitar mediastinum. Invasi ke aorta
mengakibatkan pendarahan masif, invasi ke perikardium terjadi tamponade jantung
atau sindrom vena kava superior;invasi ke serabut saraf menyebabkan suara serak
atau diasfagia, invasi ke saluran nafas mengakibatkan fistula trakeosofageal
dan esofagopulmonal, yang merupakan komplikasi serius dan progresif mempercepat
kematian. Sering terjadi adalah pneumonia aspirasi yang pada gilirannya yang
akan menyebabkan abses paru dan epiema. Selain itu, juga dapat terjadi gagal
nafas yang disebabkan oleh obstruksi mekanik atau pendarahan. Pendarahan yang
terjadi pada tumornya sendiri dapat menyebabkan anemia defisiensi besi sampai
pendarahan akut masif. Pasien sering tampak malnutrisi, lemah, emasiasi, dan
gangguan sistem imun yang kemudian akan menyulitkan terapi (Wang,2008).
F. Faktor resiko
Penyebab-penyebab
yang tepat dari kanker esophagus tidak diketahui secara pasti. Bagaimanapun,
studi-studi menunjukan bahwa apa saja dari faktor-faktor berikut dapat
meningkatkan risiko mengembangkan kanker esophagus :
a.
Umur
Kanker
esophagus lebih mungkin terjadi ketika orang-orang menjadi tua; kebanyakan
orang-orang yang mengembangkan kanker esophagus adalah berumur diatas 60 tahun.
b.
Kelamin
Kanker
esophagus adalah lebih umum pada pria-pria daripada pada wanita-wanita.
c.
Penggunaan
Tembakau
Merokok
sigaret-sigaret atau menggunakan tembakau yang tidak berasap adalah satu dari
faktor-faktor risiko utama untuk kanker esophagus.
d.
Penggunaan
Alkohol
Penggunaan
alkohol yang kronis dan/atau berat adalah faktor risiko utama yang lain untuk
kanker esophagus. Orang-orang yang menggunakan keduanya alkohol dan tembakau
mempunyai suatu risiko yang terutama tinggi dari kanker esophagus.
Ilmuwan-ilmuwan percaya bahwa senyawa-senyawa ini meningkatkan efek-efek yang
berbahaya lain dari setiapnya.
e.
Barrett's
Esophagus
Iritasi jangka
panjang dapat meningkatkan risiko kanker esophagus. Jaringan-jaringan pada
dasar dari kerongkongan dapat menjadi teiritasi jika asam lambung secara sering
balik masuk kedalam esophagus,
persoalan yang
disebut gastric reflux. Melalui waktu, sel-sel dibagian yang teriritasi dari
esophagus mungkin berubah dan mulai menyerupai sel-sel yang melapisi lambung.
Kondisi ini, dikenal sebagai Barrett esophagus, adalah kondisi sebelum ganas
(premalignant) yang mungkin berkembang kedalam adenocarcinoma dari esophagus.
f.
Tipe-Tipe
Iritasi Lain
Penyebab-penyebab
lain dari iritasi atau kerusakan yang signifikan pada lapisan esophagus,
seperti menelan cairan alkali atau senyawa-senyawa caustic (tajam) lain, dapat
meningkatkan risiko mengembangkan kanker esophagus.
g.
Sejarah Medis
Pasien-pasien
yang telah mempunyai kanker-kanker kepala dan leher lainya mempuyai kesempatan
yang meningkat dari pengembangan suatu kanker kedua pada area kepala dan leher,
termasuk kanker esophagus.
G. Penatalaksanaan
Medis
Penatalaksanaan medis
disesuaikan dengan penentuan stadium (staging) dan pengelompokan stadium tumor.
Penatalaksanaan yang lazim dilakukan adalah intervensi non operasi dan
intervensi operasi.
1. Intervensi
non operasi
a. Radiasi
Karsinoma esofagus
bersifat radiosensitif. Pada kebanyakan pasien, radiasi eksternal memberikan
efek penyusutan tumor. Komplikasi akibat radiasi sering berupa striktura,
fistula dan perdarahan, selain itu terkadang juga dijumpai komplikasi
kardiopulmunal (Enzinger,2003)
b. Kemoterapi
Kemoterapi dapat
diberikan sebagai pelengkap terapi operasi dan terapi radiasi. Biasanya
digunakan kemoterapi kombinasi Sisplatin bersama Paclitaxel dan 5 fluorouracil
(Le Prise,1994)
c. Terapi
Laser
Pemberian
intervensi terapi laser dapat membantu menurunkan secara sementara kondisi
disfagia pada 70% pasien kanker
esofagus. Pelaksanaan secara multipel yang dibagi pada beberapa sesi dapat
meningkatkan kepatenan lumen esofagus (Wang,2008)
d.
