PSIKOSOMATIS
A. Pengertian
Psikosomatis
Penyakit Psikosomatis (yang sekarang lebih dikenal
sebagai penyakit Psikofisiologis), merupakan penyakit fisik yang gejalanya
disebabkan oleh proses mental dari penderitanya. Jika dalam sebuah pemeriksaan
medis, tidak ditemukan penyebab fisik atas gejala-gejala yang muncul, atau jika
penyakit ini muncul sebagai akibat dari kondisi emosional, seperti kemarahan,
depresi, rasa bersalah, maka penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai
penyakit psikosomatis.
Psikosomatis disebabkan oleh berbagai masalah dalam
pikiran seseorang yang memicu reaksi emosionalnya. Ketika, misalnya, seseorang
merasa tertekan, stress, dan kacau, maka tubuh akan bereaksi terhadap
pikirannya ini. Rata-rata reaksi tubuh terhadap pikiran yang tertekan dan/atau
stress adalah dengan meningkatnya asam lambung (sehingga memicu sakit ”maag”),
munculnya gejala ketombe di kepala, adanya gatal-gatal disekitar kulit di
sekujur tubuh, atau rasa mual-mual yang berkala, semua itu biasanya disebabkan
karena sebuah beban di dalam pikiran.
Beban pikiran ini seringkali menjadi sebuah
”bibit” untuk penyakit psikosomatis, karena bila tidak segera ditanggapi (baik
diselesaikan, diiklaskan, dll), maka beban pikiran tersebut akan semakin kuat
berada di pikiran bawah sadar, yang perlahan-lahan mulai menunjukkan
gejala-gejala sakit secara fisik.
Menurut Kurt
Kroenke, MD, guru besar ilmu kedokteran di Indiana University School of
Medicine, sekaligus peneliti somatisasi, gejala tak jelas yang dialami oleh
penderita penyakit ini meliputi banyak hal. Misal, nyeri dada, pening, sakit
kepala, sakit punggung, sesak napas, insomnia, sakit pada bagian perut, mati
rasa dan perih, sembelit, serta letih.
Ada banyak
faktor yang berkaitan dengan gangguan somatisasi. Yang menarik, sekitar separuh
dari pasien mengalami kecemasan atau depresi, meskipun umumnya dapat
ditanggulangi sehingga gejala-gejalanya dapat dikurangi. Uniknya, gejala
somatisasi cenderung dialami para wanita daripada kaum pria. Bahkan hasil
penelitian menunjukkan, pasien wanita pada umumnya pernah mengalami pelecehan
fisik atau seksual. Faktor umum lain, kondisi keluarga yang berantakan.
Somatisasi
juga cenderung dialami sejak usia muda. Gejalanya mulai muncul ketika pasien
berusia kurang dari 30 tahun. "Kalau gejala fisik yang tidak jelas itu
baru muncul di usia 50 atau 60 tahun, kecil sekali kemungkinan itu kasus
somatisasi. Dalam kasus seperti itu, dokter mesti mencari kemungkinan adanya
gangguan depresi atau kecemasan," jelas Kroenke.
B. Penyebab
Psikosomatis
Gangguan psikosomatis harus
dibedakan dengan perasaan grogi atau demam panggung. Grogi hanya menyebabkan
perasaan tidak nyaman sesaat, yaitu ketika kejadian yang membuat grogi
berlangsung sesaat. Setelah turun dari panggung, perasaan itu hilang
sendirinya. Ciri khas gangguan psikosomatis adalah adanya keluhan fisik
yang berulang dalam jangka waktu lama, meski secara diagnosis pasien dinyatakan
baik-baik saja. Tak hanya lambung, seluruh organ tubuh bisa terkena imbasnya.
Bahkan, pada kasus gangguan psikosomatis yang berat, pasien bisa mengalami kebutaan, masalah kelamin, atau masalah seksual seperti susah ereksi dan ejakulasi. "Ini yang disebut pseudoneurogical, tahap di mana beban pikiran memengaruhi saraf tubuh," katanya.
Penyebab gangguan Psikosomatis adalah beban pikiran yang tidak bisa keluar atau disalurkan. Contohnya, karena si pasien tidak punya teman curhat sehingga menyimpan beban pikirannya sendiri. Gangguan Psikosomatis ini paling sering terjadi pada usia awal 30-an. Anak-anak terhindar dari penyakit ini, karena belum mempunyai beban pikiran.
Bagaimana membedakan Psikosomatis dengan penyakit biasa? Ciri-ciri Psikosomatis ditandai dengan adanya keluhan fisik yang beragam, antara lain seperti :
Bahkan, pada kasus gangguan psikosomatis yang berat, pasien bisa mengalami kebutaan, masalah kelamin, atau masalah seksual seperti susah ereksi dan ejakulasi. "Ini yang disebut pseudoneurogical, tahap di mana beban pikiran memengaruhi saraf tubuh," katanya.
