Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Stomatitis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Adanya gangguan mulut seperti pada bibir, libah dan
mukosa bukal dapat mempengaruhi proses digesti dan ingesti. Pada materi ini
dibahas tentang asuhan keperawatan yang lazim terjadi, meliputi asuhan
keperawatan pada pasien infeksi dan inflamasi bibir, lidah dan mukosa bukal,
serta asuhan keperawatan pada pasien tumor dan keganasan bibir, lidah dan
mukosa bukal.
Asuhan keperawatan pada pasien infeksi dan inflamasi
bibir, lidah dan mukosa bukal terdiri atas asuhan keperawatan stomatis, asuhan
keperawatan kandidiasis, asuhan keperawatan herpes simpleks, serta asuhan
keperawatan tumor dan keganasan rongga mulut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Stomatis atau sariawan adalah peradangan pada mukosa
(lapisan lender) mulut yang bisa mengenal mukosa pipi, bibir dan
langit-langit.Stomatitis merupakan infeksi yang dapat terjadi secara tersendiri
atau bisa merupakan bagian dari penyakit sistemik.
Stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa
bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah, gusi,l angit-langit dan dasar mulut.
(Donna L.Wong dkk).
Stomatitis merupakan infeksi umum yang bisa meluas ke mukosa bukal,
bibir dan palatum (William dan wilkins, 2008).
Stomatitis ialah istilah umum yang mengacu pada reaksi inflamasi dan
lesi ulseratif dangkal yang terjadi pada permukaan mukosa mulut atau orofaring
7 samapai 14 hari setelah pemberian agens kemoterpai tertentu dan setelah terapi
radiasi pada kepala dan leher (Otto, 2003).
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi
pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan.Ulser ini dapat
berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu.SAR dapat menyerang mukosa mulut
yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah,
dasar mulut, palatum lunak dan mukosa orofaring.
B.
Etiologi
Penyebab dari sariawan sampai saat ini belum diketahui. Namun,
terdapat multifactor yang menjadi predisposisi yang meningkatkan resiko
stomatis (Tabel 4.1).
Agen Infeksi
Hygiene mulut kurang baik
Penyakit sistemik (stomatitis herpetic cacar air, HIV, sifilis,
tuberkilosis, anemia, eriteme multofrme, gagal ginjal kronik, diabetes
mellitus).
Kelainan darah (leukemia, netropenia).
Kelainan imunologis
Neoplasma
Kontak alergi
Faktor hormonal
Faktor psikologis
Konsumsi alkohol dan merokok
Kekurangan vitamin C
Defisiensi vitamin B12 dan zat besi
Pasca traumatic, misalnya pasca pemasangan gigi palsu luka pada
mulut karena makan dan minum yang terlalu panas
Penggunaan obat penekan sistem imun jangka panjang seperti steroid,
obat antibiotik jangka panjang pemberian kemoterapi dan pemberian radiasi
C.
Klasifikasi
Klasifikasi stomatis (sariawan) terdiri atau stomatis primer dan stomatitis
sekunder.
Stomatitis Primer
1.
Aphtouch Stomatitis
Merupakan ulcer yang
terjadi berulang.Panjangnya 2-5 mm, awal lesi kecil dan berwarna kemerahan.Akan
sembuh ±
minggu tanpa luka arut.
2.
Herpes simple stomatis
Stomatitis yang
disebabkan oleh virus.Bentuknya menyerupai vesike.
3.
Vinceent stomatis
Stomatitis yang
terjadi pada jaringan normal ketika daya tahan tubuh menurun Etiologinya,
bakteri normal yang ada pada mulut, yaitu B. Flora bentuk stomatis ini erythem,
ulcer dan nekrosis pada gingival.
4.
Traumatik ulcer
Stomatitis yang ditemukan
karena trauma.Bentuknya lesi lebih jelas dan nyeri tidak hebat.
Stomatitis Sekunder
Merupakan stomatitis yang secara umm terjadi akibat infeksi oleh
virus atau bakteri ketika host (inang) resisten baik local maupun sistemik.
D.
Patofisiologi
Stomatis memberikan manifestasi terbentuknya ulkus pada rongga
mulut.Ulkus merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan hilangnya
kontinuitas epitel dan lamina propia, serta membentuk kawah.Kadang secara
klinis tampak edema atau proliferasi sehingga terjadi pembengkakan pada
jaringan sekitarnya.Jika terdapat inflamasi, ulkuls dikelilingi lingkaran merah
yang mengelilingi ulkus yang berwarna kuning ataupun abu-abu (Corwin,
2005).Secara umum terbentuknya ulkul pada somatitis dapat didahului oleh
vesikel atau bula yang biasanya tidak berumur panjang di dalam rongga
mulut.Lesi ulseratif sering dijumpaipada pasien gigi.Meskipun banyak ulkus
rongga mulut memiliki penampakan klinis yang mirip, faktor etiologi yang
mendasari dapat bervariasi mulai dari lesi reaktif, neoplastik maupun
manifestasi oral penyakit kulit (Price, 1996). Pada keadaan akut, hilangnya
epitel perukaan digantikan oleh jaringan Fibrin yang mengandung neutorfil, sel
degenrasi dan fibrin, sedangkan pada keadaan kronis, terdapat jaringan
granulasi dan jaringan parut, eosinofil, serta inflitrasi makrofag dalam jumlah
banyak, khasnya, muncul ulkus berwarna abu-abu dengan ekusadat fibrinous
melebihi permukaan. Pada kondisi kronis terdapat indurasi di jaringan sekitar
(Lewis, 2000).