Photodynamic
therapy (PDT)
PDT dapat dilakukan
pada pasien dengan keganasan jaringan displatik. Fotosintesis mentransfer
energi ke substrat kimia jaringan abnormal. Beberapa studi PDT atau terapi
laser dengan kombinasi penghambat asam jangka panjang, menghasilkan terapi
endoskopik yang efektif pada displasia mukosa Barret dan mengeliminasi mukosa
Barret (Fisichella,2009)
2. Intervensi
Bedah
Esofagotomi
dilakukan memulai insisi abdominal dan sevikal melewati hiatus esofagus/
THE (transhiatal
esophagectomy) atau dengan cara insisi abdominal dan toraks kanan/ TTE (transhorakcic esophagectomy). Pada THE rongga
dada tidak dibuka. Ahli bedah melakukan manuver transhiatal dengan mengangkat
esofagus secara manual dari rongga thoraks. Pada TTE bagian tengah dan bawah
esofagus diangkat melalui rongga toraks yang dibuka. Pembukaan abdomen
dilakukan agar dapat memobilisasi lambung untuk memudahkan reseksi
(Mackenzezie, 2004)
H. Pencegahan
Tembakau
dan alkohol adalah faktor risiko utama dalam pengembangan sel skuamosa kanker
esophagus, penghentian tembakau dan alkohol secara signifikan dapat mengurangi
resiko terjadinya kanker ini. Buah buahan dan sayur sayuran yang segar
dibandingkan dengan asupan makanan tinggi nitrosamine atau yang terkontaminasi
dengan racun bakteri atau jamur dapat menurunkan risiko sekitar 50%.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Keperawatan
Menurut Arif Muttaqin
(2011), pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien kanker esofagus adalah :
Pada pengkajian akan didapatkan sesuai stadium
kanker esofagus. Keluhan disfagia terdapat pada hampir semua pasien yang
mengalami kanker esofagus. Pada keluhan disfagia berat, apabila didapatkan
pasien tidak bisa meneguk air minum, maka memberikan indikasi pembesaran tumor
telah menyumbat lumen esofagus.
Pada pengkajian riwayat penyakit penting untuk
diketahui adanya penyakit yang pernah diderita seperti refluks gastroesofageal,
akalasia, striktur esofagus, dan tumor pada kepala atau leher.
Pada pengkajian psikososial biasanya didapatkan
adanya kecemasan berat setelah mendapat pemberitahuan tentang kondisi kanker
esofagus.
Pada pengkajian diagnostik untuk kanker
esofagus yang diperlukan adalah pemeriksaan radiografi, endoskopi biopsi,
sitologi, dan laboratorium klinik.
1. Pemeriksaan
Radiografi
a. Dengan
bubur barium akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian besar kasus dimana
akan terlihat tumor dengan permukaan erosif dan kasar pada bagian esofagus yang
terkena. Bila terdapat penyempitan pada bagian distal oleh penyebaran tumor ini
dari daerah kardia lambung, hal ini harus dapat dibedakan dengan akalasia.
b. CT
scan untuk melihat derajat pembesaran tumor pada rongga toraks dan diperlukan
untuk mengetahui apakah terdapat metastasis pada hati.
2. Endoskopi
dan Biopsi
Pemeriksaan endoskopi
dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis karsinoma esofagus, terutama untuk
membedakan antara karsinoma epidermal dan adenokarsinoma. Pada pemeriksaan
tersebut diperlukan beberapa biopsi karena terjadi penyebaran ke submukosa dan
adanya kecenderungan tertutupnya karsinoma epidermal oleh sel epitel skuamosa
yang normal.
3. Sitologi
Pemeriksaan sitologik
didapatkan dengan cara bilasan pada daerah tumor tersebut. Sel tumor juga
diperoleh pada ujung esofagoskop ketika alat ini keluar setelah pemeriksaan
endoskopik.
4. Pemeriksaan
tes faal hati dan ultrasonografi diperlukan untuk mengetahui apakah ada
metastasis pada hati.