Penyebab gangguan Psikosomatis adalah beban pikiran yang tidak bisa keluar atau disalurkan. Contohnya, karena si pasien tidak punya teman curhat sehingga menyimpan beban pikirannya sendiri. Gangguan Psikosomatis ini paling sering terjadi pada usia awal 30-an. Anak-anak terhindar dari penyakit ini, karena belum mempunyai beban pikiran.
Bagaimana membedakan Psikosomatis dengan penyakit biasa? Ciri-ciri Psikosomatis ditandai dengan adanya keluhan fisik yang beragam, antara lain seperti :
1
Pegal-pegal
2
Nyeri
di bagian tubuh tertentu
3
Mual
,muntah ,kembung dan perut tidak enak
4
Sendawa
5
Kulit
gatal ,kesemutan ,mati rasa
6
Sakit
kepala
7
Nyeri
bagian dada ,punggung dan tulang belakang
Keluhan itu biasanya sering terjadi dan terus berulang serta berganti-ganti atau berpindah-pindah tempat, dirasa sangat menganggu dan tidak wajar sehingga harus sering periksa ke dokter.
Banyak orang menderita penyakit psikosomatis namun tidak menyadarinya. Mereka biasanya akan terus berusaha sembuh dari sakit yang dideritanya dengan terus berobat namun tidak bisa sembuh. Kalaupun ada perubahan biasanya intensitas penyakitnya saja yang menurun tapi tidak bisa sembuh total. Selang beberapa saat biasanya akan kambuh lagi dan bisa lebih parah dari sebelumnya. Bagaimana Terjadinya?
Untuk memahami terjadinya penyakit psikosomatis kita perlu mencermati hukum pikiran dan pengaruh emosi terhadap tubuh. Ada banyak hukum yang mengatur cara kerja pikiran, salah duanya adalah: • Setiap pikiran atau ide mengakibatkan reaksi fisik. • Simtom yang muncul dari emosi cederung akan mengakibatkan perubahan pada tubuh fisik bila simtom ini bertahan cukup lama. Hukum pertama mengatakan setiap pikiran atau ide mengakibatkan reaksi fisik. Bila seseorang berpikir, secara konsisten, dan meyakinkan dirinya bahwa ia sakit jantung, maka cepat atau lambat ia akan mulai merasa tidak nyaman di daerah dada, yang ia yakini sebagai gejala sakit jantung. Bila ide ini terus menerus dipikirkan dan akhirnya ia menjadi sangat yakin, menjadi belief, karena gejalanya memang “benar” adalah gejala sakit jantung maka, sesuai dengan bunyi hukum yang kedua, ia akan benar-benar sakit jantung.
Biasanya orang tidak akan secara sadar menginginkan mengalami sakit tertentu. Umumnya yang mereka rasakan adalah suatu perasaan tidak nyaman, secara emosi. Sayangnya mereka tidak mengerti bahwa perasaan tidak nyaman ini sebenarnya adalah salah satu bentuk komunikasi dari pikiran bawah sadar ke pikiran sadar.
Ada lima cara pikiran bawah sadar berkomunikasi dengan pikiran sadar. Bisa melalui perasaan, kondisi fisik, intuisi, mimpi, dan dialog internal. Umumnya pikiran bawah sadar menyampaikan pesan melalui perasaan atau emosi tertentu. Bila emosi ini tidak ditanggapi atau diperhatikan maka ia akan menaikkan level intensitas pesannya menjadi suatu bentuk gangguan fisik dan terjadilah yang disebut dengan penyakit psikosomatis.
David Cheek M.D., dan Leslie LeCron menulis dalam buku mereka, Clinical Hypotherapy (1968), terdapat 7 hal yang bisa mengakibatkan penyakit psikosomatis:
Internal Conflict : konflik diri yang melibatkan minimal 2 Part atau Ego State.
Organ Language : bahasa yang digunakan oleh seseorang dalam mengungkapkan perasaannya. Misalnya, “Ia bagaikan duri dalam daging yang membuat tubuh saya sakit sekali.” Bila pernyataan ini sering diulang maka pikiran bawah sadar akan membuat bagian tubuh tertentu menjadi sakit sesuai dengan semantik yang digunakan oleh klien.
Motivation / Secondary Gain: keuntungan yang bisa didapat seseorang dengan sakit yang dideritanya, misalnya perhatian dari orangtua, suami, istri, atau lingkungannya, atau menghindar dari beban tanggung jawab tertentu.