E.
Penatalaksanaan Medis
Menurut Corwin (2005) tujuan utama terapi ulkus adalah
untuk mengurangi inflamasi, menghilangkan rasa sakit dan tidak nyaman, serta
mempercepat penyembuhan.Penentuan terapi ilkus tidak dapat dipisahkan dari
faktor penyebab ulkus itu sendiri. Penjagaan kebersihan rongga mulut dapat
membantu dalam penyembuhan ulku,s terutama untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder. Penggunaan chlorhexidine tidak dapat digunakan pada semua pasien
karena alkohol yang terkandung di dalamnya dapat menimbulkan rasa pedih pada
pasien.
Pengurangan rasa sakit pada ulkus dapat dilakukan
melalui pengobatan secara sistematik.Rasa sakit rongga mulut dapat diobati
secara topical maupun sistemik. Cara topical lebih banyak dipilih dibandingkan
dengan cara sistemik karena efek samping pengobatan topical lebih rendah jika
dibandingkan dengan terapi sistemik. Apabila ulkus masih belum sebuh juga, obat
jenis kortikoseteroid dapat dianjurkan (Lewis, 2000).Sediaa krin gel, serta
inhaler dapat berasa lebih pahit dan gel dapat mengiritasi.Pasien sebaiknya
tidak makan atau minum selama 30 menit setelah pengolesan stroid agar
memperpanjang waktu kontak.Agen imunomodulator topical lainnya juga dapat
dianjurkan berbarengan dengan kortikoterois topikal (Black, 1995).
Multiktor
prediposisi
Agen
infeksi,Hygiene mulut kurang baik, Penyakit sistemik (stomatitis herpetic
cacar air, HIV, sifilis, tuberkilosis, anemia, eriteme multofrme, gagal
ginjal kronik, diabetes mellitus), Kelainan darah (leukemia, netropenia).
Kelainan
imunologis, Neoplasma, Kontak alergi, Faktor hormonal, Faktor psikologis,
Konsumsi alkohol dan merokok, Kekurangan vitamin C, Defisiensi vitamin B12
dan zat besi, Pasca traumatic, misalnya pasca pemasangan gigi palsu luka
pada mulut karena makan dan minum yang terlalu panas, Penggunaan obat
penekan sistem imun jangka panjang seperti steroid, obat antibiotik jangka
panjang pemberian kemoterapi dan pemberian radiasi.
|
Respons
inflamasi lokal
|
Stomatitis
|
Stomatitis
|
Sensitivitas
serabut saraf
|
Tidak
adekuat cara penanganan, ketidaktahuan predisposisi penyebab
|
Ketidaktahunan
dalam melakukan hygiene
|
Nyeri
|
Risiko
Kekambuhan
|
Perubahan
membrane mukosa oral
|
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Pengkajian somatitis selalu berhubungan dengan stadium
dari stomatitis.Pada stadium awal pasien mengeluh nyeri local seperti
terbakar.Pada stadium pre-ulserasi pasien mengeluh adanya pembengkakan, pada
pemeriksasan fisik didapatkan adanya udema / pembengkakan setempat dengan
terbentuknya macula papula.Pada stadium ulserasi, pasien mengeluh nyeri seperti
ditusuk-tusk dan raa terbakar.Pada pemeriksaan fisik didapatkan nekrosis di
tengah-tengahnya, batas sisanya merah dan edema (Gambar 4.18).kondisi ada
stadium ini memberikan manifestasi nyeri dan penurunan intake nutrisi oral.
Pengkajian lain yang mendukung adalah pengkajian
psikosial, meliputi sosial stress psikologis, stress fisik, misalnya penyakit
sistemik yang berat, gata hidup (alkohol, perokok), riwayat penggunaan obat
penekan siswam imun jangka panjang seperti steroid, obat antibiotik jangka
panjang, serta pemberian.
B.
Diagnosis Keperawatan
1.
Nyeri berhubungan dengan
serabut saraf sekunder dari respons inflamasi local.
2.
Perubahan mukosa oral berhubungan
dengan tidak efektif higienis oral sekunder nyeri.
3.
Resiko kekambungan berhubungan
tidak adekuat cara penangannya, ketidaktahunan predisposisi penyebab
C.