B. Diagnosis
Keperawatan
1. Pemenuhan
informasi b.d. adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi,
rencana pembedahan esofagus.
2. Risiko
injuri b.d. pascaoperasi bedah reseksi esofagus.
3. Aktual/risiko
ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan bentuk menurun
4. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat.
5. Nyeri
b.d. iritasi mukosa esofagus, respons pembedahan.
6. Kecemasan
b.d. prognosis penyakit, misinterpretasi informasi, rencana pembedahan.
C. Rencana
Keperawatan
Pemenuhan informasi b.d adanya
evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan
esofagus.
|
|
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam
informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria Hasil:
- Pasien
mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
- Pasien
termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji tingkat pengetahuan pasien
tentang prosedur diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana
pembedahan esofagus.
|
Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh
kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang sesuai
dengan kondisi individu pasien. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan
tersebut perawat dapat lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai
dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif.
|
Cari sumber yang meningkatkan
penerimaan informasi.
|
Keluarga terdekat dengan pasien perlu
dilibatkan dalam pemenuhan informasi untuk menurunkan risiko misinterpretasi
terhadap informasi yang diberikan.
|
Jelaskan dan lakukan intervensi
prosedur diagnostik radiografi dengan barium
|
Pemeriksaan radiografi dengan barium
tidak menyebabkan rasa sakit. Perawat mempersiapkan informed consent setelah pasien mendapatkan penjelasan. Persiapan
dan penjelasan yang rasional sesuai tingkat individu akan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pemeriksaan diagnostik.
|
Jelaskan dan lakukan intervensi pada
pasien yang akan dilakukan pemeriksaan diagnostik dan terapi secara
endoskopik
|
Pasien sangat penting untuk mengetahui
bahwa pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis
karsinoma esofagus, terutama untuk membedakan antara kasinoma epidermal dan
adenokarsinoma. Pengetahuan ini dapat memberikan pengetahuan pasien dan akan
meningkatkan tingkat kooperatif dari pasien.
|
Jelaskan terapi dengan kemoterapi
|
Pasien perlu mengetahui bahwa
kemoterapi diberikan sebagai perlengkapan terapi operasi dan terapi radiasi
|
Risiko injuri b.d. pascaprosedur
reseksi esofagus
|
|
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam
pascaintervensi reseksi esofagus, pasien tidak menjalami injuri.
Kriteria Hasil:
- TTV
dalam batas normal.
- Kondisi
kepatenan selang dada optimal.
- Tidak
terjadi infeksi pada insisi.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Lakukan perawatan di ruang intensif.
|
Untuk menurunkan risiko injuri dan
agar memudahkan intervensi pasien salama 48 jam dirawat di ruang intensif.
|
Kaji faktor-faktor yang meningkatkan
risiko injuri.
|
Pada saat pascaoperasi, pada pasien
akan terdapat banyak drain pada tubuh pasien. Keterampilan keperawatan kritis
diperlukan agar pengkajian vital dapat sistematis dilakukan.
|
Pantau
kondisi status cairan sebelum memberikan cairan kristaloid atau komponen
darah.
|
Pada periode immediate pascaoperasi pemberian cairan kristaloid atau komponen
darah dilakukan setelah pasien tidak mengalami kelebihan cairan. Hal ini perlu
diperhatikan perawat karena pada intervensi esofagotomi juga dibersihkan
jaringan limfatik mediastinum. Hilangnya limfatik pada mediastinum memberikan
predisiposisi terjadinya edema pulmonal karena berkurangnya drainase limfatik
pada sistem respirasi (Gregoire, 1998). Kondisi malnutrisi dan kurang protein
juga akan menambah berat kondisi edema pulmonal.
|
Pantau
pengeluaran urine rutin.
|
Pasien pascaoperasi esofagektomi akan
mengalami transudasi cairan ke internal. Perawat memantau produksi urine
dalam kisaran 30 ml/jam sebagai batas dalam pemberian rehidrasi optimal
(Gregoire, 1998)
|
Evaluasi
secara hati-hati dan dokumentasikan intake dan output cairan.
|
Perawat mendokumentasikan jumlah urine
dan jam pada saat pencatatan. Perawat memeriksa kapatenan jalan urine pada
tempatnya.
|
Aktual/risiko
ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kamampuan batuk menurun, nyeri
pascaoperasi.
|
|
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam
pascabedah esofagektomi, bersihan jalan napas pasien tetap optimal.