Past Experience : pengalaman di masa lalu yang bersifat traumatik yang mengkibatkan munculnya emosi negatif yang intens dalam diri seseorang.
Identification : penyakit muncul karena klien mengidentifikasi dengan seseorang atau figur otoritas yang ia kagumi atau hormati. Klien akan mengalami sakit seperti yang dialami oleh figur otoritas itu.
Self Punishment : pikiran bawah sadar membuat klien sakit karena klien punya perasaan bersalah akibat dari melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan nilai hidup yang klien pegang.
Imprint : program pikiran yang masuk ke pikiran bawah sadar saat seseorang mengalami emosi yang intens. Salah satu contohnya adalah orangtua menanam program ke pikiran bawah sadar anak dengan berkata, “Jangan sampai kehujanan, nanti bisa flu, pilek, dan demam.”
Sedangkan Tebbets, pakar hipnoterapi terkemuka, mengatakan bahwa kebanyakan penyakit bersifat psikosomatik dan dipilih (untuk dimunculkan) pada level pikiran bawah sadar untuk lari dari suatu situasi yang dipersepsikan sebagai suatu tekanan mental yang berlebihan (overload) yang disebabkan oleh emosi destruktif seperti marah, benci, dendam, takut, dan perasaan bersalah.
C. Penyembuhan
Psikosomatis
Penyembuhan gangguan psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara
dengan mempertimbangkan pengobatan somatis (berorientasi pada organ tubuh yang
mengalami gangguan), pengobatan secara psikologis (psikoterapi dan sosioterapi)
serta psikofarmakoterapi (penggunaan obat-obatan yang berhubungan dengan
psikologi).
Metode mana yang kemudian dipilih oleh dokter sangat tergantung pada jenis
kasus dan faktor-faktor yang terkait dengannya.
Seringkali pengobatan psikosomatis hanya
bersifat simptomatis (berdasarkan gejala yang timbul), sehingga penyakit ini
sering berulang dan dapat berlangsung bertahun-tahun. Hal ini dapat terjadi
karena sebenarnya etiologi utama dari penyakit ini belum diketahui atau tidak
dicari dan terlebih karena memang terdiri dari banyak faktor yang saling
terkait (khususnya faktor psikologis). Memang pada kasus-kasus yang berat,
gejala penyakit akan hilang dengan pemberian obat-obat simptomatis karena
gangguan psikologis sudah berkembang sehingga penyakit somatis (penyakit yang
didasari oleh adanya gangguan pada organ tubuh) yang lebih mendominasi.
Pada kasus tahap awal,
biasanya pengobatan hanya ditujukan kepada faktor somatis (fisik). Hal ini dapat
menyebabkan penyakit timbul kembali dan yang lebih parah akan menurunkan
kepercayaan pasien akan kemungkinan penyakitnya sembuh yang sebenarnya akan
memperparah kelainan psikosomatiknya sendiri. Akan tetapi memang agak sulit
untuk membedakannya dengan gangguan psikosomatis sehingga baru dapat dibedakan
bila kejadiannya telah berulang. Disinilah perlunya psikoterapi sebagai
pendamping terapi somatik.
Sebagaimana telah sering diuraikan, hubungan
antara penyakit somatik dan kondisi psikologis seseorang sangatlah erat
sehingga dapat memungkinkan terjadinya interaksi antara keduanya. Masalah yang menyebabkan seseorang datang ke
dokter yang berhubungan dengan kondisi psikologisnya dapat berhubungan dengan
dua hal, yaitu masalah yang tampaknya berhubungan dengan masalah pasien di masa
lalu atau masalah yang tampaknya berasal dari stres dan tekanan masa sekarang
yang melebihi pengendalian sadar pasien. Atau dapat pula terjadi kombinasi dari
kedua masalah tersebut. Psikoterapi bertujuan untuk menggali masalah-masalah
psikologis yang tersembunyi pada pasien dengan harapan setelah masalah-masalah tersebut
disingkirkan, keluhan fisik pasien dapat turut hilang.
Pada keadaan tertentu dimana terapi somatik dan
psikoterapi telah dilakukan tetapi penyakit masih menetap atau terus berulang
perlu dipertimbangkan penggunaan psikofarmaka (obat-obat yang biasa digunakan
dalam bidang psikologi) karena mungkin gangguan psikologis yang diderita
berhubungan dengan kondisi kimiawi di otak yang mengalami ketidakseimbangan.