Rencana Keperawatan
Perubahan membranmukosa oral berhubungan dengan tidak efektifnya
higiensi oral sekunder nyeri.
-
Pasien mampu menjelaskan
kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
-
Pasien mampu
mendemonstrasikan cara atau teknik dalam meningkatkan kondisi membrane
mukosa.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji tingkat pengetahuan pasien tntang cara dan teknik peningkatan
kondisi membrane mukosa.
|
Tingkat pengetahan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi pasien.
Perwat menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi individu pasien.
Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut, peraat dapat lebih terarah
dalam memberikan pendidikan yang sesuai0 dengan pengetahuan pasien secara
efisien dan efektif.
|
Anjurkan pemakaian obat kumur.
|
Pemakaian obat kumur antibakteri untuk mengurangi pertumbuhan
bakteri dalam mulut misalnya obat kumur yang mengandung chlorhexidine.
Lakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter gigi anda dalam penggunaan
obat kumur tersebut.
|
Instruksikan untuk berhenti merokok
|
Para perokok mempunyai resiko yang besar untuk perkembangan
gangguan atau penyakit pada gigi dan peridental menjadi lebih parah
dibandingkan dengan bukan perokok
|
Anjurkan untuk melakukan kunjungan secara teratur ke dokter gigi.
|
Kontrol setiap 5 bulan sekali untuk kontrol rutin dan pembersihan
dapat meningkatkan kebersihan mukosa.
|
Intervensi kolaboratif
* Pemberian antibiotik
|
Antibiotik biasanya diberikan untuk menghentikan infeksi pada gusi
dan jaringan dibawahnya.
|
Nyeri berhubungan dengan sensivitas saraf gigi sekunder dari
inflmasi local, kerusakan jaringan saraf gigi.
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam terjadi penurunan tingkat nyeri
atau nyeri teradaptis.
Kriteria evaluasi:
-
Pasien menyatakan nyeri
berkurang atau teradaptasi.
-
Secara umum pasien terlihat
rileks dan tanda ketidaknyamanan pada gigi dan gusi tidak direfleksikan.
|
|
Kaji nyeri dengan pendekatanporst
|
Untuk menentukan intervensi yang sesuai secara individual.
|
Kaji kemampuan kontrol nyeri pasien
|
Banyak faktor fisiologi motivasi afektif, kognitif dan emosional
mempengaruhi persepsi nyeri.
|
Lakukan manajemen nyeri keperawatan
·
Istirahat pasien
·
Ajarkan teknik relaksasi
pernapasan dalam pada saat nyeri muncul.
·
Ajarkan teknik distraksi pada
saat nyeri.
·
Tingkatkan pengetahuan
tentang penyebab nyeri dan mengubungkan berapa lama yang akan berlangsung.
|
Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Meningkatkan intake oksigen sehingga akan menunaikannya sekunder
dari semua pada area mulut.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus
internal.
Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan
dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.
|
Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik.
|
Analgetik membidi lintasan nyeri sehingga akan berkurang.
|
Resiko kekambuhan berhubungan dengan adekuat cara penangan,
ketidaktahuan predisposisi penyebab.
|
|
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam terjadi penurun resiko kekambuhan.
Kriteria evaluasi.
-
Pasien mampu menjelaskan
kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
-
Pasien termotivasi untuk
melaksanakan anjuran yang telah diberikan
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang cara dan teknik
peningkatan kondisi gangguan gigi dan gusi.
|
Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi pasien.
Perawat menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi individua pasien.
Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat lebih tearah
dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara
efisien dan efektif.
|
Cari sumber yang meningkatkan penerimaan informasi.
|
Keluarga terdekat dengan pasien perlu dilibatkan dalam pemenuhan
informasi untuk menurunkan resiko misioterapi terhadap informasi yang
diberikan.
|
Beri informasi tentang perawatan muksa mulut dan gigi
|
Perawat mengajurkan agar pasien melakukan sikat gigi dua kali
sehari pada hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur.
|
Beri informasi tentang diet dan nutrisi yang sesuai dengan kondisi
individu.
|
Informasi tentang jenis dan cara penggunaan diet serta nutrisi
untuk menurunkan resiko gangguan yang berulang.
|
Beri penjelasan tentang cara, dosis, dan waktu pemakaian
obat-obatan yang telah diresepkan.
|
Dengan mempraktikan teknik pemakaian obat yang benar akan
meningkatkan keberhasilan dalam terapi stomatis.
|
Anjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulang kondisi stomatis tidak
sembuh setelah selesai menghabiskan obat.
|
Menurunkan resiko terjadinya stomatitis yang bersifat rekuren.
|
D.
Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan setelah mendapat intervensi adalah sebagi
aberikut.
1.
Terjadi penurunan respon nyeri.
2.
Terjadi peningkatan membrane
mukosa oral
3.
Penurunan resiko kekambuhan
penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin dan Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan MedikalBedah. Salemba Medika : Jakarta.
Comments
Post a Comment