Asuhan Keperawtaan pada Pasien dengan Kanker Rongga Mulut
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kanker adalah penyakit yang
menyerang proses dasar kehidupan sel, mengubah genom sel (komplemen genetik
total sel) dan menyebabkan penyebaran liar dan pertumbuhan sel-sel.
Kanker
adalah istilah umum untuk petumbuhan sel tidak normal (yaitu, tumbuh sangat
cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama) yang dapat menyusup ke jaringan
tubuh normal sehingga mempengaruhi fungsi tubuh. Kanker bukan merupakan
penyakit menular.
Kanker merupakan penyakit atau
kelainan pada tubuh sebagai akibat dari sel-sel tubuh yang tumbuh dan
berkembang abnormal, di luar batas dan sangat liar.
Kanker didefinisikan sebagai
pertumbuhan tidak terkontrol sel-sel yang menyerang dan menyebabkan kerusakan
pada jaringan sekitarnya. Kanker mulut muncul akibat pertumbuhan atau luka pada
mulut yang tidak hilang. Kanker mulut meliputi kanker bibir, lidah, pipi,
dasar mulut, langit-langit lunak dan keras, sinus, dan faring (tenggorokan),
dapat mengancam kehidupan jika tidak didiagnosis dan diobati dini.
Kanker rongga mulut adalah tumor
ganas dalam rongga mulut yang tumbuh secara cepat dan menginvasi jaringan
sekitar, berkembang sampai daerah endontel, dan dapat bermetastasis ke bagian
tubuh yang lain dan sering asimtomatik pada tahap awal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kanker rongga mulut ialag keganasan
yang terjadi di dalam rongga yang dibatasi oleh vermilion bibir dibagian depan
dan arkus faringeus anterior di bagian belakang. Kanker rongga mulut meliputi
kanker bibir, lidah, gusi, mukosa pipi dan palatum. (Arif Muttaqin,
2011).
Tempat – Tempat Terjadinya Kanker Pada Mulut Sebagai Berikut
:
a. Kanker pada lidah
Hampir 80% kanker lidah terletak
pada 2/3 lidah anterior lidah (umunya pada tepi lateral dan bawah lidah) dan
dalam jumlah sedikit pada posteror lidah (daftar 1992 Tambunan 1993 Pinborg
1986) gejala pada penderita tergantung pada lokasi kanker tersebut bila
terletak pada bagian 2/3 anterior lidah biasanya timbul suatu massa yang sering
kali terasa tidak sakit bila timbul pada seprtiga posterior kanker tersebut
selalu tidak di ketahui oleh penderita dan rasa sakit yang di alami yang
biasanya di hubungkan dengan rasa sakit tenggorokan. Kanker yang terletak 2/3
anterior lidah lebih dapat di deteksi dini dari pada yang terletak pada 1/3
posterior
b. Kanker pada
bibir
Kanker bibir selalu di hubungkan
dengan orang – orang yang memilki aktifitas di luar seperti nelayan dan petani.
Sinar matahari mungkin terlibat dalam faktor terjadinya kanker bibir. Umumnya
lebih banyak terjadi pada bibir bawah dari pada bibir atas (daftar 1992 Pinborg
1986 smith 1989). pada awal pertumbuhan lesi dapat berupa modul kecil atau
ulkus yang tidak sembuh sembuh deteksi tumor pada keadaa ini memberikan
kesempatan untuk menemukan karsinoma dini.
c. Kanker gusi
Kanker pada gusi biasanya
dihubungkan dengan riwayat pasien mengisap pipa tembakau. Daerah yang terlibat
biasanya lebih sering pada gusi bawah/mandibular dari pada gusi atas/maksila.
Pada pemeriksaan fisik, lesi awal
terlihat sebagai ulkus, granuloma yang kecil atau sebagai nodul. Sekilas lesi
terlihat sama dengan lesi yang dihasilkan oleh trauma kronis atau hyperplasia
inlamatori. Lesi yang lebih lanjut berupa pertumbuhan infiltrative yang lebih
dalam. Pertumbuhan eksofitik terlihat seperti bunga kol dan mudah berdarah.
