Skip to main content
Peran Dokter Profesional dan Sebagai Seorang Manajer

Seorang dokter baru boleh merasa dirinya bermutu apabila paling tidak ia telah berperan sebagai seorang profesional, sebagai seorang manajer dan ia bisa berperan sebagai agen pembaharu dalam lingkungan ia mengabdi.
  1. Sebagai seorang profesional,
 dalam melaksanakan tugas profesinya ia harus memenuhi paling tidak empat syarat, yaitu
A. Memiliki keahlian/kompetensi sesuai standar profesi,
B. Melaksanakan tugas sesuai standar profesi,
C. Memiliki komitmen profesi dan
D. Mematuhi kode etik profesi.
Untuk mempersiapkan dokter agar bisa bertindak profesional, sejak di bangku pendidikan seorang calon dokter dididik dan dibentuk pribadinya dalam tiga aspek yaitu,
 A. Pengetahuan (knowledge),
 B. Sikap (attitude) dan
 C. Ketrampilan (practice).
 Konsistensi untuk memenuhi standar minimal pengetahuan, sikap dan ketrampilan bagi seorang calon dokter merupakan prasyarat yang ketat dan komprehensif, oleh karena menjadi seorang dokter profesional tidak hanya dituntut mempunyai kemampuan ilmu dan ketrampilan yang andal, tetapi pengetahuan dan ketrampilan itu harus didukung sikap yang terpuji dan teruji.

2.  Sebagai manajer,
seorang dokter harus bisa memimpin dirinya dan orang lain. Di daerah, kemampuan profesional seorang dokter tidaklah cukup. Dokter bukan hanya bertugas mengelola pasien semata, tetapi juga dituntut mampu memberikan kepemimpinan yang dibutuhkan untuk menciptakan suatu lingkungan terapeutik yang memuaskan baik bagi pasien dan masyarakat maupun bagi pihak dokter pribadi dan profesi kedokteran secara umum. Sebagai manajer seorang dokter harus mampu memberikan alternatif kepada pasien dan kliennya. Dalam memberikan alternatif kepada pasien/klien seorang dokter sangat dipengaruhi oleh semangat dan idealisme yang sangat jarang disamai.

Pendidikannya yang bertahun-tahun lamanya telah memberikan pengetahuan dan ketrampilan guna menghadapi berbagai masalah yang dikemukakan para pasiennya. Para dokter juga telah berjanji kepada diri sendiri bahwa pelayanannya bagi pasien tidak akan diberikan pada prioritas rendah, tetapi bagi mereka kepentingan dan keselamatan merupakan prioritas utama. Mereka tidak mau mengulangi kesalahan yang pernah dibuatnya sendiri dan tidak mau mengulangi kesalahan yang dibuat para seniornya. Walaupun seorang dokter selalu memilih cara terbaik untuk menyembuhkan pasiennya, namun seorang dokter yang bijaksana selalu memberikan alternatif kepada pasien agar dapat memilih cara dan pelayanan macam apa yang sesuai dengan kemampuan kantongnya.

Alternatif pelayanan atau tindakan yang ditawarkan kepada pasien harus dapat dipertanggungjawabkan secara profesi (lege artis). Di sini letaknya esensi peran dokter sebagai seorang manajer yang mampu memberikan alternatif kepada pasien dan kliennya. Pasien tentu akan memilih sesuai kemampuannya, bagi pasien yang berduit tentu dia mengharapkan kesembuhan dengan hasil sesempurna mungkin, tetapi bagi pasien yang tidak mampu, cukup sembuh saja itu sudah sangat disyukurinya.
  1. Sebagai seorang motivator-inovator,
       seorang dokter harus dapat berperan sebagai agen pembaharu dalam lingkungan tempat ia mengabdi. Hal ini sangat terasa bagi seorang dokter yang bertugas di Puskesmas daerah terpencil. Aspek sosio-kultural sangat mempengaruhi nilai dan pemahaman masyarakat terhadap sakit dan masalah kesehatan lainnya.
Perilaku masyarakat terhadap konsep sehat sering tidak sejalan dengan konsep sehat yang telah diterima secara umum di bidang kesehatan dan ilmu kedokteran. Untuk itu bagaimana seorang dokter dapat mengubah perilaku masyarakat menuju pada perilaku sehat. Perilaku sendiri dapat diartikan sebagai hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Sebagai seorang pembaharu, seorang dokter harus memahami bahwa perubahan perilaku manusia melalui beberapa tahap dan perubahannya merupakan suatu proses kejiwaan yang dialami oleh individu tersebut sejak pertama memperoleh informasi atau pengetahuan mengenai sesuatu hal yang baru sampai pada saat ia memutuskan apakah ia menerima atau menolak hal baru tersebut.
Rogers membagi proses tersebut (adoption process) ke dalam lima tahapan yaitu:
1). Kesadaran (awareness),
 2). Perhatian (interest),
 3). Penilaian (evaluation),
 4). Percobaan (trial), dan
5). Adopsi (adoption).