Kriteria evaluasi:
- Jalan
napas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan napas.
- Suara
napas normal, tidak ada bunyi napas tambahan seperti stridor.
- Tidak
ada penggunaan otot bantu napas.
RR
dalam batas normal 12-20 x /menit.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji dan monitor jalan napas.
|
Deteksi awal untuk interpretasi
intervensi selanjutnya. Salah satu cara untuk mengetahui apakah pasien
bernapas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak tangan di atas hidung
dan mulut pasien untuk merasakan hembusan napas. Gerakan toraks dan diafragma
tidak selalu menandakan pasien bernapas.
|
Beri oksigen 3 liter/menit
|
Pemberian oksigen dilakukan pada fase
awal pascaoperasi. Pemenuhan oksigen dapat membantu meningkatkan Pa
|
Bersihkan sekresi pada jalan napas dan
lakukan suctioning apabila
kemampuan mengevakuasi sekret tidak efektif
|
Kesulitan pernapasan dapat terjadi
akibat sekresi lendir yang berlebihan. Membalikkan pasien dari satu sisi ke
sisi lainnya memungkinkan cairan yang terkumpul untuk keluar dari sisi mulut.
Mukus yang menyumbat faring atau trakea diisap dengan ujung pengisap
faringeal atau kateter nasal yang dimasukkan kedalam nasofaring atau
orofaring.
|
Instruksikan pasien untuk pernapasan
dalam dan melakukan batuk efektif
|
Pada pasien pascaoperasi dengan
tingkat toleransi yang baik, maka pernapasan diafragma dapat meningkatkan
ekspansi paru. Batuk juga didorong untuk melonggarkan sumbatan mukus. Bantu
pasien mengatasi ketakutannya bahwa ekskresi dari batuk dapat menyebabkan
insisi bedah akan terbuka.
|
Lakukan fioterapi dada
|
Tujuan dari fisioterapi dada adalah
memfasilitasi pembersihan jalan napas dari sekresi yang tidak dapat dilakukan
dengan batuk efektif, meningkatkan pertukaran udara yang adekuat, menurunkan
frekuensi pernapasan, dan meningkatkan ventilasi dan pertukaran udara.
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat
|
|
Tujuan : setelah 3 x 24 jam pada
pasien nonoperasi dan setelah 7 x 24 jam pascabedah, intake nutrisi dapat
optimal dilaksanakan.
Kriteria evaluasi:
- Pasien
dapat menunjukkan metode menelan yang tepat.
- Terjadi
penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia berkurang, pirosis
berkurang, RR dalam batas normal 12-20 menit xmenit
- Berat
badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Anjurkan
pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan seksama.
|
Makanan dapat lewat dengan mudah ke
lambung.
|
Evaluasi
adanya alergi makanan dan kontraindikasi makanan.
|
Beberapa pasien mungkin mengalami
alergi terhadap beberapa komponen makanan tertentu dan beberapa penyalit
lain, seperti diabetes melitus, hipertensi, gout, dan lainnya sehingga
memberikan manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan yang akan
diberikan.
|
Sajikan
makanan dengan cara yang menarik.
|
Membantu merangsang nafsu makan.
|
Fasilitasi
pasien memperoleh diet biasa yang disukai pasien (sesuai indikasi).
|
Memeperhitungkan keinginan individu
dapat memeperbaiki intake nutrisi.
|
Lakukan
dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta sebelum dan
sesudah intervensi/pemeriksaan peroral.
|
Menurunkan
rasa tidak enak kaena sisa makanan juga bau obat yang dapat merangsang pusat
muntah.
|
Nyeri
b.d. iritasi mukosa esofagus, respons pembedahan
|
|||
Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam pasca
bedah, nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
- Secara
subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi.