Pertumbuhan infiltrative biasanya tumbuh invasive pada tulang mandibular dan
menimbulkan destruktif. (Arif Muttaqin, 2011)
d. Kanker pada mukosa
pipi
Di negara yang sedang berkambang
kanker pada mukosa pipi di hubungkan dengan kebiasaan mengunyah campuran
pinang, daun sirih, kapur dan tembakau. Hal tersebut berkontak dengan mukosa
pipi kiri dan kanan selama beberapa jam.
e. Kanker pada
palatum
Pada daerah yang masyarakatnya
mempunyai kebiasaan menghisap rokok secara terbali kanker pada palatum
merupakan kanker rongga mulut yang umum terjadi dari semua kanker rongga mulut.
Perubahan yang terjadi pada mukosa mulut yang di hubungkan dengan menghisap rokok
secara terbalik adalah adanya ulser, erosi,daerah modul dan bercak.
B.
Etiologi
Kanker rongga mulut memiliki
penyebab yang multifaktorial dan suatu proses yang terdiri dari beberapa
langkah yang melibatkan inisiasi, promosi dan perkembangan tumor :
Secara
garis besar, etiologi kanker rongga mulut dapat dikelompokkan atas :
1. Faktor lokal,
meliputi kebersihan rongga mulut yang jelek, iritasi kronis dari restorasi,
gigi-gigi karies/akar gigi, gigi palsu.
2. Faktor luar,
antara lain radiasi ion pada terapi radiasi, paparan radiasi matahari secara
kronis, merokok, pengguna alcohol kronis, agen infeksi, malnutrisi dan radiasi
elektromagnetik.
3. Faktor host,
meliputi usia, jenis kelamin, nutrisi imunologi dan genetic.
Kanker mulut biasa juga terjadi karena
kekurangan vitamin C, kurangnya penjaggan pada mulut sehingga mulut menjadi
kotor.
B.
Patofisiologi
Sel kanker muncul setelah terjadi
mutasi-mutasi pada sel normal yang disebabkan oleh zat-zat karsinogenm tadi.
zat karsinogen dari asap rokok tersebut memicu terjadinya Karsinogenesis
(transformasi sel normal menjadi sel kanker). Karsinogenesisnya terbagi menjadi
3 tahap :
1. Tahap pertama
merupakan Inisiaasi yatu kontak pertama sel normal dengan zat Karsinogen yang memancing
sel normal tersebut menjadi ganas.
2. Tahap kedua
yaitu Promosi, sel yang terpancing tersebut membentuk klon melalui pembelahan
(poliferasi).
3. Tahap terakhir
yaitu Progresi, sel yang telah mengalami poliferasi mendapatkan satu atau lebih
karakteristik neoplasma ganas.
Karsinoma sel mukosa yang
makroskopik bersifat tukak → lesi yang terus menetap → menginflamasi jaringan
tulang terutama mandibula sampai endotel → bermetastasis ke bagian tubuh yang
lain.
C. Klasifikasi
Menurut American Joint Committec on
Cancer (AJCC) klasifikasi kanker rongga mulut menggunakan system TNM.
System TNM ini terdiri dari atas T (Tumor) atau gambaran dari level
pembesaran tumor, N (Nodus) atau sejauh mana keterlibatan nodus limfe sebagai
system imun tubuh, dan M (Metastasis) yaitu kondisi metastasis menggambarkan
keterlibatan organ lain pada bagian distal. (Arif Muttaqin, 2011)
Stadium T
|
Stadium N
|
Stadium M
|
|||
T0
|
Tidak ada tampilan tumor
|
N0
|
Tidak ada keterlibatan nodus limfe
|
M0
|
Tidak ada penyebaran.
|
Tis
|
Carcinoma in situ.terdapat massa pada jaringan
|
N1
|
Terdapat keterlibatan limfatik
regional, tetapi ukuran nodus ≤ 3cm
|
||
T1
|
Ukuran tumor ≤ 2 cm
|
N2
|
Keterlibatan pembesaran nodus
limfe satu atau lebih dengan ukuran ≤ 6 cm
|
||
T2
|
Ukuran tumor ≤ 4cm
|
M1
|
Kanker menyebar ke organ bagian
distal
|
||
T3
|
Ukuran tumor lebih dari 4cm
|
||||
T4
|
Ukuran tumor lebih dari 4 cm, dan
tertanam kuat pada otot atau struktur lainnya.
|
N3
|
Keterlibatan homolateral atau
bilateral nodus limfe dengan ukuran lebih dari 6 cm.
|
Stadium Kanker Rongga Mulut
Stadium
|
TNM
|
Keterangan
|
Stage I
|
T1, N0, M0
|
Pada stadium ini pembesaran pada
jaringan masih belum dianggap kanker dan tumor tidak melebihi 2 cm.