Obat-obatan ini (Psikofarmaka) bekerja pada
gangguan psikosomatik dengan mempengaruhi afek (perasaan) dan emosi serta
fungsi vegetatif yang berkaitan. Terapi jenis ini dapat didefinisikan
sebagai suatu usaha untuk mengobati atau mengoreksi perilaku, pikiran, atau
mood (keinginan) yang mengalami gangguan akibat perubahan zat kimia atau cara
fisik lainnya. Hubungan antara keadaan fisik tubuh dengan otak pada satu
sisi dan pengaruhnya pada sisi lain sangatlah kompleks dan belumlah dimengerti
seluruhnya. Tetapi berbagai parameter normal dan abnormal seperti persepsi,
perasaan dan kognisi (kemampuan berfikir) mungkin dipengaruhi oleh adanya
perubahan fisik dalam sistem saraf pusat walaupun dalam jumlah sangat minimal.
Karena tidak lengkapnya pengetahuan tentang otak
dan gangguan yang mempengaruhinya, terapi obat gangguan mental adalah bersifat
empiris (bukti yang didapatkan setelah pemberian obat). Namun demikian, banyak
terapi organik yang langsung memperbaiki kelainan pada otak telah terbukti
sangat efektif dan merupakan terapi pilihan untuk kondisi tertentu.
Pada dasarnya psikofarmaka bekerja lebih
intensif pada penyakit psikosomatik daripada obat lokal simtomatis tetapi
kurang spesifik dibanding obat tersebut karena pada umumnya tidak mempengaruhi
faktor etiologisnya. Golongan obat psikofarmaka yang banyak dipergunakan
adalah Obat Tidur, Obat Penenang, dan Antidepresan. Penggunaan jenis obat ini
perlu pengawasan yang ketat karena seringkali menimbulkan efek samping seperti
ketergantungan psikologis dan fisik yang dapat mengakibatkan keracunan obat,
depresi dan kehilangan sifat menahan diri, gangguan paru-paru, gangguan
psikomotoris dan iritatif (mudah marah, gelisah dan ansietas bila obat
dihentikan).
D. Contoh
Psikosomatis
Kasus Penyakit Kulit ( Psikosomatis )
Klien yang mengalami
psikosomatis sebaiknya tetap melanjutkan pengobatan medis sampai semua gejala
fisik lenyap. Satu contoh, saya pernah menangani klien yang mengalami penyakit
kulit psikosomatis. Ibu berusia 40 tahun ini sangat mencemaskan putri
kesayangannya yang kuliah di luar kota. Kecemasan ini sudah tidak disadari oleh
sang ibu.
Kondisi pasien sangat mengerikan. Kulitnya
yang dulunya mulus, sekarang terlihat penuh luka dan infeksi karena sering
digaruk-garuk. Pasien ini tidak punya alergi kulit sebelumnya. Segala macam
obat dan salep yang disarankan dokter kulit sudah dicoba, tapi belum ada yang
memberi kesembuhan permanen. Pasien juga mengikuti saran dokter untuk
berkunjung ke psikiater. Namun setelah tiga bulan diterapi oleh psikiater dia
merasa bosan karena tidak ada kemajuan yang berarti.
Dalam kondisi hipnotis,
pikiran bawah sadar pasien langsung menceritakan masalah kecemasan itu. Bukan
hal yang susah bagi hypnotherapist untuk mengungkap penyebab. Hanya perlu
mengatakan "Pada hitungan ketiga, anda mengetahui apa penyebab penyakit
kulit ini", dan pasien akan langsung bercerita.
Ada banyak hal yang
dicemaskan si ibu terhadap putrinya. Mulai dari kesehatan sampai masalah
keberhasilan kuliahnya. Namun yang paling besar adalah takut jika putrinya
salah bergaul, memakai narkoba, dan seks bebas. Maklum saja, putri yang
dicemaskan ibu memang cantik dan terkesan lugu. Dulu si ibu bisa selalu
mengawasi putrinya yang masih tinggal di rumah, sekarang putrinya lepas dan
tidak mungkin mengawasinya. Selain itu, pasien juga merasa kesepian, karena
Suami bekerja sampai sore, dan tiga anaknya termasuk putri satu-satunya tidak
tinggal lagi serumah.
Dengan teknik tertentu,
saya berhasil mengatasi rasa cemasnya, dan pikiran bawah sadarnya setuju untuk
tidak membuat si ibu sakit lagi. Namun infeksi kulitnya tentu saja tidak bisa
sembuh seketika. Disinilah peran pengobatan medis masih diperlukan terhadap
pasien psikosomatis. Saya sarankan ibu tersebut untuk mengobati kulitnya sampai
sembuh dengan berobat ke dokter. Setelah infeksi itu sembuh, maka untuk
selanjutnya tidak kambuh lagi.
hehe. . comot bentar ya, buat tugas.
ReplyDeletemakasiihhh :)