- Skala
nyeri 0-1 (0-4)
- TTV
dalam batas normal, wajah pasien rileks.
|
|||
Intervensi
|
Rasional
|
||
Jelaskan
dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
|
Pendekatan
dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri.
|
||
Lakukan
manajemen nyeri keperawatan
|
Manajemen nyeri merupakan kunci dari
penatalaksanaan pasien pascaoperasi. Keadekuatan kontrol nyeri pascaoperasi
esofagektomi merupakan unsur yang paling penting dalam menurunkan mortalitas
dan morbiditas ( Makenzie, 2004 ). Tsui ( 1997 ) melaporkan dengan
keadekuatan kontrol nyeri akan menurunkan risiko gangguan kardiovaskuler,
mempercepat hari rawat, dan menurunkan tingkat kematian pasca-esofagektomi
transtorakal.
|
||
Kaji
nyeri dengan pendekatan PQRST
|
Pendekatan PQRST dapat secara
komprehensif menggali kondisi nyeri pasien. Apabila pasien mengalami skala
nyeri 3 (0-4), hal ini merupakan peringatan yang perlu perawat waspadai
karena memberikan manifertasi klinik yang bervariasi dari komplikasi
pascaoperasi esofagektomi.
|
||
Istirahatkan
pasien pada saat nyeri muncul.
|
Istirahat secara fisiologi akan
menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal.
|
||
Ajarkan
teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri muncul.
|
Meningkatkan intake oksigen sehingga
akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia intestinal.
|
||
Ajarkan
teknik distraksi pada saat nyeri.
|
Distraksi
( pengalihan perhatian ) dapat menurunkan stimulus internal.
|
||
Kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterprestai
informasi
|
|||
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam pasien
secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria :
- Pasien
mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
- Pasien
dapat mendemonstrasikan ketrampilan pemecahan masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai yang
dihadapi.
- Pasien
dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar, pasien dapat
rilek dan tidur/istirahat dengan baik.
|
|||
Intervensi
|
Rasional
|
||
Monitor respon fisik, seperti
kelemahan, perubahan tanda vital, dan gerakan yang berulang-ulang. Catat
kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama komunikasi.
|
Digunakan dalam mengevaluasi
derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi
verbal.
|
||
Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan
dan mengekspresikan rasa takutnya
|
Memberikan kesempatan untuk
berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang
berlebihan.
|
||
Catat reaksi dari pasien/keluarga.
Berikan kesempatan untuk mendiskusikan perasaannya/konsentrasinya, dan
harapan masa depan.
|
Anggota keluarga dengan responnya pada
apa yang terjadi dan kesembuhannya dapat disampaikan kepada pasien.
|
||
D. Evaluasi
:
Evaluasi yang diharapkan setelah
dilakukan intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Terpenuhinya
informasi pemeriksaan diagnosa intervensi kemotrapi, radiasi dan prabedah.
2. Tidak
mengalami injuri dan komplikasi pascabedah.
3. Pasien
tidak mengalami penurunan berat badan.
4. Terjadi
penurunan respons nyeri.
5. Tidak
terjadi infeksi pascabedah.
6. Kecemasan
pasien berkurang
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pengertian
Kanker esophagus yaitu suatu keganasan yang terjadi
pada esofagus. Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan pada
tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek, pada
tahun1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di America Serikat berhasil
melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi dengan
rekonstruksi ( fisichella, 2009 ).
2. Manifestasi klinis
Tanda
dan gejala kanker esofagus menurut Syamsul Jamail Tahun 2010 antara lain :
a. Sulit menelan
b. Hilang berat badan secara tiba-tiba
c. Nyeri pada dada
d. Lelah
e. Ulsertiva esofagus tahap lanjut
f. Disfagia, awalnya
dengan makanan padat dan akhirnya dengan cairan
g. Merasakan benjolan pada
tenggorokan dan rasa nyeri saat menelan
3. Faktor resiko
a.
Umur
b.
Kelamin
c.
Penggunaan Tembakau
d.
Penggunaan
Alkohol
e.
Barrett's
Esophagus
f.
Sejarah Medis
4. Penatalaksanaan
Medis
a. Intervensi
non operasi (Radiasi, Kemoterapi, Terapi Laser, Photodynamic therapy)
b. Intervensi
Bedah
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif.2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Fisichela, Piero
M.2009.Esophageal Cancer.eMedicine
Specialties. Oncology. Carcinomas of the
Gastrointestinal.
Smeltzer and Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah. Jakarata: EGC
http://hennykartika.files.wordpress.com/2008/03/data-survival-dan-faktor-prognosis-pasien-kanker-esofagus-di-pakistan.doc. Diakses tanggal 19 September
2013
http://daengbantang.blogspot.com/2010/05/karsinoma-esofagus.html.
Diakses tanggal 19 September 2013
Comments
Post a Comment