|
Stage II
|
T2, N0, M0
|
Pada stadium ini tumor tidak
melebihi 4 cm.
|
Stage IIIA
|
T3, N0, M0
|
Pada stadium ini pembesaran
melebihi 4 cm, tetapi tidak didapatkan pembesaran limfe dan tidak ada
metastasis ke organ lain.
|
Stage IIIB
|
T1, T2, T3, N1, M0
|
Pada stadium ini tumor dapat
berukuran kurang 2 cm, dibawah 4 cm atau lebih, tetapi kanker belum
memengaruhi nodus homolateral limfatik.
|
Stage IVA
|
T4, N0, M0
|
Pada stadium ini tumor melebihi 4
cm, dan tertanam dalam pada otot, tulang, atau struktur jaringan dibawahnya.
|
Stage IVB
|
Any T, N2 or N3, M0
|
Pada stadium ini tumor bias
berbagai ukuran, tetapi tertanam dalam pada otot, tulang atau struktur
jaringan dibawahnya, serta terdapat keterlibatan dari nodus homolateral atau
bilateral limfatik.
|
Stage IVC
|
Any T, any N, any M
|
Pada stadium ini, terjadi berbagai
situasi berat baik ukuran tumor, keterlibatan nodus limfatik dan metastasis
ke organ lain.
|
E.
Manifestasi klinis
Banyak kanker oral tidak menunjukkan
gejala pada tahap awal. Keluhan pasien yang paling sering adalah luka yang
tidak nyeri atau massa yang tidak sembuh. Lesi khas pada kanker oral adalah
ulkus keras (mengeras) dengan tepi menonjol. Adanya ulkus rongga mulut yang
tidak sembuh dalam 2 minggu harus diperiksa dengan biopsy. Bila kanker
berlanjut, pasien dapat mengeluh nyeri tekan ; sulit mengunyah, menelan, atau
bicara; batuk disertai sputum mengandung darah; atau pembesaran nodus limfe
servikal.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sitologi mulut.
Sitologi mulut merupakan suatu
teknik yang sederhana dan efektif untuk mendeteksi dini lesi-lesi mulut yang
mencurigakan. Secara defenisi, pemeriksaan sitologi mulut merupakan suatu
pemeriksaan mikroskopik sel-sel yang dikerok/dikikis dari permukaan suatu lesi
didalam mulut (Coleman dan Nelson,1993). Untuk aplikasi klinisnya, seorang
dokter gigi harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kapan pemeriksaan
ini dilakukan dan kapan tidak dilakukan, peralatan yang digunakan, prosedur
kerja, data klinis yang disertakan sampai pengirimannya ke bagian Patologi
anatomi.
2. Biopsi
Jika hasil pemeriksaan sitologi
meragukan, segera lakukan biopsi. Biopsi merupakan pengambilan spesimen baik
total maupun sebagian untuk pemeriksaan mikroskopis dan diagnosis. Cara ini
merupakan cara yang penting dan dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosa
defenitif dari lesi-lesi mulut yang dicurigai.
Teknik biopsi memerlukan bagian dari
lesi yang mewakili dan tepi jaringan yang normal. Biopsi dapat dilakukan dengan
cara insisional atau eksisional. Biopsi insisional dipilih apabila lesi
permukaan besar (lebih dari 1 cm) dan biopsi eksisional yaitu insisi secara
intoto dilakukan apabila lesi kecil.
G.
Pencegahan Kanker Rongga Mulut
- Hindari
kontak berlebihan dengan matahari, pada bibir
- kurangi
merokok atau mengunyah tembakau
- pertahankan
oral hygiene dan perawatan gigi yang baik
- segera
konsultasikan ke dokter bila ada lesi pada mulut yang tidak sembuh dalam
waktu 2- 3 minggu.
H. Penatalaksanaan
1. Tindakan Bedah
Terapi umum untuk kanker rongga
mulut adalah bedah untuk mengangkat sel-sel kanker hingga jaringan mulut dan
leher.