 Sedangkan Green menyebutkan bahwa kesehatan itu dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku dan faktor non perilaku, dijelaskan pula bahwa ada tiga faktor mempengaruhi perubahan perilaku yaitu :
 1). Faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu sikap, nilai, kepercayaan, pengetahuan, norma sosial, kebudayaan, tabu/pantangan, faktor demografi dan sebagainya
 2). Faktor pendukung (enabling factors) yaitu tersedianya sarana/sumber khususnya yang diperlukan dalam mendukung perilaku tersebut oleh sasaran dan
3). Faktor pendorong (reinforcing factor) yaitu petugas kesehatan (dokter) atau petugas lain yang mempunyai tanggung jawab terhadap perubahan perilaku masyarakat.

Sebagai contoh, bagaimana masyarakat begitu merasa belum berobat apabila di Puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan lainnya mereka hanya menerima obat minum dan tidak disuntik. Masalah tuntutan supaya disuntik setiap kali berobat sebenarnya merupakan kesalahan masa lalu yang tidak boleh diteruskan, apalagi saat ini telah diketahui banyak penyebaran penyakit melalui jarum suntik.

Namun ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat yang sulit dihilangkan. Sebagai ilustrasi, seorang dokter memiliki pengalaman unik tentang permintaan pasien untuk disuntik . Seorang bapak yang paginya telah mendapat pelayanan (mendapat suntikan dan obat minum) kembali menemui sang dokter. Ternyata beliau minta kepada dokter agar “suntik untuk besok kalau boleh disuntik memang sekarang”. Sang dokter kaget sekaligus merasa lucu bercampur kasihan.

Ternyata setelah disuntik beliau merasa enak sehingga beliau berharap sore itu ia mendapat suntikan lagi, oleh karena besok sudah tidak ada lagi petugas kesehatan di desanya. Sang dokter lalu menjelaskan berulang-ulang kepada beliau bahwa obat suntik itu hanya membuat bapak merasa enak, tetapi yang menyembuhkan itu obat minum, jadi kalau bapak mau sembuh sudah cukup suntikan yang diberikan tadi dan harus teruskan telan obat pilnya sampai habis. Tentu penjelasan ini harus berkali-kali diberikan dengan jujur dan dengan bahasa yang dapat diterima masyarakat.

Comments

Popular posts from this blog

Dialog dengan Pasien Isolasi Sosial (Menarik Diri)

Contoh dialog sesuai Satuan Pelaksana pada pasien gangguan jiwa dengan isolasi diri atau menarik diri : Menarik  D iri   (Isolasi Sosial) Prolog Disebuah ruang arjuna terdapat terdapat pasien gangguan jiwa bernama Ny. S. Pasien masuk rumah sakit jiwa karena pasien asyik dengan pikirannya sendiri, tidak memiliki teman dekat, tidak adanya kontak mata, tampak sedih, efek tumpul serta melakukan tindakan berulang yang tidak bermakna sama sekali. Pasien juga merasa ditolak oleh keluarganya sendiri sehingga membuatnya kesepian. Diagnosa keperawatan untuk pasien yaitu isolasi sosial. SP 1 : Pasien membina hubungan saling percaya,membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan hubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan. Perawat           : “ Assallamualaikum wr,wb ” Pasien              : (pasien hanya diam) Perawat           : “ Saya H saya senang dipanggil ibu Her… Saya perawat diruang maw

Dialog dengan Pasien Gangguan Jiwa Susaide SP 1

STRATEGI PELAKSANAAN SUSAIDE SP 1 A.       Kondisi klien Data Subjektif: 1.       Mengungkapkan keinginan bunuh diri 2.       Mengungkapkan keinginan untuk mati 3.       Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan 4.       Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga 5.       Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan 6.       Mengungkapkan adanya konflik interpersonal 7.       Mengungkapkan telah terjadi korban perilaku kekerasan saat kecil Data Objektif: 1.       Impulsif 2.       Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( biasanya menjadi sangat patuh) 3.       Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan penyalahgunaan alkohol) 4.       Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal) 5.       Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier) 6.       Status perkawinan yang tidak harmonis B.        Diagnosa keperawatan Risiko bunuh diri

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) A.   LATAR BELAKANG Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007). Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas orientasi realita , dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2006). Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau kehidup