2. Terapi Radiasi
Terapi radiasi atau radioterapi
jenis terapi kecil untuk pasien yang tidak di bedah. Terapi dilakukan untuk
membunuh sel kanker dan menyusutkan tumor. Terapi juga dilakukan post operasi
untuk membunuh sisa-sisa sel kanker yang mungkin tertinggal didaerah tersebut.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah terapi yang
menggunakan obat anti kanker untuk membunuh sel kanker.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Dengan
mendapatkan riwayat kesehatan memungkinkan perawat menentukan kebutuhan
penyuluhan dan pembelajaran pasien mengenai higiene oral prefentif, serta untuk
mengidentifikasi gejala yang memelukanevaluasi medis
Riwayat mencakup pertanyaan tentang:
1. Memar dan
rutinitas clossing
2. frekwensi
kunjungan dokter gigi
3. kesadaran akan
adanya lesi atau area iritasi pada mulu, lidah atau tengorok.
4. kebutuhan
menggunakan gigi palsu dan lempeng parsiel
5. riwayat baru
sakit tenggorok atau sputum berdarah
6. katidaknyamanan
yang disebabkan oleh makanan tertentu
7. masukan makanan
setiap hari
8. penggunaan
alkohol, tembakau, termasuk mengunyah tembakau
b. Pemeriksaan
fisik
Inspeksi dan palpasi struktur
internal maupun eksternal dari mulut dan tenggorok, periksa terhadap
kelembaban, warna, tekstur, simetri, dan adannya lesi, periksa leher terhadap
pembesaran nodus limfe.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan
dengan lesi oral.
2. Perubahan nutrisi,
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna nutrien
yang tidak adekuat akibat kondisi oral atau gigi.
3. Gangguan citra
tubuh berhubungan dengan perubahan fisik pada penampilan dan pengobatannya.
4. Resiko jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret, efek sekunder
pemasangan trakeostomi.
5. Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan ketidak mampuan menyampaikan informasi verbal sekunder dan terpasang
trakeostomi pascabedah.
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b/d lesi
oral
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 4 x 24 jam klien mengatakan nyeri berkurang
Kriteria Hasil : Ekspresi wajah dan tubuh
klien lebih releks masukan oral meningkat
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji tingkat nyeri
|
1.
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan dan memudahkan untuk intervensi
selanjutnya
|
2. Mempertahankan tirah baring selama
fase aktif
|
2.
Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi
|
3. Beri perawatan orang tiak 2 jam
|
3.
Untuk menghilangkan sakit tenggorokan dan mengontrol bernapas
|
4. Berikan obat analgetik sesuai
anjuran jika perlu
|
4.
Obat analgatik bisa menurunkan persepsi nyeri
|
2. Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidak mampuan mencerna nutrien yang tidak
adekuat akibat kondisi oral atau gigi.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3 x 24 jam klien memperlihatkan masukan nutrisi adekuat
Kriteria Hasil : BB stabil, masukan makanan
oral meningkat.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Pantau berat badan tiap minggu
presentase makanan yang dikonsumsi setiap kali makan, jika makanan per oral
dimunkinkan
|
1. Untuk mengidentifikasi
kemajuan-kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
|
2. Berikan makanan melalui selang NGT
sesuai dengan jadwal pemberiannya. Ajarkan kepada pasien cara memberikan
makanan sendiri melalui selang
|
2.
Tambahan makanan melalui jalan alternatif diperlukan untuk memberikan nutrisi
yang adekuat untuk penyembuhan luka sampai makanan tier oral dapat dimulai
|
3. Jika dimulai pemberian makanan per
oral, berikan makanan yang lembut, mudah dicerna seperti kentang, nasi, dsb.
Konsultasi pada ahli diet untuk memilih makanan yang tepat
|
3.
Untuk mengurangi nyeri pada saat menelan. Ahli diet ialah spesialis nutrisi
yang dapat mengevaluasi kebutuhan nutrisi dan bersama merencanakan kebutuhan
dan kondisi pasien
|
4. Berikan makanan sedikit tapi
sering
|
4. Untuk merangsang nafsu makan
pasien
|
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
perubahan fisik pada penampilan dan pengobatannya
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3 x 24 jam Gangguan harga diri klien teratasi
Kriteria Hasil : Klien tidak menarik
diri dan kepercayaan diri klien kembali.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Tinjau ulang efek samping yang
diantisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentu
|
1.
Agar mengetahui efek dari terapi yang dilakukan, sehingga dapat diketahui
kemungkinan resiko yang terjadi
|
2. Dorong diskusi tentang/pecahan
masalah tentang efek kanker
|
2.
Dengan memberikan HE kanker diharapkan klien mengerti akan semua proses
terapi yang dilakukan dan efeknya akan terjadi sehingga klien merasa lebih
kuat dalam menjalani proses penyembuhannya
|
4. Resiko jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret, efek sekunder
pemasangan trakeostomi.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3 x 24 jam tidak terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
Kriteria Hasil :
· Pasien berkomunikasi dengan orang
terdekat tentang perubahan peran yang terjadi
· Mulai mengembangkan rencana untuk
perubahan pola hidup.
· Mengidentifikasi atau merencanakan pilihan metode bicara
yang tepat setelah sembuh.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji Kondisi trakeostomi,
kemampuan batuk dan produksi secret setiap ganti sif
|
1. monitoring terus – menerus membantu perawat dalam
mendeteksi kondisi jalan nafas dan dapat menurunkan resiko akumulasi secret
pada jalan nafas
|
2. Lakukan pengisapan pada kanal
trakeostomi
|
2. membuang secret yang menumpuk pada jalan nafas pasien
|
3. Anjurkan pasien untuk memberitahu
perawat bila ada keluhan dengan adanya pemasangan trakeostomi
|
3.
sebagai evaluasi dari intervensi dan dapat mengetahui dengan cepat setiap
kondisi yang mengganggu jalan nafas akibat pemasangan trakeostomi
|
5. Gangguan komunikasi
verbal berhubungan dengan ketidak mampuan menyampaikan informasi verbal
sekunder dan terpasang trakeostomi pascabedah.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3\2 x 24 jam komunikasi pasien akan efektif.
Kritaria Hasil :
· Berkomunikasi dengan orang terdekat
tentang perubahan peran yang terjadi.
· Mulai mengembangkan rencana untuk
perubahan pola hidup.
· Mengidentifikasi pilihan metode
berbicara yang tepat setelah sembuh.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji atau diskusikan praoperasi
mengapa bicara dan berbafas terganggu, gunakan gambaran anatomic atau model
untuk membantu penjelasan
|
1.pengetahuan
yang rasional dapat mengurangi rasa
takut pada pasien
|
2. Tentukan apakah pasien mempunyai
gangguan komunikasi lain seperti pendengaran dan penglihatan
|
2.
adanya masalah lain memengaruhi rencana untuk pilihan komunikasi
|
3. Berikan pilihan cara komunikasi
yang tepat bagi kebutuhan pasien misalnya papan alphabet, dan bahasa isyarat
|
3.
alternative komunikasi dan memungkinkan pasien untuk menyatakan kebutuhan
atau masalah
|
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kanker rongga mulut ialag keganasan
yang terjadi di dalam rongga yang dibatasi oleh vermilion bibir dibagian depan
dan arkus faringeus anterior di bagian belakang. Kanker rongga mulut meliputi
kanker bibir, lidah, gusi, mukosa pipi dan palatum. (Arif Muttaqin,
2011).
Kanker rongga mulut memiliki
penyebab yang multifaktorial dan suatu proses yang terdiri dari beberapa
langkah yang melibatkan inisiasi, promosi dan perkembangan tumor :
Secara
garis besar, etiologi kanker rongga mulut dapat dikelompokkan atas :
1. aktor lokal,
meliputi kebersihan rongga mulut yang jelek, iritasi kronis dari restorasi,
gigi-gigi karies/akar gigi, gigi palsu.
2. Faktor luar,
antara lain radiasi ion pada terapi radiasi, paparan radiasi matahari secara
kronis, merokok, pengguna alcohol kronis, agen infeksi, malnutrisi dan radiasi
elektromagnetik.
3. Faktor host, meliputi
usia, jenis kelamin, nutrisi imunologi dan genetic.
B.
Saran
Setelah membaca dan memahami makalah ini, dapat menambah
wawasan mahasiswa tentang Sistem Integrumen khususnya pada penyakit Kanker
Rongga mulut.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin,
Arif | Kumala Sari. (2012). Gangguan Gastrointestinal. Jakarta : Salemba
Medika.
Smaltzer,
Suzanne. (2002). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC.
Widya.
(2012). Kanker Rongga Mulut. http://windyakaze.wordpress.com/2012/03/20/kanker- rongga-mulut/#more-100. Diakses pada tanggal 27 Februari
2013 pukul 17.56 WIB.
Pinborg,
J.J. 1991. Kanker dan Prakanker Rongga Mulut, Penerjemah : drg. Lilian Yuwono.
Edisi 1. Jakarta : EGC
Subita.
G.P. 1997. “ Kemoprevantif sebagai satu Modalitas Pengendalian Kanker Mulut
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Edisi khusus KPPIKG XI. 582-585
Comments
Post a Comment